PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- SETELAH dilantik, Andi Wijaya resmi menjabat sebagai Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru periode 2020-2024 menggantikan Aditia Bagus Santoso, Senin (24/2) bertempat di Hotel Grand Zuri Pekanbaru.
Pada kesempatan itu, Andi Wijaya mengatakan, LBH hadir di Riau untuk masyarakat miskin, tertindas dan termazinalkan. Sehingga estapet harus dipastikan LBH Pekanbaru itu ada dan tetap berjuang untuk rakyat miskin yang tertindas dan termazinalkan di Riau.
Ia menuturkan, di Riau setiap tahun terjadi kebakaran hutan dan lahan. Sehingga Riau menjadi tempat yang sangat berbahaya akibat dampak asapnya. Yang efeknya besar bagi kesehatan kita. Ini kenapa? Ini masalahanya berbicara tentang bagaimana tata perizinan atau tata kelola lingkungan hidup. Untuk itu bagaimana bantuan hukum itu sebagai tonggak dalam penegakan hukum lingkungan khususnya kasus karhutla.
"Pak Syarifudin divonis bebas. Pak Syarifudin adalah salah satu korban bagaimana dia mnjadi tersangka dan akhirnya dia dibebaskan oleh pengadilan negeri," ujarnya.
Artinya apa? Atinya selama ini kasus karhutla hanya menyasar kepada kaum-kaum miskin, kecil dan buta hukum yang tidak ada pendampingan bantuan hukum di tingkat kepolisian dan pengadilan juga.
"Di sinilah LBH hadir, bagaimana memastikan bahwa proses penegakan hukum itu tidak pro rakyat. Bagaimana melihat kasus Syarifudin dan kasus kecil lainnya yang ada di daerah-daerah. Apakah mereka yang menjadi pelaku utama atau menyebabkan asap di Riau. Tentu tidak," sebutnya.
Untuk itu, LBH Pekanbaru 4 tahun ke depan akan fokus kepada isu penegakan hukum lingkungan baik itu pertambangan, Karhutla ataupun isu-isu berkaitan dengan energi kotor. "Ini akan menjadi fokus LBH kedepan. Bagaimana masyarakat itu akan terpenuhinya hak ekonomi sosial dan budaya," tegasnya.
Sementara Aditia Bagus Santoso dalam sambutannya, mengingatkan dan berkaca dari kasus Syarifudin, bahwa kakek Syarifudin tidak bersalah dan dia dikriminalisasi oleh hukum yang hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Sehingga, saat itu kami mendapingi kakek Syarifudin tidak di tingkatan awal tetapi di pertengahan. Dan dengan kerja bantuan hukum struktural kami bisa menjadikan kasus ini kasus yang waktu itu viral, mendapatkan dukungan sampai tiga ribu orang. Dan berhasil mendapatkan putusan kakek Syarifudin dinyatakan tidak bersalah. Dari kasus ini bisa didapatkan gambaran bahwa apapun yang kami lakukan tidak bisa sendiri tetapi berkat dukungan jaringan," ujarnya.
Ketua Badan Pengurus Yayasan LBH Indonesia, Asfinawati menambahkan, yang diperjuangkan LBH sangat berat. Bagaimana mengubah sistem politik yang hanya menguntungkan segelintir orang di negeri ini.
"Kita bisa melihat ketika pemilu kita dijadikan konsituen mereka, dibujuk dan dirayu dan mungkin dikasi uang (suap). Tapi begitu sudah dilantik kita jadi tidak ada lagi. Undang-Undang dibuat tanpa kita, bukan untuk kita. Kebijakan ekonomi tidak mendengarkan kan suara masyarakat kecil. Kebijakan kesehatan tidak mendengarkan suara perempuan dan atau masyarakat miskin," ujarnya.
Lanjutnya dan tiba-tiba keikutsertaan masyarakat hilang, setelah masyarakat mencoblos. Itu terus menerus terjadi, tetapi masyarakat Indonesia terus menerus tertipu.
"Itu mungkin anggapan saya saja. Mungkin kelebihan orang Indonesia yang sangat pemaaf," terangnya.(ksm)
Laporan DOFI ISKANDAR