Tidak selamanya banjir membawa sengsara. Tetap selalu ada yang mampu mengambil kesempatan. Setidaknya ini terjadi di Buluh Cina. Ketika banjir merendam hampir seluruh kawasan desa, namun pengunjung tetap terus berdatangan.
PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Desa Buluh Cina sejak dulu terkenal sebagai desa wisata. Di sini ada iven lomba dayung sampan, ada taman burung dan danau tropis alami untuk memancing. Desa ini terkenal dengan ekowisata-nya yang memang mengandalkan kondisi alami hutan dan danau tropisnya yang masih terawat.
Untuk menuju Desa Buluh Cina dari perbatasan Kota Pekanbaru, warga Kota setidaknya harus melalui tiga desa via Jalan Pasir Putih, Kecamatan Marpoyan Damai. Mulai dari Desa Tanah Merah, Pandau Jaya hingga masuk Desa Baru yang berbatasan langsung dengan Buluh Cina. Dari tiga desa itu, hanya Buluh Cina yang tergenang banjir.
Berjarak sekitar 36,3 km dari pusat Kota Pekanbaru, warga Kota hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk mencapai Kantor Desa Buluh Cina. Ya, kantor desa merupakan tempat parkir roda empat, yang tidak bisa menyeberang ke kawasan Buluh Cina yang ada di seberang Sungai. Memang sejak dihuni manusia, Buluh Cina belum bernasib cukup baik untuk mendapatkan pembangunan sebuah jembatan.
Hampir tiga pekan terakhir, di desa ini tidak ada bedanya lagi antara jalan, sungai dan danau. Wilayah desa itu sudah terlihat seperti danau raksasa. Sementara perkampungannya lebih mirip pemukiman terapung. Banjir yang melanda sejak awal Desember, hingga Ahad (29/12) belum kunjung reda.
Sampan motor, yang biasanya digunakan warga untuk mencari ikan atau sekedar menyeberangakan hasil bumi, kini jadi transportasi utama. Transportasi darat sudah putus beberapa kilometer sebelum masuk ke pusat desa Buluh Cina yang berada di pinggiran sungai. Jalan tidak terlihat, rumah dan keramba ikan sudah terlihat seperti sama-sama terapung.
Kondisi ini memang pahit bagi hampir seluruh warga Buluh Cina. Tapi ini justru menjadi hiburan bagi sebagaian orang, setidaknya bagi warga kota. Dengan banjir yang dalam, bahkan aliran sungai pun tidak terlihat, wisata air lebih menantang. Dengan modal Rp10 ribu, pengunjung bisa bersampan motor ria melewati kebun karet, pepohonan sawit, melihat kukang bergelayutan bahkan dapat melihat keramba ikan, rumah bahkan masjid "terapung."
Antusiasme pengujung cukup tinggi. Warga Kota yang datang seperti Risky, tidak hanya memanjakan dua buah hatinya dengan permainan air yang tidak biasa. Tapi juga membawa sang istri berpetualang ke perkampungan "terapung" hampir seluas mata memandang. Ini pengamalan baru bagi Risky yang juga membawa serta keponakan, adik ipar dan mertuanya di sana.
Risky beruntung. Biaya yang dikenakan pemilik sampan hari itu tidaklah mahal. Hanya Rp10 ribu yang bisa dikatakan bisa mengarungi air sepuasnya. Biaya segitu murah juga diakui pengunjung lainnya, Watini, warga Kota lainnya. Menurutnya, biaya segitu murah kalau dibandingkan dengan biaya rekreasi sejenis yang berada di bagian lebih dulu dari Buluh Cina.
"Kalau di Pulau Cinta segitu juga, cuma ya situ-situ saja, dalam sungai. Kalau ini masuk kebun, keluar kebun, masuk rumah warga, lewat kantor desa dan ke tengah sungai. Disini anak-anak juga tidak ikut bayar," sebut Watini yang datang bersama dua cucu beserta anak dan menantunya pada Sabtu (28/12) sore.
Iyus, salah seorang nahkoda sampan motor menyebutkan, kendati ramai yang datang yang didapatnya seharian tidaklah banyak. Karena tidak hanya dirinya yang punya Robin, sebutan sampan motor oleh warga setempat. Ada puluhan pemilik Robin lainnya yang siap menemani wisatawan untuk mengunjungi Buluh Cina yang sedang terendam banjir.
"Tidak banyak dapat bang, paling banyak Rp200 ribu sehari. Robin banyak, ini belum semua datang, tiap hari ramai terus," sebut Iyus yang tidak ambil pusing soal biaya yang akan dibayarkan oleh pengunjung. Bahkan saat wartawan datang hari itu, pengunjung yang nego agar salah seorang anak remajanya agar gratis, diamini Iyus.
Sehari memang ada sekitar 20 sampai 25 sampan motor yang siap membawa wisatakan keliling yang berlabuh di jalan poros menuju Buluh Cina. Tidak hanya membawa pengunjung, sampan motor ini memang menjadi alat transportasi orang dan barang utama saat ini. Selain menyeberangkan warga, sembako dan bantuan untuk warga juga hanya bisa didistribusikan lewat sampan-sampan ini.
Dermaga sampan-sampan ini sendiri berada di pangkal jalan masuk Desa Bulu Cina. Tidak jauh dari pintu gerbang masuk desa. Tidak beberapa ratus meter setelah penurunan. Disana tidak sekedar tempat berlabuh puluhan sampan motor. Tapi juga ada warung-warung kecil yang menjual berbagai macam makanan dan jajanan untuk pengunjung yang datang.
Setiap hari, selalu ada anaka-anak yang bermain air di "dermaga" itu. Tidak hanya anak-anak pengujung yang berasal dari Kota yang ikut mandi disana, mobil, sepeda motor juga kadang ikut mandi disana. Selain itu, dermaga itu setiap hari juga akan ramai oleh aktivitas bongkar muat hasil bumi seperti sawit. Dari sampan motor ke mobil pikap, ada berton-ton sawit yang dipanen di tengah banjir berlabuh di ‘’dermaga" itu. ****
Laporan HENDRAWAN KARIMAN, Siak Hulu