KOTA (RIAUPOS.CO) -- Penghapusan imam rawatib di masjid paripurna oleh Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru dinilai dilakukan secara sepihak. Pemko diminta mengkaji ulang kebijakan tersebut.
Hal ini disampaikan bendahara Masjid Paripurna Al Muhajirin, Kecamatan Rumbai M Toat Nasution. Menurutnya, ia telah mengkonfirmasikat terkait penghapusan imam rawatib tersebut kepada Ketua Masjid Agung Ar Rahman Prof Ilyas Husti. Toat mengatakan, belum ada pembahasan dan kepastian terkait penghapusan itu.
Selain itu, Toat juga mengungkapkan, ketika dilaksanakan pertemuan antara ketua imam, imam besar, imam rawatib, tidak ada pembicaraan yang mengarah pada pengurangan jumlah imam tersebut. “Kemarin ada pertemuan. Tidak ada dibicarakan penghapusan (imam rawatib, red). Bahkan sambutan Wako yang diwakili tidak membahas hal tersebut. Tiba-tiba di lapangan, di kecamatan saat pegambilan honor imam rawatib, honor imam rawatib sudah tidak ada lagi,” ujarnya, kemarin.
Sebelumnya Toat mengaku telah mendengar kabar tersebut melalui desas-desus yang tersebar. Tapi, Pemko tidak memberitahukan penghapusan tersebut secara resmi. Hal ini baru benar-benar diketahui setelah para imam mengambil honornya di kecamatan. “Awalnya dengar cuma kabar burung saja. Setelah dikonfirmasi dengan Prof Ilyas Husni, katanya masih dibahas. Tak tahunya pas ambil honor, itu sudah dihapus,” ujarnya.
Sebanyak 12 masjid paripurna kecamatan dan 84 masjid paripurna kelurahan yang terkena penghapusan.
Sementara menurut Toat, honor yang tidak dikeluarkan sejak bulan Januari hingga April sama sekali tidak diberikan. “Tiga bulan imam tak digaji. Kalau emang dihapus bayarkan hak mereka dulu. Harus dibayar. Kemarin pas ambil honor ngambil di kecamatan tapi tidak dibayarkan katanya gaji tahun ini dihapus. Hitunglah dari Januari hingga Maret karena April masih awal bulan, Rp2,5 juta per bulan jadi kalau tiga bulan ya Rp 7,5 juta yang tidak diberikan,” ungkapnya.
Sementara itu, menurut Imam Rawatib Masjid Al Mukminin Kecamatan Tampan Pekanbaru Herman Sikumbang, keputusan penghapusan imam rawatib harus ditinjau ulang antara imam rawatib dan imam besar. Menurutnya, kinerja imam rawatib lebih besar dibandingkan kinerja imam besar.
“Jujur saja yang aktif di mesjid imam rawatib, bukan imam besar, jadi keputusan ini harus ditinjau ulang,” ungkap Herman..
Herman mengatakan, jika tidak menjadi masalah jika imam rawatib dihapuskan oleh pemerintah kota (Pemko). Ia menuturkan sudah selama sepuluh tahun lebih ia menjadi imam dan tak pernah mempermasalahkan ada tidaknya honor tersebut.
Kendati demikian Herman berharap jika keberadaan imam rawatib dihapuskan, maka imam besar juga harus mendapatkan hal yang serupa.
“Kalau memang tak dapat, semuanya juga tak dapat. Imam besar tak dapat juga. Saya akan tetap menjadi imam karena saya lillah. Biar hapuskan saja semua sekalian agar yang menjadi imam itu iklas hatinya karena Allah. Yang namanya uang bisa merubah iman,” kata Herman lagi.
Herman mengaku, insentif yang diberikan oleh Pemko tidak selalu cair setiap bulannya. Bahkan ia mengatkan jika intensif tersebut cair selama tiga bulan sekali. Ia berharap jika intensif itu memang ada harus diperjelas setiap bulamnya meskipun sedikit.
“Harapan saya kalau emang ada jelas setiap bulan cair, sehingga tak bertambah dosa kami, menggunjing, berorasangka buruk. Biarpun sedikit tapi direalisasikan, jika tidak mending hapuskan semuanya,” tutur Herman.
Terpisah, imam rawatib Masjid Al Huda Kecamatan Tampan, Imran tak mempermasalahkan penghapusan imam rawatib tersebut. Baginya ibadah itu tak harus dibayar karena nikmat dari Allah yang telah diberikan itu tak ternilai harganya. “Saya tidak mempermasalahkan penghapusan ini, toh yang dikasih Allah ke kita lebih dari apa yang dikasih pemerintah. Ibadah itu ya karena Allah,” ujarnya.
Penghapusan imam rawatib tersebut juga dinilai dilakukan secara sepihak oleh Pemko melalui Sekda tanpa mengadakan dialog terlebih dahulu bersama para imam. Ia juga sependapat dengan Herman terkait kinerja imam besar yang kinerjanya kurang maksimal.
“Ketika imam besar tinggal di luar daerah kita, maka kinerjanya kurang maksimal karena tinggal jauh, ketila imam besar jarang di sini hanya bisa magrib dan isya karena tinggalnya jauh. Kewajiban imam besar itu gak itu saja tapi juga tanggung jawab ke masyarakat kalau ada kegiatan wirid, yasin, salat jenazah. Itu lebih banyak dilaksanakan oleh imam rawatib.” ungkap Imran. Ia menilai kegiatan beribadah ketika dibayar maka akan menimbulkan masalah lain yang lebih besar.(*2/yls)
(Laporan MARRIO KISAZ, Kota)