PENYINTAS COVID-19

Lindungi Keluarga, Kesadaran Sendiri Jalani Isolasi Mandiri

Pekanbaru | Selasa, 24 November 2020 - 19:45 WIB

Lindungi Keluarga, Kesadaran Sendiri Jalani Isolasi Mandiri
Aktivitas OTG yang menjalani isolasi mandiri di Bapelkes Pekanbaru akhir September lalu (ISTIMEWA)

Kecemasan akan kondisi tubuh yang menunjukkan tanda-tanda terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) berbuah kenyataan diagnosa positif. Kabar ini bagi FS tak membuatnya down. Dengan kesadaran sendiri dia menjalani isolasi mandiri. Semata-mata ini dilakukan untuk melindungi jiwa keluarga dan orang-orang terdekatnya. 

Laporan M ALI NURMAN, Pekanbaru 

Sedikit pun di benak FS yang kini berusia 32 tahun tak pernah terlintas dirinya akan terpapar Covid-19. Karena, sejak awal wabah itu datang,  berbagai antisipasi dan upaya pencegahan telah dilakukan, namun imun dalam tubuhnya menyerah. 
Baca Juga :Lonjakan Kasus Covid-19, Kemenkes Minta Pemda Waspada

Dia dinyatakan positif terpapar Covid-19 usai melakukan swab pada 18 Oktober 2020 lalu. Sebelumnya, dia tak merasakan tanda yang begitu kentara seperti demam tinggi atau sesak nafas. Tanda yang dirasakannya adalah lihat yang terasa pahit dan tubuh yang lemas.

 "Tidak ada gejala yang begitu terasa. Tapi, sejak akhir September kemarin memang tubuh terasa melemah," ujar pria berisnisil FS ini, Selasa (24/11/2020) kepada Riau Pos. 

Meski tidak memiliki gejala yang jelas dan masuk kategori OTG (orang tanpa gejala), FS harus menjalani isolasi atau karantina agar tidak menyebarkan virus berbahaya ini ke keluarga dekat maupun lingkungan sekitar. 

Sejak akhir September dia merasakan kondisi tubuh yang tidak begitu fit seperti biasanya. Terkadang tubuh yang dalam keadaan bugar, tiba-tiba terasa lemas. Namun kondisi itu tak serta -merta dirasakan setiap hari. Kondisi lemas itu datang hanya sesekali. Tatkala kondisi itu datang juga disertai dengan suhu tubuh yang sedikit meningkat panas dari biasanya. 

Sesekali batuk juga mendera. Kondisi itu seperti terus berbalik setiap hari padanya. Memang rutinitasnya sebagai karyawan swasta di salah satu perusahaan di Kota Pekanbaru menuntut mobilitas yang tinggi. Namun, keadaan itu dirasa tak seperti biasanya terjadi. 

"Demam hanya sesekali saja saat malam hari. Sudah berobat ke klinik dan di observasi, hanya demam biasa dan sembuh lagi," terang pria berambut ikal ini. 

Namun, tetap saja kondisi itu membuat dia tak nyaman. Apalagi saat ini memang rentan terjadi penyebaran virus dilingkungan kerja. Walaupun ia terlihat sehat dan tidak begitu mengeluh kan rasa sakit, perasaan cemas akan terserang Covid-19 itu muncul di benaknya. 

Hingga ia melakukan tes swab dari tempat ia bekerja. Bak seperti mendengar petir di siang hari. Hati nya tak tentu arah mendapatkan pemberitahuan dari medis usai menjalani tes bahwa ia dinyatakan positif terpapar virus yang berbahaya ini. 

"Saya khawatir keluarga juga terpapar karena saya OTG. 19 Oktober 2020 saya masuk karantina," terangnya. 

Memang berat baginya harus berpisah dengan keluarga, dan meninggalkan pekerjaan untuk sementara waktu dalam masa karantina ini.

Namun, dibulatkannya tekad bahwa ia harus melindungi orang di sekelilingnya. Ia harus menjalani isolasi selama 14 hari sesuai anjuran pemerintah agar tak memindahkan virus ke orang lain. 

Dia memulai kehidupan baru sejak 19 Oktober siang itu di Gedung Bapelkes Jalan HR Subrantas, sebagai salah satu tempat karantina yang disiapkan pemerintah bagi OTG Covid-19. Ia bergabung dalam lingkungan dengan OTG Covid-19 lainnya yang lebih dulu menjalani isolasi. Ruangan mereka terpisah dan hanya diisi satu orang pada setiap ruangan. 

Di dalam sebuah ruangan berukuran 3x3 meter ia mengisolasi diri. Dengan suplai vitamin dan obat-obatan, dan dimbangi berolahraga setiap hari ia bertarung melawan virus yang telah bersarang di tubuh ayah dua anak ini. 

Dalam menjalani karantina ini, dirinya merasa tak nyaman menjalani hari-hari. Pikirannya menerawang, selalu memikirkan keluarga yang ia tinggalkan. 

"Keluarga, keluarga yang terpikir di rumah. Takut mereka juga terpapar," ujarnya. 

Belum lagi keluarga yang ditinggalkan di rumah, dan merasa dikucilkan lingkungan sekitar sebagai kontak erat pasien positif Covid-19 membuat pikiran itu selalu membayangi selama ia menjalani karantina. 

Namun, syukur seorang istri dan dua buah hatinya negatif dari virus berbahaya ini. Hanya melalui telepon komunikasi ia jalani bersama keluarga selama dikarantina. 

Tapi, itu cukup baginya sebagai penyemangat dirinya harus sembuh dari serangan virus ini. Apalagi ketika dua buah hatinya berkata "Kapan Ayah pulang" sontak membuat ia sedih sekaligus menjadi semangat dirinya harus sembuh. 

"Dorongan keluarga membuat saya semangat dan dapat sembuh," kata FS. 

Benar saja, 14 hari lamanya menjalani perawatan dan isolasi ia dapat sembuh dan negatif dari Covid-19. Hal itu tentu saja membuat ia senang karena dapat berkumpul dengan keluarga dan menjalani aktivitas seperti biasa kembali. 

Namun walaupun begitu ia tetap lebih waspada lagi dan disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari.

Editor : Eka G Putra









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook