Kepekaan Bahasa dan Budaya Ibarat Mata Air dalam Pengembangan Materi Ajar Bahasa Indonesia

Pendidikan | Rabu, 19 Januari 2022 - 10:44 WIB

Kepekaan Bahasa dan Budaya Ibarat Mata Air dalam Pengembangan Materi Ajar Bahasa Indonesia
Mimi Sri Irfadila (Mahasiswa Ilmu Keguruan Bahasa UNP) (ISTIMEWA)

Identitas suatu budaya tidak diciptakan begitu saja, namun memerlukan waktu yang cukup lama untuk diketahui, diakui, ditaati dandiimplementasikan dalam lingkungan hidup. Identitas adalah satu proses restrukturasi (pembangunan)  segala identfikasi dan gambaran diri terdahulu, dimana seluruh identitas fragmenter yang dahulu pun yang negatif  diolah dalam perspektif suatu masa depan yang diantisipasi.

Budaya adalah keseluruhan perilaku tradisional yang telah dikembangkan oleh umat manusia dan secara berturut-turut dipelajari oleh setiap generasi (Margaret Mead). Budaya memiliki tiga elemen dasar, yaitu ide, perilaku, dan produk/ benda. Setiap elemen memiliki penjabaran lebih rinci lagi.

Bahasa berperan penting dalam kehidupan individu dan masyarakat dalam satu komunitas bangsa dan negara. Melalui materi ajar bahasa Indonesia, suatu komunitas dapat mengembangkan budayanya dan membangun citra positif pada masyarakatnya serta dapat meningkatkan promosi budaya masyarakat khususnya Indonesia. Bahasa dapat menjadi sarana penyampai informasi sekaligus merefleksikan budaya masyarakat pemiliknya. Dengan memahami bahasa, orang dapat mengetahui budaya dan pola kehidupan masyarakat pemilik bahasa tersebut. Bahasa dapat menjadi jembatan komunikasi bagi bangsa-bangsa yang berbeda dan budaya yang berbeda. Mengajarkan bahasa pada hakikatnya juga mengajarkan budaya, ketika mengajarkan bahasa Indonesia, seorang guru sekaligus mengajarkan budaya Indonesia. Bahasa dan budaya dua sisi yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain Karena bahasa adalah penjelmaan yang unik dari satu kebudayaan. Bahan ajar bahasa harus memasukan unsur-unsur budaya: batasan dari buku pengajaran bahasa terkait dengan budaya, harus ada relevansi bahasa dan budaya.. Akibatnya, gagasan tentang bahasa dan budaya harus terintegrasi dalam pedagogi. Asumsi kuat bahwa materi ajar bahasa dan belajar bahasa seharusnya melibatkan masalah sosiokultural, dan memerhatikan aspek budaya bahasa (Tomlinson, 2014).

Dalam komunikasi nyata, bahasa hampir tidak pernah ada pada tingkat kalimat tunggal, dan makna hanya dapat berhasil didekodekan dengan memahami jaringan pola yang rumit dalam wacana tertulis dan lisan. Ini membutuhkan kerja pada fitur-fitur seperti kohesi leksikal dan gramatikal, elipsis dan substitusi, referensi budaya, sikap dan niat pembicara/penulis dan hubungan tegang/waktu, serta fitur gramatikal, leksikal dan fonologis yang secara tradisional ditekankan dalam pembelajaran sistem bahasa pada program pelatihan guru.

Kesadaran berbahasa Indonesia adalah suatu sikap yang dimiliki pemilik dan pemakai berkaitan dengan tanggung jawab hak dan kewajibannya sebagai bangsa (Indonesia). Kesadaran berbahasa Indonesia ini tumbuh setelah memahami sejarah bahasa dan bangsa Indonesia. Dengan adanya kesadaran berbahasa Indonesia akan mampu menumbuhkan semangat untuk berbahasa dan menghindari dan bahkan menolak bertindak ‘penjajahan’ bahasa asing. kesadaran adanya norma bahasa (Awareness Of The Norm) yang mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan, yaitu kegiatan menggunakan bahasa (language use). Harus dipahami bahwa bahasa merupakan alat pertukaran informasi. Namun, kadang-kadang informasi yang dituturkan oleh komunikator memiliki maksud terselubung. Oleh karena itu, setiap manusia harus memahami maksud dan makna tuturan yang diucapkan oleh lawan tuturnya.

Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi logis, yakni pemakaiannya terkait dengan situasi dan kondisi. Pada kondisi tertentu, yaitu pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi prioritas utama. Penggunaan bahasa seperti ini sering menggunakan bahasa baku. Kendala yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode dan bahasa gaul yang tanpa disadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak baik. Berbahasa yang baik yang menempatkan pada kondisi tidak resmi atau pada pembicaraan santai tidak mengikat kaidah bahasa di dalamnya.

Kesadaran berbahasa ialah sikap seseorang baik secara individual maupun secara kelompok untuk bertanggung jawab sehingga menimbulkan rasa memiliki suatu bahasa dalam hal ini bahasa Indonesia, berkemauan untuk ikut membina dan mengembangkan bahasa Indonesia. Kesadaran berbahasa memiliki ciri-ciri diantaranya: (1) sikap positif terhadap bahasa dan berbahasa, (2) memiliki taggung jawab terhadap bahasa dan berbahasa, (3) rasa ikut memiliki bahasa, (4) berkemauan membina dan mengembangkan bahasa (Tomlinson, 2014). Sikap positif terhadap bahasa dan berbahasa menghasilkan perasaan memiliki bahasa. Bahasa sudah dianggap kebutuhan pribadi yang esensial yang harus dijaga dan dipelihara. Perasaan memiliki bahasa menimbulkan tanggung jawab dan kegiatan untuk membina bahasa salah satunya yaitu dengan mengintegrasikan kesadaran bahasa dalam bahan ajar bahasa Indonesia

Sikap terhadap bahasa Indonesia adalah anggapan atau pandangan seseorang terhadap bahasa Indonesia, apakah senang atau tidak terhadap bahasa tersebut, sehingga sikap bahasa tersebut berpengaruh terhadap pemilihan bahasa. Sikap terhadap bahasa Indonesia juga dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yakni (1) sikap positif dan (2) sikap negatif.

Sikap positif bahasa Indonesia adalah penggunaan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah bahasa dan sesuai dengan situasi kebahasaan. Sikap bahasa Indonesia yang positif hanya akan tercermin apabila si pemakai mempunyai rasa setia (language loyalty) yang mendorong masyarakat suatu bahasa mempertahankan bahasanya dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh bahasa lain. Sikap positif terdapat pada seseorang yang mempunyai rasa bangga (language pride) yang mendorong orang mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang identitas bahasanya sebagai penanda jati diri. Seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap bahasa Indonesia cenderung akan menerima bahasanya (awareness of the norm) dan  menggunakan bahasanya dengan cermat serta santun dalam kegiatan menggunakan bahasa (language use) dengan segala kelebihan dan kekurangan secara terbuka, tanpa merasa kurang percaya diri jika dibandingkan dengan bahasa lain.

Sementara itu, sikap negatif terhadap bahasa Indonesia akan menyebabkan orang kurang peduli terhadap usaha pembinaan dan pelestariaan bahasa Indonesia. Mereka menjadi tidak bangga memakai bahasa sendiri sebagai penanda jati diri, bahkan merasa malu memakai bahasa Indonesia.

Kesadaran berbahasa Indonesia dengan benar penting untuk dilakukan karena dapat meredam emosi, kepentingan pribadi, atau kelompok yang hampir tidak mengenal batas lagi. Menyadari berarti merasa, mengetahui, memahami, menginsafi, dan mau mengerti keadaan diri, orang lain, dan bangsa Indonesia. Sadar terhadap keadaan yang sebenarnya, objektif, dan berpihak pada realitas kehidupan. Sungguh, hari ini, bangsa Indonesia membutuhkan kesadaran yang tinggi dalam memahami realitas dan menentukan cara bertindak, bersikap terhadap realitas kesadaran berbahasa dan berbangsa. Guru perlu mewujudkan kesadaran bahasa dan budaya ini dalam bahan ajar dan materi ajar yang mereka kembangkan untuk menumbuhkan kesadaran dalam diri, kesadaran terhadap sesama, terhadap masa silam, dan kesadaran masa depan generasi Indonesia.(ifr)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook