PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Sebanyak 18 provinsi penghasil kelapa sawit di Indonesia melakukan pertemuan guna membahas dana bagi hasil (DBH) yang selama ini dinilai masih kecil bagi daerah. Dalam pertemuan di Hotel Grand Central, Pekanbaru beberapa waktu lalu, lima gubernur hadir langsung sementara daerah lainnya dihadiri wakil gubernur, sekretaris daerah dan juga kepala dinas.
Gubernur Riau Syamsuar mengatakan, hingga kini Provinsi Riau dan beberapa provinsi penghasil kelapa sawit lainnya, belum sepenuhnya bisa menikmati hasil kelapa sawit. Terutama dari bidang pungutan ekspor kelapa sawit dan turunannya yang selama ini dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Lebih lanjut Gubri mengatakan, hingga saat ini dana pungutan ekspor kelapa sawit dan produk turunannya tersebut belum ada alokasinya masuk ke provinsi penghasil. Padahal Riau dan beberapa daerah lainnya selama ini adalah daerah penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia.
"Dana pungutan ekspor kelapa sawit itu hingga saat ini juga belum ada alokasinya ke Riau, juga daerah penghasil lainnya. Untuk hal ini, perlu dukungan dari semua pihak agar dana tersebut bisa teralokasikan ke daerah," kata Syamsuar.
Dalam pertemuan dengan para gubernur penghasil kelapa sawit tersebut, disepakati bahwa para gubernur akan membahas perubahan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Dana Perimbangan bersama para anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Pada undang-undang tersebut telah diatur secara spesifik dalam satu pasalnya yang menyebutkan komoditas perkebunan tidak termasuk yang bisa menerapkan DBH.
"Untuk mendapatkan DBH tersebut, kuncinya adalah mengubah undang-undang tersebut. Dan semua provinsi penghasil kelapa sawit sudah sepakat untuk membahas itu bersama perwakilannya masing-masing di DPD dan DPR RI," sebut Gubri. "Kalau Undang-undang itu belum berubah, maka aturan terkait pembagian dana pungutan ekspor kelapa sawit itu tidak akan berubah juga. Untuk itu, perlu dukungan dari anggota DPD dan DPR RI kita," sambung Syamsuar.
Setelah pertemuan gubernur dengan para anggota DPD dan DPR RI-nya masing-masing, lanjut Syamsuar, maka akan dilakukan pertemuan lanjutan bersama para gubernur penghasil kelapa sawit tersebut. Pertemuan tersebut bisa kembali dilakukan di Riau, atau langsung di Jakarta. "Jadi nanti akan dibuat lagi pertemuan dalam skala besar antara gubernur provinsi penghasil kelapa sawit dan anggota DPD serta DPR RI-nya," ujarnya.
Selain membahas soal DBH kelapa sawit, dalam pertemuan tersebut juga sempat dilakukan pembahasan mengenai DBH dari sektor minyak dan gas. Pasalnya, pada sektor ini daerah penghasil juga dinilai masih belum banyak mendapatkan hasil. "Soal DBH minyak dan gas juga sempat dibahas tadi, termasuk soal pajak dan hal lainnya yang berkaitan dengan DBH ini. Salah satu targetnya nanti yakni daerah penghasil minyak bumi, gas dan kelapa sawit mendapatkan 80 persen DBH," lanjut Gubri.
Khusus untuk sektor sawit, menurut Gubri, dari dana pungutan ekspor kelapa sawit tersebut, daerah penghasil kelapa sawit hanya mendapatkan dana bantuan untuk replanting atau peremajaan kebun kelapa sawit sebesar Rp25 juta per hektare. Seharusnya Provinsi Riau mendapatkan lebih dari itu.
"Kalau sudah ada undang-undang baru, maka baru bisa dimasukkan dana bagi hasil ke daerah dari sektor pungutan ekspor kelapa sawit tersebut," ujarnya.(zed)
Laporan Soleh Saputra, Pekanbaru