PERSIDANGAN AL ASRI BERLANJUT

Eksepsi Ketua SP3S Pekanbaru Ditolak

Pekanbaru | Jumat, 14 Februari 2020 - 12:43 WIB

Eksepsi Ketua SP3S Pekanbaru Ditolak
putusan sela: Terdakwa dugaan penipuan Al Asri duduk di kursi pesakitan dalam persidangan beragendakan pembacaan putusan sela Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (13/2/2020). (riri radam/riau pos)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Terdakwa dugaan penipuan, Al Asri harus menelan kekecewaan. Pasalnya, majelis hakim menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan Ketua Serikat Pedagang Pasar Plaza Sukaramai (SP3S) Pekanbaru atas dakwaan JPU. Dengan demikian, persidangan ini akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi pada pekan depan.

Hal itu, sebagaimana terungkap dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (13/2). Sidang yang beragendakan pembacaan putusan sela diketuai majelis hakim, Mahyudin SH MH.


"Mengadili, me­nya­ta­kan keberatan terdakwa atau penasihat hukum tidak di­terima dan perkara harus dilanjutkan," tegas Mahyudin didampingi ha­kim anggota Dahlia Panjaitan, dan Sarudu.

Ali Asri didakwa melakukan penipuan jual beli tanah seluas 1,5 hektare di Jalan Suka Makmur, Desa Tarai Bangun, Kabupaten Kampar. Kala itu, korban Mu-hammad Imran membayar uang muka  Rp 200 juta untuk membeli tanah tersebut. Akan tetapi, terdakwa kembali menjual lagi tanah itu kepada orang lain.

Dikatakan Mahyudin, perbuatan terdakwa harus dibuktikan di persidangan. Untuk itu, majelis hakim memerintahkan JPU agar menghadirkan saksi-saksi pada sidang selanjutnya yang telah dijadwalkan, Kamis (20/2) mendatang .“Perkara dilanjutkan dengan pembuktian,” imbuh Mahyudin.

Terhadap Al Asri diberikan keistimewaan, pasalnya Ketua SP3S Pekanbaru tidak dilakukan penahanan badan. Meski begitu, Mahyudin meminta kepada terdakwa untuk kooperatif menghadiri  persidangan. "Jika, tidak kooperatif akan dialihkan (ditahan, red) karena akan mempersulit persidangan," papar majelis hakim.

Dalam surat dakwaan, JPU Kejati Riau, Hasnah memnyampaikan, perbuatan terdakwa terjadi  Agustus 2018 silam. Perkara ini, bemula ketika Muhammad Imran dihubungi oleh Hanafi dengan  menawarkan tanah milik terdakwa Al Asri seluas 1,5 hektare dengan harga jual Rp100 ribu permeter  persegi.

Pada 28 Agustus 2018, Muhammad Imran bertemu dengan terdakwa di salah satu rumah makan. Dalam pertemuan yang dihadiri saksi Kasmi, dan Kepala Desa Tarai Bangun Andra Maistar membahas kesepakatan harga tanah, status tanah  serta kesediaan terdakwa menghadirkan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Terdakwa menyebutkan tanah itu aman dan tidak ada permasalahan. Kalau saksi Muhammad Imran serius, sebagai tanda jadi terdakwa meminta uang sebesar Rp50 juta," kata JPU.

Permintaan terdakwa disetujui Muhammad Imran. Saksi mentranfer uang Rp50 juta ke rekening  Bank BNI dan Bank Mandiri milik terdakwa, masing-masing sebesar Rp25 juta. Selang tiga hari, Muhammad Imran bersama Marsum berangkat ke Desa Tarai Bangun untuk melihat lokasi tanah yang akan dibeli. Setelah dilakukan pengecekan, beberapa hari kemudian lahan dibersihkan untuk selanjutnya diukur bersama pihak BPN.

Setelah dua pekan, pihak dari BPN tak kunjung  datang. Akan tetapi, terdakwa kembali mengajak saksi untuk bertemu dan meminta uang Rp100 juta agar bisa mendatangkan pihak BPN. Percaya, Muhammad Imran kembali mentransfer uang Rp100 juta ke rekening Bank Mandiri milik terdakwa. Satu hari kemudian, pada 19 September 2018,  terdakwa kembali meminta uang Rp50 juta dengan kesepakatan mendatangkan BPN untuk pengukuran tanah, setelah itu baru dilakukan pelunasan pembayaran tanah.

Ditunggu, ternyata pihak BPN tak kunjung datang. Masalah justru muncul ketika Muhammad Imran  ditelepon oleh saksi Alfian Bachtiar yang mengatakan kalau dirinya akan membeli tanah milik terdakwa, jika Muhammad Imran tidak jadi membelinya. Muhammad Imran mempersilahkan saksi Alfian membeli tanah itu, asalkan uang yang sudah diserahkan kepada terdakwa dikembalikan. Tanpa sepengetahuan korban, ternyata terdakwa telah menjual tanah miliknya kepada Alfian pada 30 November  2018.

Merasa ditipu, Imran mendatangi terdakwa di toko tekstil miliknya Jalan HOS Cokro Aminoto dan meminta uang Rp200 juta dikembalikan. Terdakwa tidak mau mengembalikan uang tersebut dengan alasan korban tidak menepati janji pelunasan. Selain itu, terdakwa mengaku, dirinya mengalami kerugian karena telah membayar panjar pembelian tekstil di Jakarta dan telah menyetor uang muka (DP). Dia menyalahkan korban karena tidak melunasi pembayaran hingga uang DPnya hangus.

Tidak terima, korban melapor kejadian yang dialaminya ke SPKT Polda Riau. Atas perbuatannya, terdakwa dijerat dengan Pasal 378 KUHPidana atau Pasal 372 KUHPidana.(ade)

Laporan RIRI RADAM, Kota









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook