JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Para murid, mahasiswa, guru, dan dosen akan mendapatkan gratis kuota selama empat bulan. Hal itu pun diharapkan dapat meringankan beban pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara daring.
Akan tetapi, pengamat dan praktisi pendidikan, Indra Charismiadji menilai bahwa itu saja belum menjamin kelancaran PJJ daring. Sebab, permasalahan murid berbeda-beda di tiap daerah.
"Belum tentu juga, kalau dikasih kuota tapi nggak ada gawainya gimana. Nggak ada sinyalnya ya nggak menyelesaikan juga. Harus disesuaikan kebutuhan masing-masing (daerah, Red)," terang dia ketika dihubungi JawaPos.com, Jumat (28/8).
Alokasi anggaran sebesar Rp7,2 triliun untuk pengadaan kuota pun dirasa tanpa perencanaan matang. Harusnya dengan anggaran sebesar itu, pemerintah bisa memetakan kebutuhan apa saja yang diperlukan selain kuota.
"Jadi anggrannya nggak langsung full Rp7 triliun untuk kuota semua. Jadi, oke ada yang buat kuota. Tapi kan harus dibuat sebuah perencanaan. Kalau memang anggaran pemerintah cuma ada Rp7 triliun, harus dipikirkan sekarang gimana uang itu bisa dipakai seefektif mungkin, seefisien mungkin, supaya PJJ bisa berjalan jauh lebih baik daripada Maret lalu," harap dia.
Untuk mekanismenya, saat ini pihak Kemendikbud masih menyiapkan panduannya. Jadi, apabila guru tersebut diberikan kuota tapi tidak bisa mengajar karena belum ada panduan, menurutnya sama saja bohong.
"Belum lagi misalnya gurunya ngajar video call terus, ya abis juga itu kuota berapapun, harus dijabarkan konsepnya gimana. Jadi kalau saya menyarankan koordinasi dan susun sebuah kebijakan yang betul-betul sebuah kebutuhan termasuk pelatihan dan gawai," ungkapnya.
Dia pun meminta agar Kemendikbud lebih sering berkoordinasi dengan dinas pendidikan daerah untuk memantau dan memandu penggunaan kuota tersebut.
"Jadi memang kita tahu tidak akan bisa selesai (masalah), paling nggak bisa lebih efektif daripada Rp7 triliun nguap cuma buat beli kuota," ujar Indra.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi