Tak banyak pedagang yang mau menjajakan sapu lidi secara keliling. Apalagi sekarang banyak sapu buatan pabrik.
----------------------------------------------------------------------------------
(RIAUPOS.CO) - Pagi baru saja menjelang. Matahari mulai menapak perjalanan hari dari barat ke timur. Terik mentari pagi Kamis (26/4) memang cukup menyengat. Muhardi terlihat sedang duduk di atas tikar yang memang sengaja dia bawa dari rumah.
Setelah istirahat sejenak, pria berusia 64 ini mengeluarkan sapu-sapu lidi dari keranjang yang dia tempat di bagian dudukan sepedanya. Sapu lidi ini memang sengaja dia pajang, tujuan agar ada masyarakat yang melihat lalu membelinya.
“Istirahat sambil menggelar dagangan di sini dulu. Tunggu satu jam lagi baru keliling ke tempat lain,” ujarnya.
Satu jam Muhardi duduk sambil menjajakan sapu lidinya. Namun, hari itu mungkin belum rezekinya, karena tak satu pun sapu yang dia jajakan dibeli masyarakat. Satu unit mobil mewah yang parkir di belakang sepedanya diduga menjadi penyebab, karena dagangannya tidak terlihat oleh masyarakat yang melewati jalan tersebut.
Di usianya yang renta, Pak Wan sapaan akrabnya masih gigih menjajakan dagangan sapunya kepada masyarakat Pekanbaru. Sudah setahun ini dia menjadi pedagang sapu keliling. Sebelumnya, ia bekerja sebagai pemulung. Namun hasil memulung dirasa tak cukup menghidupi keluarganya, meskipun keempat anaknya sudah hidup mandiri.
“Sudah terlalu banyak pemulung, untuk biaya sehari-hari tidak mencukupi. Kalau dagang sapu, alhamdulillah tertutupi,” ujarnya.
Dari keempat anaknya, satu orang di antaranya sarjana lulusan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan di salah satu perguruan tinggi di Pekanbaru. “Anak saya yang paling bungsu sudah lulus dua tahun lalu, dan sekarang sudah bekerja. Tapi saya tidak mau merepotkan mereka karena dia kuliah pun hasil biayanya sendiri,” ujarnya.
Setiap hari, berangkat pukul 07.30 WIB pagi hingga sore hari ia berkeliling ke luar masuk perumahan hingga jalanan kota menggunakan sepeda yang dibeli sejak tahun 1973.
"Sudah banyak yang menawar sepeda ini sama saya, tapi saya nggak mau. Inikan modal pencarian saya setiap hari," sebutnya.
Tidak ada rasa gengsi maupun keengganan dengan alasan usia yang sudah lebih dari setengah abad, ia tak mau menggantungkan hidupnya pada orang lain.
Dengan pendapatan yang tak menentu, dalam sehari Pak Wan biasanya mendapat hasil Rp75 ribu hingga Rp100 ribu, dengan harga Rp12 ribu untuk satu sapu lidi. Sedangkan untuk jenis sapu yang digunakan untuk membersihkan karpet, Pak Wan mematok harga Rp10 ribu. Sapu-sapu yang dijualnya itu berasal dari Payakumbuh, Sumatera Barat.
“Setiap hari ada yang mengantar sapunya,” jelasnya.(cr9/gem)
Laporan TIM RIAU POS, Kota