PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Etnis Tionghoa merayakan Tahun Baru Cina atau yang selalu dikenal dengan Imlek, Ahad (22/1). Perayaan pergantian tahun ini sangat erat kaitannya dengan tanda binatang menurut siklus zodiak Cina.
Tahun 2023, Imlek jatuh pada Tahun Kelinci, khususnya Kelinci Air. Kelinci selalu dilambangkan sebagai simbol umur panjang, kedamaian, dan kemakmuran dalam budaya Tionghoa. Bahkan tahun 2023 diprediksi menjadi tahun harapan.
Ketua Umum Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Riau Stephen Sanjaya mengatakan, perayaan menandakan dimulainya Tahun Kelinci Air. Dimulai pada 22 Januari 2023 dan berakhir pada 9 Februari 2024 yang merupakan Tahun Naga.
Shio Kelinci merupakan binatang keempat dalam siklus zodiak Cina yang terdiri atas 12 shio hewan yang dimulai dari tikus hingga babi. Dalam budaya Cina, hewan lucu dan menggemaskan ini melambangkan perdamaian dan kemakmuran, sehingga 2023 diharapkan menjadi tahun harapan, termasuk pemulihan ekonomi.
Sementara simbol air yang melengkapi kelinci diartikan sebagai salah satu sumber kehidupan. Kelinci terkenal dengan kelembutannya di antara 12 hewan lainnya di dalam zodiak Cina. Orang yang lahir pada tahun Kelinci disebut ''Kelinci'' dan diyakini orang tersebut memiliki sifat waspada, jenaka, berpikiran cepat, dan cerdik.
''Setelah melewati Tahun Macan yang berat dan penuh rintangan akibat pandemi Covid-19, kita akan tiba di Tahun Kelinci Air yang penuh ketenangan dan harapan,'' ujar Stephen Sanjaya kepada Riau Pos, akhir pekan lalu.
Dikatakannya, kelinci identik dengan sifatnya yang lembut serta hati-hati. Kemudian mudah beradaptasi, sehingga dapat melindungi dirinya dari bahaya. ''Kita berharap di Tahun Kelinci Air ini penuh harapan, kesabaran dan kesuksesan, lembut dan tenang, kasih sayang serta tahunnya
pemulihan,'' tuturnya.
Ketua Panitia Imlek Bersama Pekanbaru ini menambahkan, di tahun sebelumnya orang masih khawatir membuka usaha. Tapi memasuki Tahun Kelinci Air, orang mulai berani beraktivitas di bidang ekonomi. Apalagi pemerintah telah mencabut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), sehingga pergerakan ekonomi dapat kembali normal.
Namun Stephen mengingatkan karakter kelinci yang tidak terlalu agresif. Shio apa yang beruntung di Tahun Kelinci Air? Stephen mengatakan, hampir semua shio bagus, namun terdapat beberapa shio yang dikatakan hoki di Tahun Kelinci Air, yaitu mereka yang Shio Kambing dan Babi.
''Meski Tahun Kelinci Air penuh harapan, tetapi tergantung orangnya karena setiap keberhasilan tentunya kita sendiri yang harus mengusahakan,'' tegasnya.
Di tempat terpisah, Humas PSMTI Riau Ket Tjing mengatakan, berbagai kegiatan digelar untuk memeriahkan Imlek 2574/2023 di Kota Pekanbaru. ''Perayaan Imlek kembali dilaksanakan setelah vakum selama dua tahun akibat pandemi Covid-19. Perayaan mengambil tema Satu Hati Satu Langkah Indonesia Bangkit dan Kuat,'' tambahnya.
Rangkaian perayaan diawali dari pengobatan gratis di Mal Pekanbaru pada 15 Januari lalu. Kemudian Lomba Dekorasi Rumah Nuansa Imlek pada 18- 24 Januari yang berhadiah uang tunai jutaan rupiah. Kemudian, ada pesta kembang api di Jalan Karet pada Sabtu (21/1) tengah malam, serta Perayaan Imlek Bersama pada Selasa (24/1), bertepatan hari ketiga Imlek (cuesa) di SKA Co Ex Pekanbaru.
Rangkaian kegiatan Perayaan Imlek Bersama akan ditutup dengan perayaan Cap Go Meh di Mal Pekanbaru pada 4- 5 Februari. Cap Go Meh mendatang akan dimeriahkan fashion show, lomba dance, bazar Imlek, dan acara kesenian.
Untuk lebih menyemarakkan Tahun Baru Imlek, di Kampung Tionghoa Melayu Pekanbaru Jalan Karet sudah terpasang 551 lampion. Jumlah lampion diambil dari tahun kelahiran salah satu tokoh dari Cina, Konfucius yang lahir tahun 551 SM. Jadi perayaan Tahun Baru Imlek pada tahun ini dihitung dari tahun 551 + 2023, adalah 2574 Kongzili.
''Kita akan menyemarakkan perayaan tahun baru Imlek ini sedikit meriah setelah dua tahun terakhir kita tidak mengadakan kegiatan apapun akibat pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia dan Provinsi Riau khususnya,'' ujarnya.
Dijelaskan Ket Tjing, untuk tradisi saat Imlek sendiri, biasanya digelar kegiatan satu hari menjelang pergantian tahun baru bagi warga Tionghoa yang masih mengikuti tradisi budaya adalah melaksanakan sembahyang kepada para leluhur atau orangtuanya yang telah wafat di altar rumah masing-masing.
Hal tersebut sesuai pepatah Tionghoa yakni, ''Ketika Minum Air Ingatlah Sumbernya''. Maksudnya kita ada di dunia ini karena adanya budi orang tua dan leluhur kita.
Umumnya semua masyarakat sibuk mempersiapkan akhir menyambut tahun baru Imlek (Hokkian : sincia), seperti memasang pernak-pernik Imlek, menyiapkan kue-kue dan minuman untuk kerabat dan tamu yang akan berkunjung, masak makanan untuk makan malam bersama keluarga. Tapi di kota-kota besar umumnya makan di restoran atau hotel.
Setelah itu, malam chuxi ini yaitu sebelum pergantian tahun, melaksanakan ritual dan syukuran tahun yang berlalu dan berdoa menyongsong tahun baru dengan harapan-harapan yang baik. ''Ritual tersebut dapat digelar di rumah masing-masing atau dialek Hokkian : pai thikong, sujud sembah (puja) kepada Tuhan YME maupun ke tempat ibadah sesuai keyakinan masing-masing,'' kata dia.
Masyarakat Tionghoa menganggap hari pertama di Tahun Baru Imlek merupakan awal mulanya nasib dan keberuntungan pada tahun yang bersangkutan sehingga banyak sekali larangan dan pantangan dalam merayakan Tahun Baru Imlek.
''Semua larangan atau pantangan ini boleh dipercaya boleh tidak, tergantung pada pribadi masing-masing. Tapi sebagian masih dipercayai masyarakat Tionghoa pada umumnya. Namun sebagian lagi sudah tidak terlalu ditaati karena perkembangan zaman dan era globalisasi, terutama bagi generasi muda seperti berpakaian warna hitam dan putih dan potong kuku,'' kata dia.
Dijelaskan Ket Tjing, larangan dan pantangan dalam merayakan Tahun Baru Imlek di antaranya, minum obat. Pada hari pertama di tahun baru sangat dilarang minum obat karena itu artinya seseorang akan sakit sepanjang tahun.
Kemudian, makan bubur untuk sarapan dianggap sebagai makanan orang miskin. Oleh karena itulah bubur dilarang dimakan sebagai sarapan pada hari pertama tahun baru agar orang tidak memulai tahun baru ini sebagai orang miskin.
