PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau mengaku heran dengan sikap Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru dalam hal ini Wali Kota Pekanbaru Dr Firdaus ST MT. Di mana, anggaran pendapatan dan belanja nasional (APBN) sudah setuju untuk membangun Pasar Cik Puan yang telah lama terbengkalai. Namun pemko tetap bersikeras dibangun oleh pihak ketiga.
Atas dasar itu Komisi II DPRD Riau melakukan rapat dengar pendapat dengan seluruh pihak terkait, Senin (9/3). Adapun pihak yang diundang Komisi II meliputi Dinas Perdagangan dan Perindustrian (DPP) Pekanbaru, perwakilan pedagang Pasar Cik Puan hingga dinas terkait di lingkup Pemprov Riau.
Anggota Komisi II DPRD Riau Marwan Yohanis mengatakan, persoalan tersebut sebetulnya sudah ada jalan keluar. Baik dari pemprov maupun pemerintah pusat. Bahkan setelah dibicarakan dengan kementerian terkait di pusat, pembangunan Cik Puan disetujui dengan APBN. Namun yang menjadi persoalan, Pemko Pekanbaru ingin melalui pihak ketiga.
"Dibangun dana APBN melalui provinsi. Setelah dibangun provinsi, dihibahkan ke pemko. Hak membangun provinsi, hak mengelola pemko. Tapi kenapa wali kota ngotot dibangun investor?" tanya Marwan heran.
Ia memastikan, bila pembangunan itu dilakukan pihak ketiga maka harga sewa kios akan naik. Sehingga akan sangat membebani pedagang. Jika itu terjadi, menurut dia sama saja pemko mencekik rakyat sendiri. Atas dasar itulah dia sangat heran dengan sikap pemko yang bertahan agar dibangun oleh pihak ketiga.
"Saya yakin pejabat terkait hampir setiap hari lewat depan Pasar Cik Puan. Dibilang pula mau jadi kota madani. Apanya yang mau madani?" sesal Marwan.
Wako Tolak Pakai Anggaran Negara Sementara itu, Wali Kota (Wako) Pekanbaru Dr H Firdaus ST MT tetap kukuh pada pendiriannya menolak pembangunan Pasar Cik Puan jika menggunakan sumber dana dari Anggaran negara, baik itu anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) maupun APBN. Pola ini sebutnya merugikan masyarakat, pedagang dan pemerintah.
Ujung penyelesaian pembangunan Pasar Cik Puan di Jalan Tuanku Tambusai setelah bertahun-tahun terhenti memang tak kunjung tampak. Terhentinya pembangunan pasar ini terjadi karena aset yang sama-sama dicatat sebagai milik Pemko Pekanbaru seluas 7.000 meter persegi dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau seluas 22.000 meter persegi.
Di sana oleh Pemko Pekanbaru saat dipimpin Wali Kota H Herman Abdullah tahun 2010-2011 sudah sempat memulai pembangunan pasar tradisional. Bangunan yang baru berbentuk rangka berdiri menelan anggaran Rp18 miliar tahun dari Rp50 miliar yang direncanakan.
Kini, penyelesaian polemik Pasar Cik Puan kembali mengemuka. Opsi yang muncul adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) turun tangan menyelesaikan pembangunan melalui sumber dana dari APBN.
Wako Pekanbaru Dr H Firdaus ST MT kepada Riau Pos menyebut pihaknya tak mempermasalahkan jika harus menyerahkan aset di sana pada Pemprov Riau. "Dualisme aset itu, Pemko Pekanbaru bersedia melepas yang tercatat di kota semua full tercatat ke Provinsi Riau," katanya.
Namun, terkait sumber anggaran untuk pembangunan, dia tetap dalam pendiriannya sejak 2012 lalu, yakni tidak dengan anggaran negara melainkan melalui investasi dengan konsesi selama 30 tahun. "Kalau diminta pendapat, saya konsisten sejak awal tahun 2012. Walaupun pakai APBN ini tetap dana pemerintah. Saya tidak sependapat," ucapnya.
Kepadanya Riau Pos kemudian menanyakan bagaimana jika setelah Pasar Cik Puan selesai dibangun menggunakan APBN, pengelolaan diserahkan pada Pemko Pekanbaru, dia menolak. "Tidak mau. Tidak usah. Walaupun saya tinggal 2,5 tahun (menjabat, red), tegas saya katakan, tidak mau. Kenapa subsidi biaya operasional? Ini kami tidak mau. Saya minta izin dulu ke satu juta rakyat Pekanbaru, mau tidak menyubsidi ini," tegas dia.
Wako punya perhitungan sendiri kenapa pihaknya menolak pembangunan Pasar Cik Puan dilanjutkan dengan anggaran negara. Ada beberapa alasan dia sampaikan.
Secara historis, dia menyebut sejak zaman Gubernur Riau HM Rusli Zainal dan Wako Pekanbaru Herman Abdullah, sudah ada kesepakatan untuk membangun pasar ini dengan dana pihak ketiga. "Sebenarnya ini ide Pak Rusli Zainal dengan Wali Kota lama Pak Herman Abdullah. Sudah ada pra-desainnya. Saya sudah lihat. Dibangun pihak ketiga dengan bangunan multi fungsi," ungkapnya.
Dia melanjutkan, kelanjutan pembangunan Pasar Cik Puan harus dengan prinsip menguntungkan semua pihak. "Soal membangun, kami maunya semua untung. Pertama masyarakat banyak. Kedua pedagang untung dan ketiga pemerintah harus untung juga. Kalau kita lanjutkan pembangunan sekarang, itu cuma 800 kapasitasnya. Sementara 2015 di dalam sudah tercatat 1.100 pedagang, 300 pedagang tidak tertampung," urainya.
Selanjutnya, dia menilai desain yang ada sekarang sudah tak lagi cocok. "Dari pengalaman lihat pasar pusat dulu, lantai 2 tidak berfungsi dengan pola bangunan sekarang. Tidak maksimal," imbuhnya.
Kemudian, pengelolaan oleh pemerintah disebutnya tidak akan maksimal. "Itu nanti dikelola lagi oleh pemerintah. Ini pasti tidak profesional. Pedagang tidak dapat maksimal menikmati pelayanan disitu. Masyarakat umum tidak dapat pelayanan yang baik terhadap pasar," jelasnya.
Dari segi dana, untuk membangun saja setidaknya akan menghabiskan anggaran Rp60 miliar hingga selesai. Jika pasar sudah operasional, sewa kios nantinya juga tidak akan menutupi kebutuhan operasional. "Pungut sewa juga tidak menutup biaya operasional. Perkiraan kasar kami perlu Rp3 miliar per tahun," katanya.(nda/ali/yls)
Laporan: TIM RIAU POS