483 Ribu Orang Riau Miskin

Pekanbaru | Selasa, 18 Februari 2020 - 08:34 WIB

483 Ribu Orang Riau Miskin
Seorang pria paruh baya beraktifitas di gubuk kayu di kawasan Jalan Soekarno-Hatta, Pekanbaru, Ahad (16/2/2020). (MHD AKHWAN/RIAU POS)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- RIAU dikenal sebagai provinsi kaya. Itu lantaran kekayaan alamnya yang melimpah. Baik itu migas maupun nonmigas. Mirisnya masih banyak masyarakatnya hidup berada di bawah garis kemiskinan. Contoh kasus terbaru sekitar seratus meter dari kediaman Gubernur Riau (Gubri) H Syamsuar, seorang tunawisma Ika Veronika Pakpahan melahirkan di sebuah gubuk kecil kompleks halaman Kantor LAM Riau, Jalan Diponegoro, Pekanbaru, tanpa pertolongan medis, Sabtu lalu (15/2). Alhasil jabang bayi laki-laki itu pun meninggal dunia. Warga pun heboh. Bahkan Gubri pun ikut prihatin atas kejadian itu.

Itu adalah sekelumit contoh potret kemiskinan nyata di Bumi Lancang Kuning. Belum lagi masyarakat lain yang tidak punya tempat tinggal, tidak punya penghasilan tetap, pengangguran dan lain sebagainya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, dari 6,8 juta penduduk di Riau (data 2018), sebanyak 483 ribu di antaranya adalah orang miskin. Angka ini hingga September 2019 dengan persentase sebesar 6,90 persen. Meskipun mengalami penurunan dibanding periodesasi sama tahun sebelumnya, Riau berada di posisi lima paling miskin di Sumatera dari jumlah orangnya.


Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau Misfaruddin memaparkan, dalam berita resmi statistik (BRS) pertumbuhan ekonomi Riau sepanjang 2019 dalam ekspose yang disampaikan awal Februari lalu. Dalam kesempatan ini, dia memaparkan tentang produksi manufaktur, perkembangan ekspor impor, indeks harga konsumen (IHK), nilai tukar petani dan profil kemiskinan Riau, serta tendensi konsumen triwulan IV-2019 serta PDRB.

Terkait profil kemiskinan di Riau, menurut Misfaruddin, persentase penduduk miskin di Riau pada September 2019 sebesar 6,90 persen. Hal ini mengalami penurunan 0,31 persen jika dibandingkan September 2018. Sedangkan pada periode Maret 2019–September 2019 penurunan hanya sebesar 0,18 persen poin. Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Riau pada September 2019 sebanyak 483,92 ribu jiwa. Terjadi penurunan jumlah penduduk miskin dibandingkan dengan kondisi September 2018 sebesar 10,34 ribu jiwa, sementara jika dibandingkan Maret 2019 mengalami penurunan sebesar 6,80 ribu jiwa.

"Garis kemiskinan pada September 2019 di Riau sebesar Rp524.861 per kapita per bulan, meningkat 7,74 persen dari September 2018 yang sebesar Rp487.146 per kapita per bulan. Begitu pula bila dibandingkan Maret 2019 yang sebesar Rp500.612 per kapita per bulan, mengalami peningkatan sebesar 4,84 persen," bebernya.

Sementara itu, indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) di Riau mengalami peningkatan pada periode September 2018–September 2019. P1 meningkat dari 1,05 menjadi 1,11 dan P2meningkat dari 0,24 menjadi 0,25. Namun, jika dibandingkan dengan kondisi Maret 2019, P1 menurun dari 1,13 menjadi 1,11 dan P2 menurun dari 0,27 menjadi 0,25. Pada periode September 2018 – September 2019, Gini Ratio Provinsi Riau mengalami penurunan, dari 0,347 pada September 2018 turun menjadi 0,331 pada September 2019. Sedangkan jika dibandingkan dengan Maret 2019, juga terjadi sedikit penurunan, di mana gini ratio pada Maret 2019 adalah sebesar 0,334.

Lebih lanjut, Misfaruddin menjelaskan pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang  (IBS) triwulan IV tahun 2019 naik 0.44 persen (y-on-y) terhadap triwulan IV tahun 2018. Kenaikan tersebut terutama disebabkan karena naiknya produksi industri karet, barang dari karet dan plastik sebesar 58,83 persen, diikuti dengan naiknya produksi industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia sebesar 17,69 persen.

Sedangkan, pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang triwulan IV tahun 2019 turun sebesar 4,11 persen (q-to-q) terhadap triwulan III tahun 2019. Industri yang mengalami penurunan produksi tertinggi adalah industri industri karet, barang dari karet dan plastik sebesar 5,22 persen, diikuti dengan turunnya produksi industri makanan sebesar 2,61 persen.

"Di tingkat nasional, pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang triwulan IV tahun 2019 naik sebesar 3,62 persen (y-on-y) terhadap triwulan IV tahun 2018. Dan untuk pertumbuhan q-to-q, produksi industri manufaktur besar dan sedang triwulan IV tahun 2019 naik 0,09 persen," kata Misfaruddin.

