PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Agus Pramono, eks Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Pekanbaru merasa kecewa terhadap Tim Internal Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru yang memeriksa dirinya. Pasalnya, dia merasa sudah menjelaskan dengan gamblang akar permasalahan sampah di Pekanbaru. Namun dirinya tetap direkomendasikan menerima sanksi berat dan Agus menyebut sanksi tesebut tidak adil.
Akibat kontrak pengangkutan sampah berakhir tahun 2020 dan awal tahun ini belum ditentukan pihak ketiga yang akan melakukan pengangkutan, kondisi pengelolaan sampah di Pekanbaru jauh dari kondisi normal. Dengan armada terbatas yang dimiliki oleh DLHK Kota Pekanbaru dalam pengangkutan, banyak sampah berserakan dan tak terangkut.
Kondisi ini memakan korban. Kadis LHK Kota Pekanbaru Agus Pramono dibebastugaskan dari jabatannya terhitung sejak Selasa (9/2) lalu. Untuk sementara, posisinya sempat diisi Pelaksana Harian (Plh) Azhar yang saat itu juga Sekretaris DLHK Kota Pekanbaru. Dua hari berselang, Kamis (10/2) pria yang pernah menjabat Dandim 0301/KPR dan Kepala Staf Korem 031/Wirabima ini diperiksa.
Pemeriksaan dilakukan oleh tim gabungan di Kantor Inspektorat Kota Pekanbaru. Pemeriksaan berjalan sekitar dua jam atas dugaan pelanggaran disiplin tingkat sedang dan berat pada organisasi perangkat daerah (OPD) yang ia pimpin.
Tahapan pemeriksaan oleh tim internal Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru bentukan Wali Kota Firdaus terhadap Agus Pramono ini sendiri sudah rampung. Agus Pramono resmi non job dari jabatan Kadis LHK Pekanbaru, Jumat (26/2) lalu. Posisi Kadis LHK kemudian dijabat Plt Drs Azwan MSi yang juga merupakan Asisten I Sekretariat Daerah Kota (Setdako).
Kepada Riau Pos, Senin (8/3) Agus mempertanyakan hasil dari pemeriksaan dirinya yang dilakukan tim internal Pemko Pekanbaru terus. Juga mempertanyakan apa yang disampaikan tim internal Pemko itu kepada pimpinan usai memeriksa dirinya sehingga dia harus menerima sanksi berat berupa pembebastugasan dan pencopotan.
Dia mempertanyakan karena merasa sudah menjelaskan kepada tim pemeriksa internal di Inspektorat untuk permasalahan sampah yang terjadi bermula dari sistem penganggaran.
Untuk jasa pengangkutan sampah Kota Pekanbaru tahun 2021, dalam Rencana Kerja (Renja) di DLHK anggaran yang diajukan adalah sebesar Rp60 milyar. Namun, seiiring waktu berjalan saat dilakukan pembahasan dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) nilai Renja tersebut diminta untuk dirasionalisasikan bahkan beberapa kali hingga menyisakan hanya Rp45 miliar. Ini tidak sebanding dengan angka kegiatan di tiga tahun lalu yang sudah dilaksanakan yakni di tahun 2018, 2019 dan tahun 2020.
"Iya. Saya ingin tahu apa yang disampaikan tim pemeriksa internal bentukan wali kota ke pimpinan usai memeriksa saya. Semua kan sudah saya jelaskan secara gamblang," kata Agus Pramono.
Dijelaskannya, tahun 2018 silam untuk nilai kontrak jasa angkutan persampahan di zona I sebesar Rp9.854.510.314, mulai dikerjakan pihak rekanan PT Godang Tuah Jaya pada Bulan Agustus 2018. Untuk zona II, Rp24.288.338.787, mulai dikerjakan pihak rekanan PT Samhana Indah pada Bulan Maret di tahun tersebut.
Di tahun 2019, untuk zona I Rp29.720.883.225, dan di zona II Rp30.562.583.986 . Di tahun 2020, untuk zona I Rp33.409.052.820 dan untuk zona II Rp32.549.757.570.
Berdasarkan angka di atas, Agus berpendapat jika di tahun 2021 lelang kembali diadakan untuk dua zona namun dengan jumlah anggaran sebesar Rp45 miliar, maka lelang jasa angkutan persampahan bisa jadi masalah.
Faktanya, saat lelang diadakan Senin 4 Januari 2021 diangka Rp44,4 miliar, terjadi gagal lelang Jumat 15 Januari 2021. Namun setelah gagal, berselang sebulan lebih sekira di bulan Februari 2021 lelang pengangkutan sampah kembali diadakan dengan angka tidak jauh berbeda.
"Saya selaku Kadis LHK saat itu sudah melakukan langkah-langkah antisipasi pengangkutan sampah dengan cara swakelola dengan personel, armada dan dana yang terbatas. Dengan kondisi itu pelayanan angkutan sampah tentu tidak maksimal. Kan kita sedang proses lelang," imbuhnya.
Sebagai antisipasi kontrak yang habis akhir tahun lalu, pihaknya kata Agus menyurati kedua rekanan yakni PT Godang Tuah Jaya dan PT Samhana Indah untuk kembali mengangkut sampah sambil menunggu jelang proses lelang tuntas.
Namun hal itu urung dilakukan mengingat dana operasional untuk menggerakkan kedua perusahaan itu cukup besar yakni Rp5 miliar per bulan yang jelas-jelas tidak sesuai aturan sistem pengadaan barang dan jasa.
"Apakah setelah saya menjelaskan seperti di atas kepada tim internal Pemko, lantas saya divonis melanggar disiplin berat sehingga saya dinonjobkan? Itu sangat tidak adil. Apalagi masalah sampah ini juga berimbas terhadap pemindahan kepala bidang, kepala seksi dan beberapa orang staf di DLHK," ucapnya mempertanyakan.
Riau Pos mengonfirmasi ini pada Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Pekanbaru Baharuddin, Senin (8/3). Baharuddin yang ikut dalam tim pemeriksa belum memberikan jawaban.
Sementara itu, Wali Kota (Wako) Pekanbaru Dr H Firdaus ST MT dikonfirmasi mengaku mendapatkan informasi tentang masalah anggaran yang dijelaskan Agus Pramono pada Tim Internal yang melakukan pemeriksaan. "Ada. Saya diinformasikan (laporan keterangan terkait anggaran, red)," ujarnya.
Riau Pos kemudian menanyakan tentang nilai sekitar Rp45 miliar yang tak cukup untuk mengangkut sampah selama setahun jika diperbandingkan dengan anggaran saat multiyears yakni Rp60 miliar.
"Secara teknis saya tidak tahu, karena itu dinas. Tapi kan bulannya bisa, berapa uang yang ada. Artinya sudah, yang ada bisa dilelangkan seberapa bulan bisa kita tangani. Tinggal lagi sisanya di perubahan," jawabnya.(ali)