Ketua Umum DPH LAMR Datuk Seri Syahril Abubakar menyambut baik warkah amaran yang disampaikan para datuk pucuk, batin, dan pemangku adat tersebut.
Menurutnya, ini merupakan sejarah, karena hadir di tengah derasnya tuntutan LAMR kepada pemerintah, Pertamina, DPR RI, Gubernur Riau, DPRD Riau.
Bahwa LAMR bertekad mengelola Blok Rokan karena Presiden RI Joko Widodo yang diberi gelar Datuk Seri Setia Amanah Negara tiga tahun lalu telah mengatakan masyarakat daerah Riau bisa ikut mengelola Blok Rokan secara business to business (B2B).
"Artinya, kita tidak meminta diberikan keistimewaan tetapi kita meminta diberi kesempatan untuk ikut sebagai pemegang saham karena Pertamina akan melepas sahamnya lebih kurang sebesar 39 persen. Kita sebagai pemilik ulayat dan pemangku adat di negeri ini telah cukup lama diberi kesempatan menjadi penonton," kata Datuk Seri Syahril.
Menurut Syahril, dalam ketentuan adat, tanah ulayat boleh dipakai dan dikelola dan ada ketentuan bagi hasilnya. Ia memberi contoh di zaman penjajahan Belanda saja memberikan pancung alas kepada masyarakat adat.
"Di Pasir Pengaraian, Rokan Hulu hampir 20 persen pajak getah atau hasil alam yang diambil diberikan kepada masyarakat tempatan. Hal yang sama juga di Siak mengenal zaman kupon.
Sayangnya, setelah PT Caltex Pacific Indonesia (PT CPI) masuk tidak ada pancung alas yang dibayarkan. Perusahaan minyak ini mengeruk minyak sebanyak lebih kurang 11-12 miliar barel," paparnya. "Kalaulah pancung alasnya dibayarkan kepada kita 10 persen saja dari hasil perusahaan ini berapa ribu miliar uang yang bisa diterima. Dengan uang ini kita bisa menyekolahkan anak dan memajukan kampung halaman dan tidak lagi menjadi penonton," imbuhnya.(ali)