Sementara itu, pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil (IMK) triwulan IV tahun 2019 naik sebesar 2,91 persen (y-on-y) terhadap triwulan IV tahun 2018. Kenaikan tersebut terutama disebabkan naiknya produksi industri pengolahan tembakau yang naik 88,40 persen, dan industri mesin dan perlengkapan YTDL yang naik 39,37 persen. Sedangkan industri yang mengalami penurunan produksi terbesar adalah industri farmasi, obat dan obat tradisional yang turun 23,64 persen dan industri kendaraan bermotor yang turun 20,82 persen.

Selain itu, pertumbuhan produksi IMK triwulan IV tahun 2019 naik sebesar 4,87 persen (q-to-q) terhadap triwulan III 2019. Industri yang mengalami kenaikan produksi tertinggi adalah industri alat angkutan lainnya yang naik 61,69 persen, sedangkan industri yang mengalami penurunan terbesar adalah industri farmasi, obat dan obat tradisional yang turun 24,41 persen.

"Pertumbuhan produksi IMK triwulan IV tahun 2019 (y-on-y) pada tingkat nasional, naik 4,85 persen. Sedangkan pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil triwulan IV tahun 2019 (q-to-q), turun sebesar 0,24 persen," kata Misfaruddin.

Terkait ekspor dan impor Riau, Secara kumulatif nilai ekspor Riau Januari-Desember 2019 sebesar 12.39 miliar dolar AS atau mengalami penurunan sebesar 22,27 persen dibanding periode yang sama tahun 2018, demikian juga ekspor nonmigas sebesar 11.59 miliar dolar AS, mengalami penurunan sebesar 12,43 persen. Sedangkan, nilai impor Riau secara kumulatif nilai impor Riau Januari-Desember 2019  sebesar 1.44 miliar dolar AS atau mengalami penurunan sebesar 8,42 persen dibanding periode yang sama tahun 2018, demikian juga impor nonmigas sebesar 1.28 miliar dolar AS, atau mengalami penurunan sebesar 4,03 persen.

"Neraca perdagangan Riau bulan Desember 2019 surplus  sebesar 1.25 miliar dolar AS, dengan demikian kumulatif selama Januari-Desember 2019 surplus sebesar 10.95 miliar dolar AS," papar Misfaruddin.

Tentang indeks harga konsumen (IHK) pada Januari 2020, Riau mengalami inflasi 0,42 persen dengan IHK  103,11. Inflasi tahun kalender Januari 2020 -Desember 2019 sebesar 0,42 persen dan inflasi year on year (Januari 2020 terhadap Desember 2019) sebesar 1,56 persen. Misfaruddin, menyampaikan dalam berita resmi statistik (BRS), dari tiga kota IHK di Riau, Pekanbaru mengalami inflasi sebesar 0,40 persen, Dumai  0,54 persen dan Tembilahan 0,41 persen. Inflasi ini terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran kelompok makanan, minuman dan tembakau yang mengalami inflasi sebesar 1,35 persen, diikuti kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,10 persen.

Sedangkan kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,04 persen. Kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,24 persen, kelompok kesehatan sebesar 0,10 persen, kelompok pendidikan sebesar 0,01 persen, kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 0,30 persen dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 0,81 persen.

"Sedangkan tiga kelompok lainnya mengalami deflasi yaitu kelompok transportasi sebesar -0,68 persen, kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar -0,03 persen,kelompok rekreasi, olahraga dan budaya sebesar -0,05 persen," tutur Misfaruddin.

Lebih lanjut, Misfaruddin memaparkan, komoditas yang memberikan andil terjadinya inflasi di Riau adalah cabai merah, bawang merah, minyak goreng, cabai rawit, tomat, kentang, rokok kretek filter, emas perhiasan, rokok putih, dan lain-lain.

"Sementara itu komoditas yang memberi andil deflasi antara lain tarif angkutan udara, ikan serai, bensin, telur ayam ras, ikan tongkol, seledri, dan lain-lain," ucapnya.

Selain itu Misfaruddin juga menjelaskan tentang nilai tukar petani (NTP) Riau. NTP adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan atau daya beli petani.

"NTP Riau Januari 2020 sebesar 123,93 atau naik sebesar 6,30 persen dibanding NTP Desember 2019 sebesar 117,37. Kenaikan NTP ini disebabkan oleh indeks harga yang diterima  petani mengalami kenaikan sebesar 6,38 persen relatif lebih tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga yang dibayar petani yaitu 0,75 persen," tutur Misfaruddin.

Lebih lanjut, pada Januari 2020, dari 10 provinsi di Sumatera, ada 8 provinsi yang mengalami kenaikan NTP dan dua provinsi yang lainnya mengalami penurunan NTP. Kenaikan NTP tertinggi terjadi di Riau yaitu sebesar 5,59 persen.

