KOTA (RIAUPOS.CO) - Sejak tahun ajaran 2017/2018, jumlah peserta didik dalam satu kelas dibatasi sesuai jenjang pendidikan. Untuk tingkat SMP, paling banyak 32 orang dalam satu kelas atau rombongan belajar (rombel).
Hal ini membuat banyak peserta didik yang tidak tertampung di SMP Negeri. Hingga kemudian muncul persoalan banyak anak di sekitar sekolah yang tidak diterima masuk di sekolah terdekat. Seperti yang terjadi di SMPN 21 Pekanbaru, Jalan Soekarno Hatta beberapa waktu lalu.
Atas persoalan tersebut, Dinas Pendidikan (Disdik) Pekanbaru mengambil kebijakan memberikan toleransi kepada pihak sekolah untuk menambah jumlah peserta didik per kelas. Dari 32 orang menjadi 40 orang. Toleransi ini khusus diberikan kepada anak tempatan dan dari keluarga tidak mampu.
Kepala Disdik Kota Pekanbaru Abdul Jamal menjelaskan, pembatasan jumlah peserta didik dalam rombel ini sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 17/2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru.
‘’Karena adanya peraturan itu, maka sekolah tidak bisa menampung melebihi kapasitasnya. Tetapi kebijakan ini telah ditoleransi dengan bisa menambah jumlah peserta didik menjadi 40 orang dalam satu kelas,’’ sebut Jamal kepada Riau Pos, Senin (16/7).
Hanya saja, menurut Jamal, kasus seperti SMPN 21 tidak lah banyak terjadi di Kota Pekanbaru. Hanya di beberapa sekolah saja. ‘’Ada warga sekitar yang tidak tertampung itu kan bisa dihitung dengan jari. Jadi saya sudah putuskan paling banyak 40 orang per kelas. Siapa yang mengisi, tentu yang dekat dengan sekolah,” ulasnya.
Sekali lagi Jamal menegaskan, kebijakan penambahan peserta didik baru ini tidak diberlakukan secara umum. Ada klasifikasi dan syaratnya. Seperti, dari keluarga tidak mampu dan tempat tinggalnya benar-benar dekat dengan sekolah. Dan itu dibuktikan dengan keterangan kartu keluarga (KK).
“ Tidak ada rekom-rekom (dari Disdik Pekanbaru, red). Ada yang datang ke dinas, ya kami serahkan ke sekolah. Sekolah yang mengecek. Lihat KK-nya. Jadi, kebijakan itu diberikan kepada siswa miskin. Kemudian yang dekat betul dengan sekolah. Makanya ada beberapa tempat yang penuh (sekolah) kami buka (pendaftaran, red). Kalau aturan menterinya 32 siswa (satu kelas, red),” ungkapnya.
Menurut Abdul Jamal jika semua siswa masuk sekolah negeri maka sekolah swasta akan mati. Untuk itu kuota ruang kelas tetap seperti itu.
“Kita punya negeri 43 sekolah (SMP), swasta ada sekitar 70-an. Kalau diterima semua (sekolah negeri, red) mati lah sekolah swasta. Padahal sekolah swasta bagus-bagus juga. Jadi, biarkan dulu berjalan. Masyarakat jangan pula memaksa masuk ke negeri semua. Karena memang kapasitasnya tidak memadai. Minimal kan sudah terbantu banyak,” tutupnya.(ilo)