PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Setelah Jalan Sudirman ditutup Selasa malam (21/4), malam tadi (22/4) giliran Jalan HR Soebrantas yang ditutup. Ini dilakukan terkait penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Pekanbaru yang memasuki hari keenam. Kasatlantas Polresta Pekanbaru Kompol Emil Eka Putra pun membenarkan hal itu.
"Ya, Jalan Jenderal Sudirman tetap ditutup ditambah satu lagi Jalan Soebrantas," sebutnya.
Emil menambahkan, bagi yang keluar rumah terpaksa harus mengikuti pengalihan arus yang telah dibuat. Lebih lanjut, dijelaskannya terdapat empat jalur alternatif yang dapat ditempuh. Jika pengguna jalan dari arah utara, maka harus melintasi Jalan Soekarno-Hatta-Pasar Pagi Arengka-Jalan KH Nasution-Jalan Kubang Raya. Pun bisa melintasi Jalan Tuanku Tambusai-Jalan Air Hitam-Jalan Garuda Sakti-Jalan Raya Pekanbaru-Bangkinang. Jika dari arah selatan, maka pengguna jalan melewati Jalan Kubang Raya-Jalan Garuda Sakti-Jalan Air Hitam-Jalan Tuanku Tambusai Ujung-Jalan Siak II. Masih dari arah selatan, dari Jalan KH Nasution-Jalan Soekarno-Hatta-Jalan Riau-Jalan Panjaitan. Selanjutnya, jika tidak dari arah barat, maka melewati Jalan Raya Pekanbaru-Bangkinang-Jalan Garuda Sakti-Jalan Air Hitam-Jalan Tuanku Tambusai-Jalan Siak II. Selain itu bisa melewat Jalan Raya Pekanbaru-Bangkinang-Jalan Kubang Raya-Jalan KH Nasution-Jalan Raya Pasir Putih.
"Terakhir, jika dari arah timur maka melewati jalan Arifin Achmad-Jalan Soekarno-Hatta-Jalan Tuanku Tambusai-Jalan Air Hitam-Jalan Garuda Sakti-Jalan Raya Pekanbaru-Bangkinang," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, ada empat jalur alternatif di ruas Jalan Jenderal Sudirman.
Pertama, jika pengguna jalan dari utara maka melewati Jalan Yos Sudarso-Jembatan Siak 3-Jalan Juanda-U Turn Siak 4-Jalan Setya Budhi-Jalan Sultan Syarif Kasim-Jalan Diponegoro-Jalan Kapling-Jalan Imam Munandar. Alternatif kedua dari utara yakni Jalan Riau-A Yani-Jalan Cut Nyak Dien-Jalan Tanjung-Jalan Pepaya-Jalan Tuanku Tambusai-Jalan Soekarno-Hatta.
Kedua, jika pengguna jalan dari arah selatan maka harus melintasi Jalan Kharuddin Nasution-Arifin Achmad-Soekarno Hatta-Jalan Riau-Jalan Yos Sudarso. Ketiga, jika dari arah barat maka melewati Jalan Tuanku Tambusai-U Turn fly over-Jalan Pattimura-Jalan Kapling-Jalan Imam Munandar. Keempat, jika dari arah timur maka pengguna jalan melewati Jalan Imam Munandar-Jalan Kelapa Sawit-Jalan Parit Indah-U Turn Gapensi-Jalan Arifin Achmad. Alternatif kedua, Jalan Hang Tuah-Jalan Sultan Syarif Kasim-Jalan Setya Budhi-U Turn Mal Pekanbaru-Jalan Sam Ratulangi-Jalan A Yani.
PSBB Tidak Bisa Jalan Sendiri
Penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menjadi salah satu senjata pemerintah mengurangi penularan virus corona (Covid-19). Namun di sisi lain, soal tes juga harus berjalan seiring. Birokrasi pemerintah mendapat sorotan tajam dari sejumlah pakar kesehatan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI).
Di tengah perang pandemi Covid-19 saat ini, birokrasi masih saja berbelit. Soal PSBB misalnya. Ketua Ikatan Alumni (ILUNI) UI FKM Usman Sumantri mengungkapkan, harusnya dalam penetapan PSBB tak perlu lagi menunggu izin dari pusat. Daerah bisa memutuskan sesuai dengan keadaan wilayahnya. Bahkan, harusnya dapat diberlakukan sebelum adanya kasus di wilayahnya. Sehingga, tidak ada penularan.
"Dan PSBB ini kan memang harusnya nasional. Kalau seperti saat ini kan memperpanjang birokrasi, kalau izin bolak-balik malah jadi masalah," ungkapnya dalam diskusi daring, Rabu (22/4).
Pemerintah, kata dia, cukup menyediakan petunjuk pelaksana saja yang kemudian bisa diterapkan oleh setiap daerah. Dengan begitu, daerah bisa cepat merespons kondisi penularan Covid-19 di masyarakat. Selain itu, Usman mengingatkan bahwa PSBB ini tidak bisa jalan sendiri. harus ada social safety net yang menyertai. Tujuannya jelas, agar masyarakat tetap di rumah. "Harus segera disalurkan semua program bansos itu," katanya. Aparat juga diminta untuk bersikap tegas ketika ada masyarakat yang melanggar aturan dalam PSBB.
Senada, Ahli Epidemiologi FKM UI Pandu Riono pun mengamini. Ia justru merasa heran ketika PSBB diterapkan lokalan. Padahal, pandemi ini sudah menjadi bencana nasional bukan lagi bencana provinsi.
"Ini bencana nasional. Bukan tsunami di Aceh atau di Palu," keluhnya.
Dia menduga, hal ini disebabkan aturan tentang PSBB langsung copas dari UU karantina. Sedangkan, jika dibedah, UU Karantina ini ditujukan untuk penyakit lain bukan Covid-19.
"Akhirnya muncul birokrasi-birokrasi tidak penting ini. Ngapain minta izin Menkes dulu," katanya. Menurut dia, bukan izin yang harus diberikan oleh menkes namun bantuan teknis pada daerah-daerah dalam penerapannya. "Itu yang harus dilakukan, tapi tidak dilakukan,” imbuhnya.(s/mia/lyn/jpg)