PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Pengamat Kebijakan Publik Dr Ahmad Hidir mengungkap belum banyak perubahan di satu tahun kepemimpinan Syamsuar-Edy Natar Nasution.
"Apalagi kemarin ada isu tentang nepotisme sekda dan wali kota. Itu merupakan rapor merah dari masyarakat yang awam. Saya mewakili masyarakat bukan pengamat," Ahmad Hidir.
Dalam pada itu, masyarakat memilih Pak Gub karena dianggap bagus. Bisa melahirkan Perda Syariah seperti di Siak. Namun dengan adanya kejadian itu yang mungkin ada panitia seleksi (pansel) menimbulkan imej buruk. Walau pun bisa dikatakan itu benar tidak KKN.
"Perlu dikoreksi tentang penempatan kebijakan pegawai," pintanya.
Sementara pengamat pemerintahan dari Dekan Fisipol Universitas Islam Riau (UIR) Dr Moris Adidi Yogia mengatakan, setahun berjalan kepemimpinan Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar dan Wakilnya Edy Natar Nasution belum menyentuh ke aspek teknis. Dalam artian mungkin kendala-kendala seperti peralihan pemerintahan dan memahami pemerintahan dari level pemerintahan. Katakanlah kabupaten ke pemerintahan provinsi permasalahannya sedikit berbeda.
Karena, pemerintah provinsi sebagai perpanjangan tangan dari pemerintahan pusat menempatkan setiap kebijakan teknis harus lebih nyata dalam menunjang kebijakan pemerintah pusat. Kalau di kabupaten/kota lebih kepada teknis langsung kepada pelayanan. "Memang setahun ini kita merasa belum ada nampak aspek yang nyata sebagai fungsi kepemimpinan beliau (Syamsuar-Edy)," ujarnya, Rabu (19/2).
Lebih lanjut dikatakan Moris, dalam satu tahun itu melihat dalam pemerintahan Syamsuar-Edy sebenarnya sudah harus menampakkan kerangka besar arah dari Provinsi Riau ke depan.
"Ini yang mungkin tidak hanya dirasakan kekecewaan bagi masyarakat secara khusus ataupun umum. Beberapa pengamat juga mengatakan Syamsuar Edy belum memperlihatkan arah kebijakan Provinsi Riau selama pemerintahannya yang ingin dicapainya sesuai dengan visi dan misi yang digambarkannya dalam kampanyenya kemarin," kata Moris.
Ia menuturkan, memang ada langkah nyata seperti pencegahan karhutla sudah dilakukan dengan membuat kondisi darurat. Namun, kalau sudah menjadi kondisi darurat artinya, bukan lagi menjadi kewenangan tangan daerah, tetapi sudah menjadi kewenangan pemerintah pusat. Dan itu akan memperlihatkan kelemahan Riau dalam menangani kewilayahannya.
"Kemudian terkait aspek perombakan struktur yang besar terjadi di pemerintahan Syamsuar-Edy, tidak ada yang salah dalam hal tersebut, dalam aturan pemerintahan dan kebjikan," sebutnya.
Ditambahkannya, memang dalam hal ini yang terjadi adalah gonjang ganjing akibat etika pemerintahan yang belum dibahas dalam suatu bentuk kebijakan.
"Nah, tapi kalau suatu pemerintahan diawali gonjang- ganjing dan dengan kondisi yang tidak stabil, maka ke depannya orang akan mencari lubang-lubang baru untuk mencari kelemahan-kelemahan dalam pemerintahan. Ini yah harus diwaspadai pemerintahan Syamsuar-Edy ke depannya," jelasnya.
Ekonomi Bergejolak
Di sisi lain berbagai kebijakan dilaksanakan dalam satu tahun kepemimpinan Syamsuar-Edy, tentu saja berimbas pada perekonomian di Riau. Menurut Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Riau Bidang Perdagangan Investasi Logistik H Iva Desman SE MBA, di tahun pertama kepemimpinan Syamsuar kondisi ekonomi Riau mengalami berbagai gejolak. Hal ini disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.
Desman faktor eksternal berkaitan dengan ekspor dan impor yang ditentukan harga dan permintaan internasional, di mana kecenderungan di tahun 2018 dan 2019 komoditas ekspor Riau di pasar internsional jatuh terutama minyak dan sawit. Sementara itu, faktor internal berkaitan dengan kebijakan pusat dan daerah. Desman menilai kebijakan pemerintah provinsi di tahun pertama masih belum terlihat pergerakannya.
"Kami belum banyak melihat yang dilakukan Peprov Riau terkait ekonomi. Mungkin karena ini baru setahun," katanya, Kamis (20/2).
Desman menuturkan, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerintah harus menggali potensi ekonomi di setiap daerah. Seperti pertanian, industri, pariwisata, barang dan jasa. Ia menjelaskan pemerintah harus bergerak tak hanya di atas kertas, harus ada anggaran dan program dari pemerintah. Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat menciptakam iklim investasi yang bersahabat dan mengembangkan kawasan industri yang terintegrasi dengan kabupaten/kota.
"Kalau hanya di atas kertas saja, tak akan mampu mendorong investasi untuk menumbuhkan ekonomi," tegasnya.
Lebih lanjut, Desman menuturkan, Syamsuar diharapkan bisa mengangkan pejabat setingkat eselon dua atau kepala dinas yang memiliki kompetensi, integritas, kapabilitas tanpa melihat suku dan golongan. “Angkatlah pejabat yang lunya kompetensi sesuai bidangnya dan punya itikad, tanpa melihat dari mana dia dan suku apa dia. Siapapun di Riau ini kalau punya kemampuan berhak asal dia kompeten,” ungkapnya.
Selain itu, Desman berharap industri yang dikembangakan dapar menyetel banyak tenaga kerja lokal. Ia juga mengharapkan agar pemerintah efisien terkait penggunaan anggaran agar setiap rupiah uang yang dikeluarkan dapat tepat sasaran dan memberikan dampak berkesinambungan. "Semoga empat tahun ke depan lebih progresif dan mempunyai terobosan. Banyak gubernur seperti di Jawa sana yang punya inovasi dan berani mengambil risiko," tutupnya.
Lingkungan dan Hukum Belum Seimbang
Direktur Badan Kajian Rona Lingkungan FMIPA Universitas Riau Tengku Ariful mengatakan, Pemprov Riau belum selesai dalam memetakan semua komponen terkait bencana lingkungan. Jika ditelaah banyak karena kerusakan hutan berdampak pada banjir dan kekeringan.
"Pada saat banjir, hutan-hutan yang gundul yang tidak diimbangi dengan reboisasi yang memadai akan menyebabkan pendangkalan sungai yang bermuara pada pendangkalan laut-laut pantai. Semua persoalan itu akan menyebabkan daya tampung dan daya dukung lingkungan turun," ungkapnya.
Akhirnya akibat penurunan kualitas lingkungan itu, banjir dan kekeringan semakin tidak terbendung. Fenomena itu bisa dilihat dengan tidak turunnya hujan dua pecan hingga satu bulan. Semua daerah tangkapan air menjadi kering kerontang. Sehingga mengancam air bersih. Di sisi lain, tangkapan ikan nelayan turun drastis. Karena habitat ikan tidak dapat menjamin keberlangsungan biota secara terus menerus.
"Pemerintah belum berhasil memetakan kantong-kantong (DAS, kanal air dan lainnya) yang menimbulkan masalah bencana lingkungan," ucapnya.
Bencana itu nantinya akan berdampak kepada kelangsungan pangan dan timbul dimana-mana. Sehingga akan memengaruhi impor beras, jagung, ketela dan sebagainya. “Padahal potensi Riau sangat menjanjikan. Namun lingkungan tidak dikelola dengan baik,” sebutnya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Walhi Riko Kurniawan mengatakan, salah satu visi misi Gubri yaitu Riau Hijau dan Perluasan Perhutanan Sosial dan Tora di Riau. Untuk menjawab persoalan di Riau lebih baik di masa depan. Terkait akses kesehatan masyarakat dan Tora.
"Secara politik visi misinya cukup memberikan harapan. Persoalan di Riau terkait banjir, asap, kemiskinan dan lainnya. Tetapi dalam satu tahun ke belakang kita tidak melihat adanya langkah atau implementasi visi misi itu, yang tertuang dalan RPJMD," paparnya.
Walhi melihat belum ada kemajuan yang signifikan. "Jika dinilai dari satu sampai sepuluh, masih di angka satu sebenarnya. Karena harus diakui kebijakan itu diuji oleh publik, bisa dilihat di daerah," ungkapnya.
Dalam kabinetnya pun belum terlihat tersusun. Termasuk di dalamnya postur anggaran belum mendukung. "Artinya dari segi dokumen, segi perencanaan, segi tata teknis yang mengelola serta anggaran untuk mencapai itu, boleh dikatakan tidak ada sama sekali," tuturnya.
Sementara itu Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riau Yusri mengungkapkan selama satu tahun kepemimpinan Syamsuar-Edy, ia sangat aktif mendatangkan investasi asing ke Riau. Yusri menilai kebijakan-kebijakan Syamsuar memberikan dampak positif untuk perkembangan ekonomi Riau. Menurut Yusri, Syamsuar sangat berfokus di sektor pertanian dan berusaha meningatkan pertanian di Riau. Tak hanya itu Yusri menilai Syamsuar juga memiliki antusias besar terkait peremajaan kelapa sawit di Bumi Lancang Kuning ini.(a/dof/s)