PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) RI berhasil membongkar sindikat clandestine laboratory atau laboratorium gelap produksi narkotika jenis pil ekstasi berkedok kedai pempek. Dua pria berinisial I (33) dan H (54) diduga menjadi dalang pembuatan pil ekstasi tersebut.
Kedai Pempek Cik Put yang beralamat di Jalan Hang Tuah Ujung, Pekanbaru, Riau digunakan sebagai tempat produksi. "Per hari mereka bisa membuat 300 butir pil ekstasi," kata Deputi Pemberantasan BNN RI, Irjen Pol Drs Kenedy SH MM didampingi Dir Intelijen Brigjen Pol Ruddi Setiawan SIK SH MH, Dir Psikotropika dan Preskursor Brigjen Pol Sabaruddin Ginting dan Kepala BNNP Riau Brigjen Pol Robinson DP Siregar SH SIK dalam jumpa pers, Rabu (26/10).
Terbongkarnya aktivitas produksi ekstasi tersebut berawal dari hasil penyelidikan BNN RI. Tim melakukan pengintaian terhadap dua pria berinisial I (33) dan H (54). Keduanya diamankan di Kedai Pempek Cik Put yang di dalamnya terdapat aktivitas pembuatan narkotika jenis ineks, Selasa (25/10), pukul 13.30 WIB.
Dari hasil pengungkapan tersebut, diamankan dua plastik bening ineks berlogo minion dengan berat brutto sekitar 950 gram. Tim BNN juga mengamankan bahan-bahan pembuat narkotika, ponsel milik tersangka serta kendaraan.
"Pembuatannya memang masih secara manual, namun sudah ribuan yang diproduksi, 2.385 butir. Produksi ini dari September sampai sekarang. Satu hari bisa menghasilkan 300 butir ekstasi," terang Irjen Pol Drs Kenedy.
Kenedy menjelaskan, barang bukti tersebut dilakukan tes di Labfor Polda Riau dan hasilnya dinyatakan positif narkotika dan ekstasi. Bahan untuk membuat ekstasi ini didapatkan I dari dari DPO asal Bengkalis. "Dan ini kami juga sudah melakukan penyelidikan. Ada kaitannya dengan yang diungkap di Batam tiga bulan lalu. Bahannya itu didatangkan dari Malaysia dan sekarang orangnya masih DPO," terangnya.
Kedua tersangka ini sudah diperiksa dan mereka juga sudah mengakui tentang pembuatan clandestine laboratory tersebut. "Hasil produksi selama ini sudah dipasarkan, di Pekanbaru maupun dikirim ke luar Pekanbaru. Dengan harga mulai Rp150 ribu hingga lebih mahal lagi," sebutnya.
Atas perbuatannya, kedua tersangka terancam Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) subsider Pasal 113 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) lebih subsider Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman maksimal hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup.
Saat penggerebekan dilakukan, warga berdatangan ke kedai pempek tersebut. Mereka ingin mengetahui yang sedang terjadi. Alhasil, lokasi itu menjadi ramai dan penuh sesak dengan warga. Bahkan arus lalu lintas sempat terganggu karena para pengendara yang melintas melambatkan kendaraannya.
Sementara itu, seorang ibu yang tepat berada di samping kedai pempek tersebut dan enggan disebutkan namanya menceritakan, dirinya sempat terkejut saat orang-orang datang di depan kedai pempek tersebut. Ia mengaku tidak terlalu melihat jelas apa aktivitas tersebut. Dirinya hanya melihat banyak orang yang turun dari mobil pribadi dan sebagian mobil berplat merah.
"Sebenarnya kedai pempek itu menyewa sama kami. Keluarga kami yang punya bangunan tokonya itu. Yang menyewa bukan I, tetapi istrinya yang kalau tak salah namanya Puput," ungkap ibu berkerudung ini saat ditemui Riau Pos.
Bahkan, dirinya mengaku tidak terlalu kenal akrab terhadap Puput dan suaminya tersebut. Apalagi, tersangka H tersebut. Meski mereka telah menyewa cukup lama tetapi jarang bercengkrama karena memiliki usaha masing-masing.
"Memang si Puput ini sudah tahun kedua sewa kedai keluarga kami. Kalau pas ketemu ya biasa saja. Tetapi jarang sih. Memang dua atau tiga hari sebelum penggerebekan tersebut Puput punya firasat dan selalu minta pada suaminya agar jangan pergi ke mana-mana," ungkapnya.(ilo)