DURI (RIAUPOS.CO) - Sistem zonasi penerimaan peserta didik baru (PPDB) khususnya di tingkat SMA mendapat kritikan tajam dari pemuka masyarakat Duri Novi Syafrizal. Menurutnya, penerapan sistem zonasi dalam PPDB SMAN di Duri Kecamatan Mandau mulai tahun ini telah menimbulkan sejumlah dampak buruk yang semula seakan luput dari antisipasi dini instansi terkait.
“Sampai sekarang, pemerintah kita belum juga bisa membuat sistem yang betul-betul pas dan mampu menjawab berbagai persoalan. Khususnya di bidang pendidikan. Dulu tak ada sistem zonasi PPDB. Tahun lalu, cikal-bakal sistem zonasi mulai muncul. Ada jatah 20 persen calon siswa dari zona lingkungan sekolah. Tahun ini tiba-tiba jatah itu dikatrol hingga menjadi 90 persen. Kontan saja, perubahan drastis itu membuat kaget banyak pihak,” kata Novi di Duri, Senin (9/7).
Menurutnya, dengan kuota besar untuk anak di sekitar lingkungan sekolah, banyak calon siswa dan orang tua dari luar sistem zonasi yang tidak siap. Kendati jarak tempat tinggalnya ke sekolah tidak terlalu jauh, yang bersangkutan belum tentu bisa diterima. Pasalnya, calon siswa terdekat dapat prioritas utama. “Khusus untuk Duri, malah tiga kelurahan terkesan dianaktirikan. Masing-masing Kelurahan Duri Timur, Babussalam dan Duri Barat. Dengan sistem zonasi, seolah ketiga kelurahan ini tidak punya SMA untuk menampung siswa. Dimana letak keadilannya,” papar Novi.
Ditegaskannya, pemerintah harus segera meninjau ulang kebijakan baru itu jika tidak ingin kondisi PPDB semakin runyam. “Pemerintah harus bertanggung jawab dengan program yang telah dibuat. Pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikian hingga Menteri Pendidikan dan Kebudayaan harus instropeksi diri sebelum membuat aturan. Untuk daerah tertentu, fasilitas dan ketersediaan sekolah sebetulnya belum lengkap untuk penerapan sistem zonasi itu. Jangan buat dulu baru dirancang belakangan,” katanya.
Sistem zonasi yang diterapkan saat ini, tambahnya, juga akan melemahkan tingkat kemauan belajar anak SMP yang merupakan calon siswa di zonasi SMA. Soalnya, sudah ada jaminan mereka bakal diterima dalam persentase besar. Akibatnya, semangat belajar mereka pun cenderung melemah. “Mereka akan berkata, tak perlu terlalu tinggi nilai, sebagian besar dari kita pasti dapat prioritas. Sistem ini juga akan membuat mutu sekolah menurun. Dapat dipastikan tidak ada lagi istilah sekolah favorit,” pungkasnya.
Kerisauan Novi juga mendapat dukungan dari orang tua calon siswa yang tinggal di Jalan Kayangan, Gang Pantau, Kelurahan Babussalam, Duri. Menurut salah seorang ibu yang anaknya tamatan SMPN 8 Mandau, saat mendaftar ke salah satu SMAN terdekat, ia kaget. “Pihak sekolah mengatakan, PPDB di sekolah itu lebih diprioritaskan untuk anak kelurahan tertentu saja,” ucapnya sedih.(sda)