PIALA EROPA 2020

Perang Balkan, Kroasia, dan Luka Modric

Perca | Sabtu, 26 Juni 2021 - 06:33 WIB

Perang Balkan, Kroasia, dan Luka Modric
Kapten Kroasia, Luka Modric, saat merayakan gol bersama para pemain lainnya ketika Kroasia menang 3-1 atas Skotlandia di penyisihan grup akhir Piala Eropa 2020. (TWITTER UEFA)

"Pernah, ketika kami sedang bermain di lapangan kecil di pengungsian, terdengar alarm yang menandakan ada serangan dari Serbia. Kami harus berlari masuk ke bungker-bungker persembunyian," kata Modric seperti dilansir Mundo Deportivo.

Dengan badan kurus, ceking, dan pendek, Modric tumbuh menjadi seorang pemain yang memiliki ketahanan fisik sangat prima. Karir profesionalnya dimulai pada tahun 2003 saat membela Dinamo Zagreb. selama lima musim, dia berhasil mencetak 31 gol dari 112 pertandingan di Liga Kroasia. Di rentang waktu itu dia sempat dipinjamkan ke Zrinjski dan Inter Zapresic –dua klub Bosnia-- sebelum di pertengahan 2008 dia dibeli Tottenham Hotspur. Selama 4 musim di klub London itu, Modric mencetak 13 gol dari 127 pertandingan. Hal itulah yang membuat Real Madrid membelinya di pertengahan 2012, dan hingga kini dia menjadi salah satu nyawa di lini tengah klub ibukota Spanyol tersebut.


Meski bertubuh mungil untuk ukuran Eropa, Modric adalah pemimpin sejati di tim Kroasia yang kini bermain di Piala Eropa 2020. Dengan gocekan maut dan umpan terukur, Modric adalah sumber inspirasi pemain-pemain Kroasia, termasuk saat mereka berhasil maju ke final Piala Dunia 2018, sebelum kalah 2-4 dari Prancis di final. Itu adalah prestasi sepakbola Kroasia tertinggi, melewati prestasi yang diraih Davor Suker dkk yang menjadi peringkat 3 Piala Dunia 1998 di Prancis.

Kemenangan atas Skotlandia 3-1 di pertandingan akhir Grup D, mempertegas bagaimana peran Modric bagi Kroasia. Selain mencetak gol kedua menit ke-62, Modric juga mengirim umpan yang menjadi gol Ivan Perisic menit ke-77. Satu gol Kroasia lainnya dicetak oleh Nikola Vlasic menit ke-17. Kemenangan fantastis yang membuat tim berjuluk Vatreni ini lolos sebagai runner-up mendampingi Inggris yang menjadi juara grup. Padahal, sebelum partai lawan Skotlandia, banyak pendukungnya yang dag dig dug karena hanya bermodal satu poin saat seri dengan Republik Ceko.

Dengan mayoritas pemain inti yang berhasil menjadi runner-up Piala Dunia 2018, Kroasia sebenarnya tak pantas pada posisi meragukan saat babak penyisihan grup. Di tim saat ini masih ada Dejan Lovren, Ivan Perisic, Marcelo Brozovic, Mateo Kovacic, Domagoj Vida, atau Ante Rebic yang di semifinal menyingkirkan Inggris di 2018 tersebut. Namun di partai pertama, mereka bermain buruk saat kalah 0-1 dari Inggris. Begitu juga saat bermain imbang 1-1 dengan Ceko, permainan The Blazers tidak berkembang.

Namun, di babak knock out mungkin semuanya akan berbeda karena hanya ada dua pilihan: menang atau kalah. Sebagai pemain paling senior di tim ini, Modric pernah merasakan pilihan yang  lebih menakutkan saat Perang Balkan III yang melibatkan Kroasia di dalamnya. Pilihannya juga hanya dua ketika itu: mati kena pecahan ranjau, ledakan bom, atau tembakan senapan, atau hidup dan menatap masa depan dengan optimis.

Modric pasti tahu pilihannya bagaimana yang bisa menular ke seluruh skuad Kroasia saat ini. Spanyol harus ekstra waspada kepada gelandang Real Madrid ini.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook