PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Wali Kota Pekanbaru Pekanbaru Dr H Firdaus ST MT hingga kini belum memutuskan penyiapan anggaran yang diperlukan untuk tunjangan penghasilan pegawai (TPP) bagi guru sertifikasi. Padahal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah menegaskan mengembalikan kebijakan tersebut pada kepala daerah.
Arahan Kemendikbud ini disampaikan melalui surat yang menjadi jawaban atas pertanyaan utusan dari Pekanbaru yang datang ke sana mempertanyakan terkait kebijakan TPP. Dalam surat dari Kemendikbud yang diterima wako, disebutkan bahwa Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 33/2018 tentang Perubahan atas Permendikbud RI Nomor 10/2018 tentang petunjuk teknis penyaluran tunjangan profesi, tunjangan khusus dan tambahan penghasilan guru pegawai negeri sipil hanya mengatur dana APBN. Tunjangan keuangan dari APBD diatur sendiri oleh pemerintah daerah. Bahwa pemerintah daerah dapat memberi TPP kepada PNS di daerah.
Riau Pos, Selasa (21/5) mewawancarai Wako Pekanbaru terkait tindak lanjut pasca surat dari Kemendikbud diterima.’’Belum ada perkembangan. Yang dijawab Kementerian Pendidikan kemarin masih normatif,’’ kata Wali Kota.
Firdaus kemudian menggarisbawahi dalam surat tersebut disampaikan bahwa TPP dimungkinkan diberikan. Namun, ada beberapa hal yang juga jadi persoalan.
’’Begini persoalannya, sertifikasi itu sekarang dibayar melalui APBD. Kalau sertifikasi dibayar tidak dititipkan di APBD, itu masih mungkin. Ini bayarnya tetap melalui rekening di APBD, walaupun sumbernya dari mereka. Kan lucu, dalam satu dokumen anggaran dibayar dua,’’ tukas Firdaus.
Lebih lanjut disampaikannya, pihaknya kini juga masih menunggu surat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) yang juga turut didatangi perwakilan dari Pekanbaru. ’’Lalu surat dari Kemendagri dan Kemenpan RB belum. Lalu juga kekuatan anggaran perlu kami hitung dulu,’’ jelasnya.
Walau begitu, ia kembali menolak jika disebut Pemko Pekanbaru tak memperhatikan kesejahteraan guru. ’’Intinya kesejahteraan guru jadi perhatian utama. Guru itu bukan hanya guru bersertifikat, tapi juga guru PNS tidak bersertifikat, GTT, dan guru komite,’’ ujarnya.
Surat dari Kemendikbud dibacakan Wako Pekanbaru Dr H Firdaus ST MT, Selasa (7/5) lalu saat digelar pertemuan antara ia dan jajarannya dengan perwakilan guru sertifikasi serta Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Pekanbaru. Pertemuan digelar di ruang rapat Wali Kota Pekanbaru lantai 3 kantor Wali Kota Pekanbaru, Jalan Sudirman.
Polemik TPP bagi guru bersertifikasi di Kota Pekanbaru hingga kini memang masih belum berujung. Guru sertifikasi sampai menggelar delapan kali demonstrasi. Mereka memprotes agar Peraturan Wali Kota nomor 7/2019 direvisi. Pasal 9 Ayat 8 Perwako ini membuat para guru yang sudah menerima sertifikasi tak bisa mendapatkan TPP, mereka diwajibkan memilih salah satu saja.
Dari tiga kementerian yang sempat didatangi untuk mencari kejelasan, utusan yang berangkat menyebut Kemendikbud menyerahkan TPP pada kebijakan kepala daerah, Kemenpan RB mewanti-wanti agar TPP yang dinilai sebagai tunjangan tak jelas ditertibkan dan Kemendagri meminta waktu untuk bertemu dengan dua kementerian di atas sebelum memberikan rekomendasi.
Masih dari surat yang dibacakan wako ini, tunjangan diberikan sesuai pertimbangan yang objektif dengan memperhatikan keuangan daerah. Serta memperoleh persetujuan DPRD .’’Jadi belum bisa saya putuskan sendiri. Ada tim anggaran di daerah, ada juga DPRD,’’ paparnya.
Ia menambahkan, TPP bisa diberikan bagi guru bersertifikat sepanjang keuangan daerah mampu dan memungkinkan. Karena, TPP pada dasarnya bukanlah hak. ’’Kalau keuangan pemerintah kota mampu tentu kami serahkan. Nanti kami hitung lagi kemampuan keuangan daerah,’’ sebutnya.
Firdaus di hadapan perwakilan guru saat membacakan surat Kemendikbud menyebut ada 15 ribu orang guru di Kota Pekanbaru. Dari jumlah itu hanya sekitar 3.731 orang yang merupakan guru sertifikasi. ’’Sebenarnya tidak adil juga jika hanya tuntutan yang 3.000-an orang ini diterima. Lalu yang 12 ribu orang nasibnya bagaimana? Siapa yang sebenarnya tidak medengar keluh kesah guru ini? Coba Anda pikirkan,’’ sebutnya.
Di Pekanbaru, selain 3.731 orang guru sertifikasi, ada 12 ribuan orang guru mulai dari MDTA, honorer hingga GTT. Mereka hanya mendapatkan tambahan penghasilan dari Pemko Pekanbaru sekitar Rp300 ribu hingga Rp500 ribu tiap bulan. ’’Itu pun karena kondisi keuangan, tidak cukup setahun. Cuma sembilan bulan,’’ ungkapnya.
Di lain sisi, guru sertifikasi bisa mendapatkan penghasilan hingga Rp5 juta per bulan. Karena itu pula, wako menyebut, dirinya setuju saja jika memang Pemko Pekanbaru harus membayar TPP bagi guru sertifikasi. ’’Secara pribadi saya setuju saja (membayar, red). Karena kalau akan ditambah untuk yang bersertifikat, saya akan minta tambah juga untuk yang guru komite dan guru honor,’’ imbuhnya.
Dalam polemik TPP, antara guru dan wako berbeda pendapat tentang Permendikbud 10/2018 yang menjadi dasar disusunnya Perwako 7/2019. Guru berpendapat aturan itu sudah diganti dengan Permendikbud 33/2018 yang tak melarang diberikannya TPP pada guru sertifikasi.
Untuk meredam demonstrasi yang mungkin terjadi lagi, Firdaus menekankan bahwa sanksi kepegawaian diberlakukan bagi guru sertifikasi yang turun ke jalan dan meninggalkan tugas mengajar. Inspektorat Kota Pekanbaru bahkan, Senin (8/4) lalu datang ke sekolah-sekolah mendata guru yang tak bertugas karena demo.(ade)
Laporan M Ali Nurman, Pekanbaru