Lalu, mencuci pakaian. Orang Tionghoa tidak akan mencuci baju pada hari pertama dan kedua tahun baru. Mengapa demikian? Karena dua hari pertama di tahun baru merupakan perayaan lahirnya Shuishen (Dewa Air). Bahkan, mencuci pakaian juga dianggap menghilangkan keberuntungan yang sudah mereka dapatkan sepanjang tahun yang sudah lewat.
Mencuci rambut dilarang juga dilarang pada hari pertama tahun baru. Dalam bahasa orang Tionghoa, kata yang berarti ''rambut'' memiliki pengucapan dan karakter yang mirip fa dalam facai yang berarti ''menjadi makmur''. Oleh karena itu mencuci rambut dianggap akan menghilangkan keberuntungan pada awal tahun baru.
Selanjutnya, menggunakan benda tajam seperti pisau dan gunting yang juga dilarang agar menghindari terjadinya kecelakaan. Kecelakaan adalah tanda sial bagi orang Tionghoa. Kecelakaan pada awal tahun bisa menjadi pertanda ketidakberuntungan di sepanjang tahun yang baru.
Selain itu, masyarakat Tionghoa, seorang wanita sebaiknya tidak meninggalkan rumahnya. Jika melanggar, dia akan tertimpa nasib buruk sepanjang tahun. Seorang anak perempuan yang sudah menikah tidak diperbolehkan mengunjungi rumah orang tuanya karena hal itu dipercaya bisa membawa nasib buruk bagi kedua orang tuanya.
Selanjutnya, menyapu rumah juga dilarang pada awal tahun baru. Membersihkan rumah menggunakan sapu dipercaya akan menyapu rezeki sepanjang tahun. Oleh karena itulah mereka tidak akan menyapu pada hari pertama tahun baru.
Selain itu, orang Tionghoa juga menganggap tangis bayi akan membawa nasib buruk bagi seluruh anggota keluarga. Oleh karena itulah, pada hari pertama tahun baru ini mereka berusaha sebisa mungkin agar bayi dalam keluarga itu tidak akan menangis sedetik pun.
Membeli buku dan sepatu juga dilarang di hari-hari pertama festival karena lafal kedua kata itu secara bunyi mirip dengan kata ''kalah'' dan ''jahat'' dalam bahasa mandarin dan kanton.
Orang Tionghoa juga tidak akan memberikan pinjaman uang pada hari pertama tahun baru. Dan semua utang seharusnya sudah dibayar menjelang perayaan tahun baru. Jika seseorang meminjam uang kepada orang lain di tahun lalu, jangan pergi ke rumahnya untuk menagih utang. Orang yang menagih utang pada hari pertama tahun baru akan mendapat celaka sepanjang tahun.
Kotak tempat penyimpanan beras juga tidak boleh dibiarkan kosong pada hari pertama tahun baru. Kotak beras yang kosong akan membuat pemiliknya cemas karena dianggap sebagai pertanda buruk untuk tahun yang baru. Bukan itu saja, terdapat larangan bagi mereka yang sedang sakit. Bagi mereka yang sedang sakit harus tetap menerima tamu di ruang keluarga.
Membunuh binatang, atau darahnya dianggap sebagai pertanda buruk yang akan membawa nasib buruk. Oleh karena itu orang Tionghoa tidak akan membunuh binatang pada tahun baru. Pisau dan gunting yang bisa menyebabkan luka pun harus disingkirkan untuk menghindari terjadinya kecelakaan.
Memakai baju hitam putih juga dilarang. Dua warna itu secara tradisional dianggap sebagai pertanda duka. Orang Tionghoa akan menggunakan pakaian warna-warni pada hari pertama di tahun baru untuk menunjukkan keceriaan.
Namun, orang Tionghoa dilarang memberikan hadiah berupa jam, gunting, atau buah pir. Semua benda itu dipercaya mempunyai arti yang buruk dalam kebudayaan Tionghoa.
Selain itu, larangan menceritakan hal yang buruk, setiap orang yang merayakan Imlek sebaiknya jangan bercerita tentang kesedihan dan kematian, karena itu akan dianggap bermakna buruk dan sial.
Namun, bagi etnis Tionghoa setiap menu yang disajikan spesial untuk merayakan Imlek dipercaya sebagai simbol harapan dan doa agar seluruh anggota keluarga dilimpahi kesehatan dan keberuntungan di tahun yang baru. Seperti, kue keranjang yang hanya dibuat pada saat menjelang Imlek ini juga disebut dengan nian gao (kue tahun baru). Bentuknya yang bulat melambangkan harapan kerukunan dan persatuan dalam keluarga. Selain itu, teksturnya yang lengket menandakan keakraban antar-anggota keluarga.
Selain itu, sajian ikan bandeng kerap hadir di perayaan Imlek karena dianggap melambangkan kelimpahan rezeki dan kemakmuran. Ikan bandeng biasanya diolah menjadi otak otak dan dihidangkan secara utuh dari kepala hingga ekor dengan berat minimal tiga kilogram agar dapat disantap oleh seluruh anggota keluarga. Setiap perayaan Imlek, jeruk memang tidak pernah ketinggalan untuk disajikan, baik jeruk mandarin, tangerine, maupun jeruk bali (pomelo). Selain itu, ada siu mie yang merupakan makanan yang memiliki peranan penting di setiap acara adat Cina, termasuk Hari Raya Imlek. Mi ini memiliki arti khusus bagi masyarakat Tionghoa, yaitu simbol dari umur panjang, kebahagiaan, dan rezeki yang berlimpah.
Ayam atau bebek adalah kuliner khas Imlek selanjutnya. Sama seperti ikan, ayam atau bebek disajikan secara utuh. Makanan ini dianggap menggambarkan keutuhan keluarga dan bahagia. Selain itu, ayam atau bebek menjadi simbol udara yang memiliki arti kesetiaan dan ketaatan.
Selain itu, ada manisan yang merupakan salah satu makanan ringan yang selalu ada saat Imlek. Cemilan ini biasanya disuguhkan di kotak segi delapan yang dikenal sebagai tray of togetherness atau prosperity box.
Manisan segi delapan mengandung makna pada masing-masing kotak. Seperti kacang tanah yang melambangkan panjang umur dan semangka merah yang melambangkan kebahagiaan dan kejujuran.
Kue mangkuk juga menjadi kue yang sering hadir pada saat perayaan Imlek. Kue mangkuk yang berwarna merah dan berbentuk mekar ini melambangkan rezeki yang akan terus berkembang sepanjang tahun.
Selanjutnya, yu sheng yakni makanan berupa salad yang berisikan aneka sayuran seperti wortel, lobak dengan potongan ikan tuna atau salmon mentah segar yang sebelumnya direndam dalam campuran minyak wijen, minyak goreng, dan merica.
Sementara itu, Ketua Umum IKTS Tohan menambahkan, dalam tradisi Imlek, umat Buddha biasanya melakukan pembersihan tempat sembahyang. Namun hal tersebut tidak lantas dilakukan dengan asal-asalan, melainkan dengan tata cara yang telah sesuai aturan yang ada.
Umat buddha baru bisa melakukan aktivitas bersih-bersih tempat ibadah dan patung dewa-dewi hanya pada tanggal 24 bulan ke-12, dalam penanggalan Cina. Sebab, pada tanggal itu semua dewa sudah naik ke langit dan rupang mereka sudah kosong sehingga bisa dibersihkan.
''Jadi ada satu dewa yaitu Dewa Dapur yang bertugas mencatat semua perbuatan baik dan buruk. Setelah itu dia akan pergi melapor bersama dewa-dewi yang ada di rumah ke langit. Setelah itulah baru rupang bisa dibersihkan dan nanti akan disambut kembali saat hari keempat Imlek,'' ujarnya.(das)
Laporan PRAPTI DWI LESTARI, Pekanbaru