"Dibandingkan NTP provinsi lainnya di Sumatera, Riau menduduki peringkat ke-1," katanya.

Sementara itu, pada Januari 2020, terjadi inflasi perdesaan di Riau sebesar 1,00 persen, dengan kenaikan indeks tertinggi terjadi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Selain itu, nilai tukar usaha rumah tangga pertanian (NTUP) Riau mengalami kenaikan sebesar 6,30 persen. Yaitu dari 118,88 pada Desember 2019 menjadi 126,37 pada Januari 2020. Tak hanya itu, Misfaruddin juga menjelaskan terkait  indeks tendensi konsumen (ITK) Riau pada triwulan I-2020 sebesar 99,01. Hal ini berarti kondisi ekonomi konsumen pada triwulan tersebut diperkirakan pesimis dibandingkan triwulan IV-2019.

Misfaruddin mengatakan perkiraan pesimisme kondisi ekonomi konsumen tersebut didukung oleh pesimisme salah satu indeks pendukungnya yaitu indeks rencana pembelian barang tahan lama, rekreasi dan pesta atau hajatan sebesar 90,50.

"Kendati demikian, indeks pendapatan rumah tangga mendatang tetap optimis dengan indeks sebesar 103,87," jelas Misfaruddin.

Lebih lanjut, Misfaruddin menuturkan ITK Riau pada triwulan IV-2019 sebesar 103,55. Hal ini menunjukkan pada triwulan ini tingkat ekonomi konsumen optimis dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 96,13.

"Optimisme ekonomi konsumen pada triwulan ini mengalami peningkatan dan berada pada peringkat delapan dari 10 provinsi di Sumatra. Persepsi ini tidak sebaik kondisi ekonomi konsumen secara nasional yaitu sebesar 107,86 pada triwulan IV-2019," paparnya.

Misfaruddin menjelaskan, optimisme konsumen atas kondisi ekonomi triwulan IV-2019 ini dipengaruhi oleh seluruh variabel pembentuk ITK, yaitu persepsi pengaruh inflasi terhadap tingkat konsumen 108,57; tingkat konsumsi makanan dan bukan makanan 102,58; dan pendapatan rumah tangga sebesar 101,28. BPS Riau mencatat, perekonomuan Riau selama 2019 mengalami pertumbuhan sebesar 2,84 persen dan menjadi angka tertinggi yang dicapai Riau jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya sejak  2013 lalu.

Misfaruddin menuturkan jika tanpa migas perekonomian Riau tumbuh hingga 4,87 persen,lebih cepat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 4 persen.

"Ekonomi Riau tahun 2019 tumbuh 2,84 persen, membaik dibanding tahun 2018 sebesar 2,37 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh hampir semua lapangan usaha," kata Misfaruddin.

Masyarakat Miskin Diberikan Bantuan

Untuk membantu mengurangi beban masyarakat kurang mampu atau miskin di Riau, Pemerintah provinsi Riau bekerjasama dengan pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial memberikan bantuan berupa nontunai. Bantuan tersebut disalurkan melalui program keluarga harapan dan bantuan pangan non tunai. "Bantuan tersebut diberikan kepada masyarakat miskin, masing-masing mendapatkan Rp150 ribu per bulan," kata Kepala Dinas Sosial Riau, Dahrius Husin.

Untuk berapa jumlah masyarakat yang mendapatkan bantuan tersebut, menurut Dahrius, data tersebut yang memilikinya yakni pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota di Riau. Pasalnya, yang melakukan pendataan adalah pemerintah kabupaten/kota yang kemudian diberikan kepada pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial.

"Kumpulan data dari kabupaten/kota di Riau itulah yang nantinya jadi data berapa masyarakat Riau yang akan menerima bantuan tersebut. Hal tersebut sesuai Undang-Undang no 13 tahun 2011 tentang penanganan fakir miskin," jelasnya.

Peran pemerintah provinsi, lanjut Dahrius, yakni hanya melakukan pelatihan kepada para tenaga yang akan melakukan verifikasi terhadap calon penerima bantuan pemerintah tersebut. Jika nantinya dalam verifikasi itu calon penerima dianggap tidak miskin lagi, maka akan diganti dengan masyarakat lain yang lebih berhak menerimanya. "Kalau ada usulan penerima bantuan yang baru, kami akan bantu fasilitasi ke Kementerian Sosial," sebutnya.

Dijelaskan Dahrius, jika bantuan yang diberikan pemerintah tersebut pada tahun lalu hanya bisa digunakan untuk membeli beras dan telur, maka tahun ini bisa digunakan untuk membeli sembilan bahan pokok.

"Tapi boleh juga masyarakat memilih hanya tiga atau empat bahan pokok juga silakan, tentunya dengan uang Rp150 ribu tersebut. Pembelinya juga bisa dilakukan ditempat yang sudah ditunjuk, menggunakan kartu jadi tetap nontunai," katanya.(a/egp/sol/ted)

Lapoaran TIM RIAU POS, Pekanbaru









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook