PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Seorang pria terlihat sedang sibuk mencetak alumunium panas ke dalam sebuah cetakan spatula. Spatula yang sudah dicetak kemudian dikumpulkan sebelum diberikan gagang kayu berbentuk tabung.
Seorang pria paruh baya sedang sibuk dengan mesin di mejanya. Ia merapikan gagang kayu tersebut agar bisa dipasang di spatula. Pria bernama Yansen ini adalah pemilik industri rumahan di Jalan Ros, Kelurahan Maharatu, Kecamatan Marpoyan Damai tersebut.
Saat ini Yansen dan tiga karyawannya memproduksi tiga jenis spatula. Yaitu spatula sendok sayur, datar dan datar berlubang.
Yansen bercerita ia telah memulai usaha membuat perkakas dapur itu sejak 1974. Ketika ia masih berusia sekitar 25 tahun. Awalnya ia bekerja dengan seorang Tionghoa di bisnis yang sama. Seiring berjalannya waktu, ia berinisiatif untuk mengembangkan usahanya sendiri.
Sempat diajak saudaranya untuk membuka usaha tersebut di Sawahlunto, Sumatra Barat, tanah kampung halamannya. Kendati demikian, meskipun berhasil, rupanya saudaranya memilih untuk berjalan sendiri. Akhirnya Yansen kembali ke Pekanbaru dan membuka bisnis serupa serta memulainya dari awal.
Awalnya, Yansen tak hanya memproduksi spatula, tetapi juga berbagai jenis panci dan peralatan dapur lainnya. Tetapi ia menyadari jika untuk tetap dapat memproduksi semua itu diperlukan biaya yang tidak sedikit dan akhirnya ia fokus dengan tiga jenis spatula hingga saat ini. "Dulu saya produksi panci-panci dan alat dapur lainya dari alumunium tapi itu kan perlu modal besar," ungkap Yansen.
Yansen bercerita dari sejak awal mendirikan usaha ini, tak sedikitpun ia mendapatkan campur tangan pemerintah. Semua ia kerjakan sendiri dan dibantu oleh keluarganya. Ia sempat merasa tidak adil karena pemerintah banyak membantu berbagai jenis usaha masyarakat lain, tetapi tak sekalipun melirik usaha miliknya. Kendati demikian, Yansen tak patah arang. Ia tetap berjuang mempertahankan usaha yang telah puluhan tahun digeluti tersebut, bertahan dari berbagai cobaan, hingga akhirnya ia menjadi satu-satunya pengrajin perkakas alumunium di Pekanbaru.
"Tak pernah dibantu pemerintah Pekanbaru. Dulu yang memiliki usaha seperti ini banyak sekali, ada 20 lebih. Tapi sekarang tinggal saya satu-satunya di Pekanbaru ini," ujar Yansen.
Menutut pria berusia 64 tahun ini, kebanyakan teman-teman seperjuangannya tersebut telah tutup usia, dan usaha perkakas alumunium tak diteruskan oleh keluarga. "Di tahun 1998 sampai 2005 itu masih banyak yang punya usaha seperti ini. Sekarang tinggal saya. Ada yang sudah meninggal dan tidak diteruskan lagi oleh keluarganya," tutur Yansen.
Dalam satu hari, Yansen mampu membuat spatula sebanyak 10 gross atau 1.440 unit. "Sehari bisa buat 10 gross, satu gross-nya saya jual Rp280 ribu," ungkapnya.
Yansen memasarkan produknya tersebut di Pekanbaru dan beberapa kota lainnya. Seperti Padang, Bukittinggi, Batam dan lain-lain. Ia mengungkapkan, produknya tersebut bahkan telah dipasarkan hingga ke Malaysia.
"Saya jual di toko-toko kelontong. Setiap hari pasti ada permintaan, mereka menelopon dan langsung dikirimkan. Jadi setiap hari terus produksi," ujarnya.
Untuk keuntungan, Yansen mengatakan ia mendapat sekitar Rp18 juta-Rp20 juta dari usaha tersebut. Selain itu, untuk mencari bahan alumunium biasanya ia membeli dari pengumpul alumunium bekas seharga Rp15 ribu per kg. Ia juga memiliki tiga orang karyawan yang bekerja untuknya. "Kalau pakai alumunium ini masak-masak, goreng bakwan nggak akan lengket," katanya.
Yansen berharap usahanya tersebut dapat semakin maju. Ia juga mengharapkan agar Pemko Pekanbaru peduli dengan usaha-usaha industri rumah tangga seperti dirinya secara adil.(*2/ade)
Laporan: MUSLIM NURDIN