PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Dewan Harian Daerah (DHD) Badan Pembudayaan Kejuangan 45 Provinsi Riau menggelar acara Pembahasan Bahan, Materi dan Koleksi Museum Perjuangan Rakyat Riau di Gedung Juang 45 Riau, Jalan Jenderal Sudirman, Senin (8/5).
Ketua II DHD 45, Asraruddin saat pembukaan acara mengatakan acara ini digelar dalam rangka mempersiapkan konsep berdirinya Museum Perjuangan Rakyat Riau yang berkonsep tematik dan digital.
"DHD 45 diberi amanah oleh pak gubernur untuk mempersiapkan materi museum berupa sejarah perjuangan rakyat Riau. Makanya kita mendatangkan dewan paripurna maupun pakar sejarah dalam pertemuan ini untuk memperkuat referensi konsep museum ini," kata Asrar.
Sementara itu Sekretaris DHD 45, Rustam Efendi dalam pemaparannya mengatakan bahwa DHD sudah menyiapkan materi sejarah perjuangan rakyat Riau pra-kemerdekaan tahun 1908 hingga terbentuknya provinsi Riau tahun 1957. "Materi untuk koleksi museum sudah kita siapkan. Tapi tentunya akan dilengkapi dengan masukan-masukan dari pakar sejarah yang menyampaikan pemikirannya pada hari ini," paparnya.
Lebih lanjut Rustam mengatakan bahwa ide ini didukung penuh oleh Pemprov Riau. "Kami di DHD menyiapkan konten museum dan pengelolaan, pemprov pembangunan fisiknya," kata Rustam kepada Riau Pos usai acara.
Sejarawan senior Riau, Prof Suwardi Ms dalam pemaparannya mengatakan bahwa upaya mendirikan Museum Perjuangan Rakyat Riau sudah digagas lama. "Ada anggapan Riau bukan daerah perjuangan fisik. Padahal fakta membuktikan sebaliknya. Makanya momentum baik ini mesti bisa merealisasikan ide Museum Perjuangan Rakyat Riau ini," kata sejarawan sepuh ini bersemangat.
Ia juga mengusulkan tahapan perjuangan yang akan diekspos di museum bisa dimulai sejak abad 16. "Perlawanan Narasinga terhadap Portugis tahun 1512-1532 bisa dijadikan titik awal," tambah Suwardi.
Narasumber kedua, Dr Wilaela yang merupakan dosen sejarah Universitas Islam Negeri (UIN) mengusulkan konten museum juga menampilkan perjuangan kaum perempuan. Menurutnya, ada banyak pejuang perempuan Riau yang meskipun tidak berjuang fisik, tapi melalui pendidikan misalnya.
"Sebutlah Tengku Agung Sultanah Latifah di Siak. Aisah Umar di Pasir Pengaraian. Sahawa, istri Letkol Hasan Basri, Fatimah Hari dari Kuansing yang keduanya veteran. Khadijah Ali, Syamsidar Yahya, Rahma Hamid, Maimanah Umar dan sebagainya," kata Wilaela. Ia juga mengusulkan tokoh Tionghoa yang ikut berjuang juga dimasukkan dalam konten museum.
Narasumber ketiga tokoh Riau Wan Abu Bakar, mengatakan bahwa perjuangan rakyat Riau dimulai dari Selat Panjang. "Keturunan pelaku sejarahnya masih hidup hingga sekarang, bisa saya bantu hubungi," papar mantan Gubernur Riau periode 2008 ini.
Ia juga mengusulkan DHD 45 membentuk tim peneliti sejarah. Selain itu Wan Abu Bakar optimistis terwujudnya museum akan membuktikan bahwa Riau adalah daerah yanq berjuang secara fisik. "Terwujudnya museum ini akan membuktikan bahwa Riau juga daerah yang penuh perjuangan fisik," tutup Wan.(qom)