PELALAWAN (RIAUPOS.CO) -- Ratusan massa yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pulp dan Kertas Indonesia (FSP2KI) Provinsi Riau memadati kantor DPRD Pelalawan, Rabu (22/1) sekitar pukul 10.15 WIB.
Kedatangan massa untuk menggelar aksi damai ini, dikawal ketat oleh puluhan personel Polres Pelalawan, Polsek Pangkalankerinci dan Satpol PP Pelalawan. Sedangkan kedatangan para buruh ini, disambut oleh sejumlah anggota DPRD Pelalawan yakni Ketua Komisi I Imustiar SIp, Ketua Komisi II Abdul Nasib beserta anggotanya Drs Sozifao Hia, Baharuddin dan H Abdullah.
Turut hadir mendampingi para anggota DPRD Pelalawan, Asisten Administrasi bidang Pemerintahan Setdakab Pelalawan Drs Zulhelmi MSi dan Kepala Disnaker Pelalawan Abdurrahman MSi.
Dalam orasinya, koordinator lapangan (korlap) massa FSP2KI Sartia Budi mengatakan, massa ini terdiri dari sejumlah perkumpulan serikat pekerja yakni Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Home Federasi Persatuan Buruh Indonesia (HPBRI), Komite Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) dan Federasi Serikat Pekerja Pulp dan Kertas Indonesia (FSP2KI).
Seluruh organisasi buruh ini, sudah sepakat merumuskan enam poin tuntutan mereka untuk menolak RUU omnibus law. Pertama, RUU tersebut dikhawatirkan akan menghilangkan upah minimum. Hal ini karena RUU tersebut menerapkan upah per-jam. "Artinya, RUU cilaka ini akan menerapkan pekerja yang bekerja kurang dari 40 jam dalam sepekan. Tentunya dengan adanya RUU ini, maka otomatis upah kami sebagai buruh akan berkurang di bawah upah minimum," terangnya. Kemudian yang kedua, sambung Satria, dalam rancangan UU Omnibus Law cilaka ini, tunjangan PHK besarannya hanya mencapai 6 bulan dari upah. Sedangkan dalam UU Nomor 13/2013 tentang ketenagakerjaan diatur, bahwa besaran pesangon adalah maksimal 9 bulan.
"Yang ketiga, fleksibilitas pasar kerja ditafsirkan tidak adanya kepastian kerja dan pengangkatan karyawan tetap, dalam hal ini outsourcing dibebaskan semua produksi," bebernya.
Selanjutnya tuntutan yang keempat, ungkap Satria, dalam UU Nomor 23/2013 bahwa penggunaan tenaga kerja asing (TKA), hanya boleh untuk pekerjaan yang memenuhi keterampilan. Dan dalam rancangan UU Omnibus Law ini, semua persyaratan tersebut dihapuskan, sehingga TKA bisa bebas bekerja di Indonesia khususnya Kabupaten Pelalawan.
"Sementara itu tuntutan yang kelima yakni dengan adanya skema RUU cilaka ini, maka jaminan sosial tentunya juga akan terancam hilang. Khususnya jaminan hari tua, jaminan pensiun akibat adanya sistem kerja fleksibel," paparnya.
Dan poin terakhir, lanjut Satria, dalam RUU Omnibus Law ini, ada wacana untuk menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha. Dan menolak kenaikan iuran BPJS kesehatan membuat daya beli masyarakat akan jatuh.
"Untuk itu, dengan adanya aksi damai yang kami lakukan ini, maka kami tentunya sangat menolak RUU cilaka yang akan menyengsarakan para buruh dan pekerja. Jadi, kami meminta agar para pimpinan dan anggota DPRD Pelalawan dapat memperjuangkan aspirasi ini kepada pemerintah pusat. Sehingga RUU ini dapat dibatalkan atau dihentikan pembahasannya. Jika dalam waktu satu pekan tuntutan kami ini tidak dipenuhi, maka kami akan menggelar aksi lanjutan dengan massa yang lebih banyak," ujarnya.
Menanggapi tuntutan massa tersebut, Wakil Ketua Komisi I DPRD Pelalawan H Abdullah mengatakan, pihak legislatif di Negeri Seiya Sekata ini memberikan apresiasi dan siap memperjuangkannya kepada pemerintah pusat. Namun demikian, tentunya perjuangan ini ada mekanismenya, sehingga massa diharapkan dapat bersabar.
"Jadi, untuk memperjuangkan penolakan enam poin RUU ini, mari sama sama kita bergerak menuju pemerintah pusat. Kita juga punya jalur-jalur perjuangan melalui para anggota DPR RI dapil Riau untuk menolak RUU ini. Intinya, kami dari DPRD Pelalawan, siap berjuang untuk merealisasikan aspirasi massa menolak RUU Omnibus Law tersebut," tuturnya.(kom)
Laporan M AMIN AMRAN, Pangkalankerinci