PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) berkomitmen menjadikan aspek keselamatan kerja menjadi prioritas bagi perusahaan. Berbagai langkah diterapkan manajemen PHR termasuk kepada pekerja di lapangan untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan saat kerja.
Executive Vice Presiden (EVP) Upstream Business PHR Edwil Suzandi menjelaskan, PHR menerapkan berbagai kebijakan dalam upaya meningkatkan aspek keselamatan kerja dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja, di antaranya penerapan penerapan aspek Keselamatan, Kesehatan dan Peduli Lingkungan (HSSE) Golden Rules yakni Patuh, Intervensi dan Peduli yang harus dipahami oleh seluruh pekerja dan mitra kerja PHR.
"Yakni bagaimana pekerja harus patuh terhadap aturan atau regulasi dan perintah yang ada. Intervensi apabila pekerja ada sesuatu yang tidak seusai di lapngan berhak lakukan intervensi dan hentikan aktivitas. Peduli, bagaimana peduli terhadap rekan kerjanya, berhak menghentikan pekerjaan teman-teman termasuk atasan bila tidak sesuai. Itu harus dijalani dan dipahami oleh seluruh pekerja yang ada,"ujar Edwil saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPRD Riau, Senin (20/3).
Selain itu, lanjut Edwil, PHR juga menerapkan kebijakan Corporate Life Saving Rules (CLRS), yakni elemen-elemn khusus yang harus dipatuhi di area kerja WK Rokan. "Di mana aktivitas bekerja misalnya terkait pemboran ataupun lifting
itua ada aturannya. Pekerja harus pastikan secara analisanya apakah itu aman atau tidak,"ujar Edwil.
Edwil menambahkan, PHR juga gencar mengkampanyekan agar seluruh pekerja bisa kembali ke rumah dengan selamat setelah bekerja.
Edwil mengatakan, sebagai perusahaan yang menjadi tulang punggung energi nasional, saat ini ada 77 rig aktif di WK Rokan dengan total pekerja PHR sebanyak 37 ribu pekerja, di mana sebanyak 35 ribu pekerja merupakan mitra kerja sedangkan 2 ribu lainnya merupakan pegawai PHR sebagai bagian komitmen menyerap tenaga kerja untuk perputara roda perekonomian khususnya di Riau.
"Dengan tingginya kesibukan dan banyaknya jumlah pekerja PHR, komitmen untuk keselamatan kerja tetap menjadi prioritas bagi kami. Kami tidak akan mengizinkan aktivitas yang dirasa tidak aman untuk dilanjutkan,"kata Edwil.
Edwil juga menegaskan PHR terus melakukan evaluasi dan belajar dari kejadian yang yang ada di PHR beberapa waktu belakang. Termasuk di antaranya melakukan pengawasan dan pengecekan kembali tingkat kesehatan para pekerja (medical check-up) untuk mengantisipasi terjadinya penurunan kualitas kesehatan saat bekerja.
"Kami lakukan check-up ulang pekerja yang sbelumnya sudah kami lakukan. Medical check-up ini seharusnya jadi tanggung jawb mitra kerja, mau tidak mau karena mereka support WK Rokan jadi kita sediakan tenaga medis yang setiap hari melakukan pemeriksaan rutin dengan standar umum yang sudah tersertifikasi. Apabila tidak sehat, mereka langsung diminta untuk istirahat. Ini salah satu perbaikan yang sudah kami lakukan,"katanya.
Bahkan, lanjut Edwil, PHR menyediakan kendaraan ambulans yang siaga di lokasi kerja dengan tingkat risiko kerja yang tinggi. "Ini upaya kami apabila ada kecelakaan kecil bisa langsung ditangani, dan kalau berat kami bisa langsung bawa ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap,"terangnya.
Tak hanya itu, terkait dengan peralatan kerja, PHR juga melakukan pengecekan dan pengawasan ulang. PHR juga meningkatkan frekuensi kunjungan kerja secara acak (random) dan tidak terprediksi (incognito) yang melibatkan manajemen PHR WK Rokan.
Bila didapati ada peralatan yang dinilai tidak mumpuni, maka dilakukan penghentian pekerjaan hingga peralatan kembali dinyatakan laik untuk digunakan. Bahkan, dari hasil pengecekan, ditemukan ada 6 rig yang dinyatakan hingga kini tidak laik beroperasi dan harus segera dibenahi.
Untuk pekerja di lapangan minimal sudah memiliki sertifikat. Dari pemerikaan yang dilakukan, ditemukan 6 rig yang sampai ini tidak diizinkan bekerja karena alatnya tidak laik.
"Kita sadari kecelakaan kerja ini terjadi dari sisi alat. Pertengahan Februari kami hentikan operasi selama dua minggu, kami verifikasi kembali alat yang ada. Ini keputusan sulit. Ini harus dilakukan untuk memastikan keselamatan,"imbuhnya.
Edwil juga menegaskan, apabila ada mitra kerja yang tidak patuh terhadap kebijakan yang diterapkan PHR, maka sanksi bisa diterapkan hingga tidak bisa lagi bermitra dengan Pertamina.
"Tentunya ada sanksi, tidak boleh lagi bekerja sama kami di seluruh aktivitas di Pertamina. Makanya dalam pemberian sanksi ini kami hati-hati dan ini ada proses investigasi dari holding pertamina. Dalam hal ini PHR bekerja sama dengan Dinas Ketenagakerjaan dan SKK Migas bersama-sama lakukan investigasi dan audit,"jelas Edwil.(hen)