PALING BANYAK MELAPOR KE KY

Riau Menduduki Rangking Enam

Pekanbaru | Kamis, 28 November 2019 - 10:20 WIB

Riau Menduduki Rangking Enam
DISKUSI: Ketua PWI Riau Zulmansyah Sekedang, Kabid Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi KY Farid Wajdi dan Wakil Dekan Fakultas Hukum Unri H Mexsasai Indra menjadi narasumber dalam diskusi, Rabu (27/11/2019). (PWI RIAU FOR RIAU POS)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Sepanjang Januari-Oktober 2019, Komisi Yudisial (KY) menerima 49 laporan dari Provinsi Riau atau menduduki rangking 6 daerah yang banyak melapor ke KY terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

"Sepanjang Januari-Oktober 2019, KY menerima sebanyak 1.303 laporan ma­syarakat terkait dugaan pelanggaran KEPPH dan 770 surat tembusan," kata Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi KY Farid Wajd, Rabu (27/11).


Menurut Farid, laporan dari Riau termasuk paling besar atau masuk 10 besar, untuk sanksinya sudah 12 sanksi yang sudah dijatuhkan untuk wilayah Riau dari laporan yang masuk, hanya saja ada yang belum dimunitasisebanyak 7 laporan. “Tapi pada prinsipnya, ada 12 hakim yang telah dijatuhi rekomendasi sanksi yang dari KY untuk Provinsi Riau,” katanya.

Untuk prilaku yang banyak dilaporkan dari KY variatif, namun paling banyak yang dilaporkan itu pelanggaran gratifikasi, suap, prilaku profesional dan kecermatan dalam persidangan, lalu berkaitan dengan perbuatan asusila,

"Jadi kewenangan KY itu kan baik di dalam maupun di luar persidangan, di luar persidangan itu termasuk prilaku hakim baik dari hubungan interaksi sosial, interaksi antar keluarga, hubungan orang tua dan anak dan sebagainya, karena hakim harus memberikan keteladanan dan yang terpenting adalah hakim harus memiliki standar moral yang lebih tinggi daripada prilaku profesi yang lain, apalagi prilaku masyarakat awam," katanya.

Untuk sanksi yang diberikan ke hakim tersebut kata Farid, ada sanksi sedang dan sanksi ringan, yang sedang itu ada 6 bulan non palu dan ringan dalam bentuk teguran lisan dan tulisan.

Namun kata Farid, laporan yang masuk harus melalui verifikasi kelengkapan persyaratan administrasi dan substansi agar dapat diregistrasi. Di periode itu, KY menyatakan ada 178 laporan masyarakat yang dapat dinyatakan memenuhi persyaratan untuk di registrasi.

Menurut Farid, kebanyakan pelapor menyampaikan laporannya melalui jasa pengiriman surat (pos), yaitu 767 laporan, serta pelapor yang datang secara langsung ke kantor KY 239 laporan, pelaporan online sebanyak 221 laporan, serta informasi 76 laporan.

Berdasarkan jenis badan peradilan yang dilaporkan, jumlah laporan terhadap peradilan umum sangat mendominasi, yaitu sebanyak 975 laporan. Kemudian berturut-turut, yaitu Mahkamah Agung sejumlah 96 laporan,  Peradilan Tata Usaha Negara  dan Peradilan Agama masing-masing sejumlah 69 laporan dan Hubungan Industrial dan Pengadilan Tipikor masing-masing 23 laporan, peradilan niaga sebanyak 13 laporan, peradilan militer sebanyak 10 laporan, dan Mahkamah Konstitusi sebanyak 2 laporan yang tidak menjadi kewenangan KY.

Setelah melalui rangkaian hasil pemeriksaan dan diputuskan dalam Sidang Pleno periode Januari-Oktober 2019 oleh Anggota KY, maka diputuskan sanksi terhadap 124 hakim yang dinyatakan terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

 Ketua PWI Riau  Zulmansyah Sekedang sebagai  narasumber pada diskusi tersebut  mengatakan, pers mendukung lembaga-lembaga negara termasuk KY, namun dukungan itu diatur dan diamanatkan dalam UU Pers No mor40 tahun 1999.

"Kita sangat apresiasi jika memang ada program kerjasama dengan pers  diajukan KY. Kita support, begitu juga sebaliknya jika ada program yang diajukan pers ke KY harus juga di support   dan akhirnya kita harap ada sinergi yang strategis antara pers dan KY dalam dalam penguatan wewenang KY," katanya.

Dalam forum  tersebut, salah seorang peserta menginginkan KY tidak hanya ada di tingkat provinsi saja, melainkan bisa sampai ke tingkat kabupaten/kota.(*4)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook