PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Pembangunan Pasar Induk Pekanbaru di Jalan Soekarno Hatta menuai polemik. Warga sekitar di lokasi pembangunan mengeluh terkena dampak pembangunan. Permukiman warga mulai sering dilanda banjir saat hujan deras.
Masalah muncul ketika pihak pengembang pasar induk PT Agung Rafa Bonai membangun deretan kios-kios tepat di pinggir jalan baru perumahan warga. Dinding kios dibangun di atas garis sempadan bangunan (GSB). Tak ada bahu jalan. Tak ada drainase. Dinding langsung bertemu dengan jalan.
Warga sudah menyampaikan keluhan sesuai prosedur. Mulai dari RT ke RW, lalu ke Lurah Sidomulyo Barat, kemudian ke Camat Tampan. Warga juga sudah mengadu ke DPRD Pekanbaru.
Lokasi pasar induk pun didatangi Komisi IV. Beberapa pelanggaran ditemukan. Termasuk yang diadukan oleh warga soal kios tambahan di GSB.
Hearing pun digelar dan menghasilkan rekomendasi pembangunan pasar induk dihentikan sementara waktu. Tapi, pembangunan tetap berjalan. Hingga akhirnya warga menempuh jalur hukum.
Terhadap polemik pasar induk ini, Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru sendiri berusaha mencari justifikasi teknis yang akan memberikan pembenaran atas dibangunnya kios tambahan tersebut. Justifikasi tersebut sampai sekarang masih belum diutarakan.
"Masih kami finalkan," kata Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (DPP) Kota Pekanbaru Ingot Ahmad Hutasuhut, Senin (24/2) lalu.
Dia juga menyebut dirinya sudah menjalin komunikasi dengan pengacara yang ditunjuk oleh warga sekitar yang protes atas pembangunan kios tersebut. "Iya. Dia sudah komunikasi dengan kita. Kami mau finalisasi beberapa alternatif. Nanti kami diskusikan dengan stakeholder yang ada. Baik DPP maupun masyarakat," imbuhnya.
Apa poin-poin yang ada dalam justifikasi teknis tersebut, Ingot tak mau mengungkapkan. "Biar final dulu lah," singkatnya.
Di tengah protes warga atas pembangunan kios di atas GSB, sebuah statement muncul dari Pemko Pekanbaru terkait pembangunan tersebut. Dikatakan bahwa bagian dinding belakang kios itu adalah pagar yang dimaksimalkan untuk kios.
Ini yang kemudian dikritik masyarakat. Alasan itu disebut tak berdasar. Aturan main berupa Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 tahun 2012 yang mengatur hal tersebut harus dipatuhi. Jikapun itu pagar, maka tetap tidak boleh mepet dengan jalan.
GSB diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7/2012 tentang Retribusi IMB. Salah satunya, jika dekat dengan jalan lingkungan seperti di Pasar Induk, bangunan berdiri minimal sekitar lima meter dari GSB. Sementara berdiri tepat diatas GSB masuk kategori melanggar. Aturan ini yang kerap digunakan Pemko Pekanbaru untuk menindak bangunan yang menyalahi aturan.
Riau Pos beberapa waktu lalu sudah mengambil gambar udara menggunakan drone di sana. Terlihat jelas bentuk bangunan yang memang menyerupai kios, hanya sebagian adalah pagar tanpa kios di dalamnya.
Alasan sebagai pagar yang disebut pemko dikritik. Hal itu dinilai tak relevan dan tak berdasar. "Mau itu pagar, atau bangunan, pagar itu harus punya batas dengan jalan. Tidak bisa langsung ketemu pagar. Sedangkan dengan gang saja ada jaraknya. Jadi itu tidak rerlvan. Tidak ada dasarnya," kata kuasa hukum warga sekitar Pasar Induk Pekanbaru Suroto SH melalui sambungan telepon.
Suroto menyebut, sebagai pihak yang diberi kuasa oleh warga, dia sudah menjalin komunikasi dengan Kepala DPP Kota Pekanbaru Ingot Ahmad Hutasuhut. Dari pembicaraan, disebut solusi sedang dicari. "Pembangunan pasar yang bersempadan dengan jalan sudah disimpulkan keliru. Sekarang DPP sedang berkoordinasi dengan PU untuk mencari solusi. Begitu komunikasi saya dengan Kepala DPP," urainya.
Warga kata dia lagi, tetap pada pendirian bahwa harus disiapkan bahu jalan dua dengan lebar dua meter serta parit disana."Sekarang bagaimana solusi terbaiknya. Apakah ditarik dua meter kedepannya," imbuhnya.
Meski hal itu memiliki konsekuensi kios harus dibongkar, dia menegaskan aturan tetap harus dijalankan. "Seharusnya mekanisme nya kalau sudah menyalahi aturan, satpol PP punya kewenangan untuk membongkar. Sekarang itu masih dikoordinasikan. Itu dari bang Ingot tadi malam. Saya tegas sampaikan. Auran tidak bisa dinegosiasikan. Kalau ditolerir, masyarakat akan melakukan hal yang sama. Jadi itu harus dibongkar," tegasnya.(ali/*1/yls)
Laporan: TIM RIAU POS