PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Langkah Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru menandai rumah warga Kota Pekanbaru penerima bantuan sosial (bansos) dengan tulisan "Keluarga Miskin Penerima Bantuan" mengundang sorotan. Karena, terminologi keluarga miskin sudah tidak dianjurkan sejak 2019 karena dapat menurunkan harkat dan martabat serta memberikan stigma yang membahayakan bagi penerima.
Di Pekanbaru pemberian tanda bagi rumah penerima bansos dimulai Rabu (6/5) lalu kemudian dilanjutkan Kamis (7/5). Jumat (8/5) kegiatan yang sama diagendakan akan juga dilakukan namun ditunda. Pemberian label bagi warga penerima di Pekanbaru dilakukan dengan cat semprot berwarna merah. Sorotan muncul karena dalam label yang dipasang berbunyi Keluarga miskin penerima bantuan.
Kementerian Sosial (Kemensos) melalui Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Direktorat Jaminan Sosial Keluarga 1 Juni 2019 lalu melalui surat nomor 1000 /LJS/HM.01/6/2019 sudah menyampaikan anjuran pada dinas sosial kabupaten, kota, dan provinsi se Indonesia.
Merujuk kepada surat Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Nomor 1902/4/S/HK.05.02/05/2019 tertanggal 9 Mei 2019, perihal Instruksi Pemasangan Daftar Nama KPM Bantuan Sosial di Tempat Umum.
Disampaikan bahwa pemasangan stiker dan atau cat label hendaknya mengganti penggunaan kata keluarga miskin menjadi keluarga pra sejahtera. Label keluarga miskin dalam perspektif ilmu pekerjaan sosial dapat menurunkan harkat dan martabat keluarga penerima manfaat. Dan berpotensi menimbulkan stigma yang membahayakan bagi terciptanya inklusi sosial dalam masyarakat.
Pemko Pekanbaru yang sempat selama dua hari memberikan label Keluarga miskin akhirnya mengganti menjadi keluarga pra sejahtera. Label yang semula memakai cat juga akan diganti dengan stiker sesuai dengan kelompok penerima bantuan.
"Kami akan menggantinya. Ada stiker yang bakal dipasang di rumah keluarga penerima manfaat," kata Wali Kota (Wako) Pekanbaru Dr H Firdaus ST MT, Jumat (8/5).
Pemerintah kata dia memberi tanda di rumah penerima bantuan agar bantuan tersebut bisa tepat sasaran. Ia tidak menampik pemerintah kota sempat menggunakan istilah keluarga miskin bagi penerima bantuan sosial. Ini dengan alasan mengikuti pengkategorian dari Kementerian Sosial.
"Yang sekarang sudah mulai dicetak stiker untuk dipasang di rumah penerima bantuan. Bantuan ini bagi masyarakat yang masuk dalam DTKS dan non DTKS. Stiker yang tersedia sesuai dengan kelompok penerima bantuan yakni PKH, BPNT dan penerima BLT. Ada juga penerima bantuan yang merupakan warga terdampak Covid-19," urainya.
Wako kemudian menganalogikan apa yang terjadi dengan kisah Abu Nawas dengan keledainya yang melewati empat perkampungan. "Ada cerita Abu Nawas dengan keledainya yang melewati empat kelompok kampung. Semua warga menyampaikan komentarnya masing- masing, semuanya salah. Jadi begitulah persepsi masyarakat dengan persoalan ini, makanya kita harus samakan persepsi," tuturnya.
Dia berharap ke depan dengan koordinasi yang baik tak ada lagi beda persepsi. Pelabelan kita dia dilakukan karena ada masyarakat yang bingung menanyakan, warga mana yang menjadi penerima bantuan klaster 1, klaster2, 3 dan 4, tidak tahu dan berpotensi tidak tepat sasaran. Sehingga disarankan rumah warga penerima bantuan diberi tanda. Tapi setelah diikuti saran itu malah ada lagi warga yang menyebut lain bahkan menyalahkan hal itu.
"Wali Kota, sudah jelas itu rumah kayu mendapat bantuan kenapa ditulis lagi, sudah jelas miskin dia. Nah, biar saya jelaskan. Itu dilakukan karena berbagai persoalan. Ada yang miskin tak dapat bantuan, tapi ada yang kaya malah dapat, makanya kita tandai," ulasnya.(ali)