MERANTI (RIAUPOS.CO) -- Dilansir melalui Data Pokok Pendidikan (Dapodik) milik kementerian, ribuan ruang belajar tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kepulauan Meranti rusak. Setidaknya terdapat 2,425 ruang belajar yang tergabung di tingkat terkait dinyatakan rusak. Bahkan 53 di antaranya rusak berat.
Salah satu sekolah yang dimaksud adalah SD Negeri 16 Jalan Sidodadi Dusun II, Desa Tanjung Peranap, Kepulauan Meranti. Saking parahnya, seperti diceritakan oleh kepala sekolah (Kepsek) terkait, Rohana, sekolah mereka pernah disebut seperti kandang kambing.
Berdiri sejak 2007 sebagai lokal jauh, SDN 16 itu hanya memiliki enam lokal yang dibangun swadaya olehnya dan warga desa. Sementara untuk jumlah murid tidak kurang dari 65 orang yang di didik oleh Sembilan orang guru termasuk dirinya.
"Saya kepala sekolah, dibantu oleh seorang guru PNS. Sisanya ada empat orang guru honor komite dan dua orang guru honor daerah," ungkapnya.
Diceritakannya, rasa sedih tidak bisa terbendung jika hujan tiba. Ia bahkan melarang anak-anak untuk mengeluarkan buku sekolah, karena seisi ruangan bisa basah kuyup lantaran atap sekolah bocor.
Sebelum menjadi Kepsek 2015 lalu, sekolah berdinding papan merah tersebut hanya memiliki empat ruangan. Berselangnya waktu, mereka terpaksa menambah tiga ruangan lainnya agar bisa masuk akreditasi.
"Walupun kondisi sekolah kami sangat parah, akreditasinya sudah C," ujarnya.
Karena akreditas itu wajib, sehingga ia terpaksa pecah celengan untuk biaya membangun dua ruang belajar dan satu unit kantor guru.
Usulan atau memohon bantuan kepada pemerintah sering dilakukannya. Digubris, namun dibeberkannya hanya janji belaka. Seperti 2020 ini dari kabar yang ia terima, sekolah tersebut akan menerima bantuan pembangunan ruang belajar yang baru.
"Kabarnya 2020 ini dibantu oleh pemerimtah pusat, tapi tak taulah. Pasalnya sebelum ini saya juga telah sering dijanjikan hal yang sama," ungkapnya.
Walupun demikian, ia dan beberapa orang guru yang mengabdi di sekolah itu masih menaruh harapan besar jika informasi tersebut, benar.
"Mudah-mudahan benar. Kami masih berharap dibantu. Tak perlu banyak, hanya enam ruang belajar agar murid kami nyaman, dan satu ruang kantor. Tak perlu bagus asal nyaman, bersyukur sekali kami para guru," ungkapnya.
Mengenai kondisi SD Negeri 16 Jalan Sidodadi Dusun II, Desa Tanjung Peranap, Kepulauan Meranti dibenarkan oleh Kepala Bidang Pendidikan Dasar, Dinas Pendidikan Kabupaten Kepulauan Meranti, Syafrizal.
"Benar, memang demikian kondisinya. Tapi kami berupaya agar itu bisa masuk dalam skala prioritas 2020 mendatang," ungkapnya.
Mengenai data sekolah total sekolah rusak di Dapodik itu juga dibenarkan oleh Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Sekolah Dasar, Dinas Pendidikan Kabupaten Kepulauan Meranti Misdar Efendi.
Namun ia mengaku belum bisa memastikan jika jumlah ruang belajar yang rusak di Dapodik tersebut, benar. Pasalnya data tersebut diinput langsung oleh masing masing sekolah tanpa ferivikasi Dinas Pendidikan Kabupaten Kepulauan Meranti.
"Memang data Dapodik itu harus dievaluasi lagi. Khusus data sarana dan prasarana sekolah dan laporan kondisi sekolah yang real, saat ini kami masih dalam tahapan pendataan," ujarnya.
Walupun demikian, Misdar mengungkapkan jika pihaknya tetap berkomitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan di Meranti. Salah satunya dalam menyediakan ruang belajar yang laik, melalui usulan dana alokasi khusus (DAK) 2020 mendatang.
"Iya, untuk mengakomodir itu kita berharap besar dari DAK. Jika 2019 ini kita terima Rp 19 milliar, mendatang bisa besar dari ini. Untuk 2020 gambarannya kita akan menerima Rp54 milliar. Saat ini masih tahap singkronisasi, dan dalam waktu dekat akan final," ungkapnya.
Diakuinya, untuk meraih bantuan dari pemerintah pusat, saat ini pihaknya masih terbentur dengan status akreditasi yang tidak sesuai dengan situasi dan kondisi setiap sekolah. "Ada sekolah yang belum layak, dengan kondisi ruang belajar yang rusak dan lain lain, tapi mereka telah mengantongi akreditasi B. Dampaknya, setelah diusulkan untuk mendapatkan bantuan berbaikan, usulan itu ditolak karena pemerintah pusat menilai sekolah itu layak," ungkapnya.
Sehingga, menurut Misdar untuk saat ini pihaknya masih berupaya maksimal dalam proses perubahan data yang dimaksud agar singkoran dengan kondisi di lapangan.(wir)