TAMPAN (RIAUPOS.CO) -- Masyarakat yang tergabung dalam Forum Masyarakat Tampan Tolak Maksiat mendatangi tempat karaoke Chromatic di Jalan HR Soebrantas, Kecamatan Tampan, Jumat (20/3). Masyarakat yang terdiri dari tokoh agama, tokoh masyarakat, pemuda dan ormas Islam ingin meminta peryataan sikap dan dukungan dari Camat Tampan Dra Hj Liswarti agar tempat hiburan tersebut tidak beroperasi
Penolakan ini dikarenakan, lokasi tempat hiburan itu sangat berdekatan dengan tempat ibadah dan sekolah. "Kami menolak keberadaan Chromatic. Kami berharap agar tempat hiburan ini bisa ditutup. Apalagi keberadaan karaoke tidak ada izin RT/RW, tokoh masyarakat dan tokoh ulama. Dan anehnya kenapa Pemko mengeluarkan izinnya?" tegas Ketua Forum Masyarakat Tampan Tolak Maksiat, Darwinsyah, Jumat (20/3).
Darwinsyah mengakui bahwa Chromatic memang belum beroperasi. Dan aksi tersebut mereka lakukan untuk mencegah agar tempat hiburan tersebut tidak beroperasi.
Dikatakannya, warga sekitar khawatir begitu tahu bahwa bangunan tersebut adalah tempat karaoke merek Koro Koro Chromatic. "Memang belum beroperasi. Tetapi kami mencegah agar jangan beroperasi. Makanya kami melakukan aksi protes," terangnya.
Sementara itu, Sekretaris Forum Masyarakat Tampan Tolak Maksiat, M Husin, menguraikan cerita awal berdiri bangunan itu. Di mana awalnya bangunan berdiri mendapat surat izin dari RT/RW karena yang akan dibangun adalah rumah dan toko. Namun dalam perjalanannya, izin diganti menjadi tempat hiburan karaoke.
"Kami sudah beberapa kali melakukan pertemuan dengan sejumlah tokoh masyarakat dan lurah untuk mencegah berdirinya tempat hiburan tersebut. Tapi tetap saja tidak ada hasil. Sebab yang membuat masyarakat Panam murka bahwa tempat hiburan ini hanya berjarak 100 meter dari masjid dan fasilitas pendidikan Islam seperti MTs dan MI Muttaqin," sebutnya.
Berbagai upaya negosiasi dan persuasif serta perundingan juga telah disampaikan perwakilan masyarakat ke Komisi I DPRD Kota Pekanbaru. "Sudah kami lakukan dan juga sudah menyurati Pemko Pekanbaru sejak 2018 lalu. Namun hingga sekarang pihak pemko tidak merespon. Dan hasilnya kita lihat tempat hiburan ini tinggal beroperasi. Untuk itu, harus kami cegah dan kami tolak," sebut Husin.
Husin yang juga tokoh masyarakat mengaku heran dengan sikap pemko dengan mengeluarkan izinnya sementara pihak RT/RW dan tokoh masyarakat menolak. Pemerintah yang terkesan mengabaikan masukan dan aspirasi dari masyarakat bawah. Apalagi katanya, Pekanbaru ini kota madani dan islami tapi tempat hiburan merajalelah di mana-mana.
"Untuk itu, saya dan kita semua tak rela, daerah kita ini menjadi sasaran dijadikan tempat hiburan malam. Ini jelas akan merusak mental dan moral anak-anak kita, generasi kita ke depan. Apapun dan bagaimana pun caranya, kami menolak!" kata Husin.
Menyikapi hal tersebut, Camat Tampan Liswarti menjelaskan bahwa tempat hiburan karaoke Koro Koro Chromatic di Jalan HR Soebrantas, Kecamatan Tampan hingga saat ini memang belum beroperasi. Dan meminta pihak Koro Koro Chromatic jangan beroperasi dulu. Liswarti mengimbau kepada masyarakat agar jangan melakukan aksi-aksi yang melanggar ketentuan dan aturan yang berlaku.
Soal penyegelan area Koro Koro Chromatic atau mencabut plang merek, Liswarti katakan yang berhak melakukan itu adalah petugas dari dinas terkait. Ia mengharapakan agar masyarakat selalu berkoordinasi dengan pihak kelurahan dan kecamatan.
"Kami akan dukung langkah dan upaya-upaya yang dilakukan masyarakat, tetapi harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku. Saya tidak mau di wilayah Kecamatan Tampan terjadi keributan," harapnya.
Pemilik Dipanggil untuk Diperiksa
Sementara itu, Tim Yustisi Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru mendatangi karaoke Chromatic di Jalan HR Soebrantas, Kecamatan Tampan, Jumat (20/3) merespon keluhan warga atas keberadaan tempat itu. Saat didatangi, pemilik tak berada di lokasi. Surat panggilan pun diberikan untuk dimintai keterangan.
Demikian ditegaskan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Kota Pekanbaru Agus Pramono kepada Riau Pos. "Kami sudah turunkan anggota ke sana. Intinya kalau masyarakat tidak menyetujui itu tidak bisa. Jadi saya yakini tidak keluar itu izinnya," kata dia.
Dia melanjutkan, Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru punya peraturan daerah (perda) tentang ketentraman dan ketertiban umum (trantibum). "Kalau tidak disetujui masyarakat, saya bisa segel sementara waktu. Kalau dari perintah pimpinan disegel permanen, kami segel permanen. Saya juga akan berkoordinasi dengan DPMPTSP," imbuhnya. (dof/ali)