Mendesain Antikorupsi, Perlu Hukum yang Tegas

Pekanbaru | Selasa, 10 Desember 2019 - 08:15 WIB

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Dalam satu pekan terakhir KPK geledah tiga rumah di Provinsi Riau. Salah satu di antaranya milik DH warga yang tinggal di Jalan Tanjung, Limapuluh, Pekanbaru pada 1 Desember 2019.

Kemudian pada 5 Desember 2019 KPK pun menggeledah dua pengusaha di Dumai terkait perkara tindak pidana korupsi suap pengusan DAK Kota Dumai APBNP 2017 dan APBN 2018.


Persoalan dan perbincangan korupsi hampir tiap hari dibicarakan. Bahkan karena bahayanya, korupsi menjadi musuh peradaban, sehingga korupsi diperingati setiap tahun pada tanggal sembilan Desember menjadi hari anti korupsi.

Direktur Forum Masyarakat Anti Korupsi (Formasi) Riau yang juga Pengamat Hukum di UIR Triyono Hadi menanggapi, rakyat Riau mulai tidak percaya lagi dengan hukum tipikor di Riau. Mengingat banyaknya dugaan korupsi yang diduga melibatkan pejabat daerah.

"Untuk itu diharapkan kepada Kejaksaan dan kepolisian untuk segera menuntaskan laporan dugaan korupsi yang diterima. Sebab Riau sudah darurat korupsi," terangnya.

Terkait Hari Anti Korupsi yang diperingati oleh seluruh dunia menurutnya, pertanda masyarakat beradab mengerti bahwa korupsi tidak mungkin diselesaikan dalam waktu yang singkat. Karena memang persoalan korupsi ini menyangkut masalah yang kompleks. Oleh sebab itu perlu adanya mendesain manusia anti korupsi.

"Mendesain manusia antikorupsi untuk memberantas dan mencegah korupsi sepertinya perlu dipikirkan kembali. Berapa banyak oknum penegak hukum yang mencegah dan memberantas korupsi justru mereka yang ditangkap melakukan korupsi. Secara sosiologis, ini menandakan bahwa ada yang belum benar dalam mencegah dan memberantas korupsi," jelasnya.

Masih katanya, secara sosiologis, pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan adanya kejadian tersebut akan membuat masyarakat kehilangan kepercayaan.

Karena memang, penegakan hukum baru menghasilkan daya guna yang maksimalkan ditengah masyarakat, apabila tingkat kepercayaan masyarakat dalam penegakan hukum itu tinggi.

"Tanpa adanya tingkat kepercayaan penegakan hukum yang tinggi, masyarakat akan menganggap penegakan hukum tersebut sebagai proses kekuasaan. Apabila ini terjadi, pencegahan dan pemberantasan korupsi akan menemukan jalan terjang di kemudian hari," ucapnya.

Katanya, mendesain manusia anti korupsi saat ini sudah darurat untuk dilaksanakan. Ia menjelaskan, menurut Frankl seorang tokoh eksistensial-humanistik menyatakan bahwa pada diri manusia di samping terdapat dimensi (raga) dan dimensi mental (psikis), terdapat juga dimensi lain yaitu dimensi (rohani).

"Dimensi rohani kata Frankl merupakan dimensi yang dapat menjadikan manusia sebagai seorang manusia," tuturnya.

Manusia antikorupsi dijelaskan Huda, sebagai manusia yang mendahulukan aspek rohani dalam setiap perbuatan. Karena memang, perkembangan dan kemajuan zaman yang tidak terkendali saat ini sangat perlu mendengarkan suara hati dan rasa cinta dalam membuat kebijakan untuk rakyat banyak, terlebih lagi dalam melakukan penegakan hukum korupsi, menjalankan pemerintahan serta dalam kehidupan sehari-hari.

"Menjadi manusia antikorupsi itu tidak sulit sebenarnya, apabila kita tahu, mana hak dan kewajiban. Jika manusia sudah tahu mana hak dan kewajiban, hukum pidana sepertinya tidak perlu lagi bekerja maksimal dalam menertibkan manusia jahat yang merampok uang rakyat," imbuhnya.

Huda katakan, ke depan yang perlu dilakukan adalah, manusia-manusia yang mencegah dan memberantas korupsi adalah manusia yang memang tidak memikirkan aspek duniawi dalam melaksanakan kewajiban. Namun, kesejahteraan mereka perlu diperhatikan dengan serius. Tanpa perbaikan kesejahteraan, maka persoalan korupsi akan menjadi perbincangan di setiap sudut-sudut kehidupan warga negara.(*3/lim)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook