PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak bak gunung es. Artinya, memang kasusnya yang kian banyak ataupun masyarakat sudah mulai sadar dan melaporkan ke pihak yang menangani seperti Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Baik di kepolisian maupun dinas terkait.
Terhitung sepanjang 2019, pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Pekanbaru cukup signifikan. Data dari Unit Layanan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2A) sepanjang 2019 tercatat 130 kasus.
Kasus tersebut didominasi pencabulan mencapai 37 kasus. Selanjutnya disusul kasus hak anak sebanyak 27, anak berhadapan hukum 19 kasus, KDRT 19 kasus, kekerasan terhadap anak 14 kasus, kekerasan berbasis gender tujuh kasus, hak asuh anak tiga kasus dan penelantaran anak dua kasus, kenakalan anak satu kasus, serta satu kasus saksi pencabulan.
Menurut Advokat PPA Asmanidar, selaku advokat mendampingi proses hukum yang diperlukan mulai dari penyidikan, penuntutan dan kesaksian saksi di pengadilan. Sistem penanganan kasusnya antara lain pendampingan hukum, pendampingan psikologi kepada korban dan konseling oleh konselor.
"Untuk penanganan advokasi di PPA itu gratis. Namun kuotanya hanya untuk 20 orang," sebutnya. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan untuk membantu korban dalam menangani berbagai kasus yang masuk di PPA.
Terhadap kasus di atas, rincinya kasus kekerasan dengan anak sebagai korban di antaranya kekerasan terhadap anak 14 kasus, penelantaran dua kasus, hak anak 27 kasus, hak asuh anak tiga kasus, anak berhadapan hukum 20 kasus, kenakalan anak satu kasus, pencabulan 36 kasus, saksi pencabulan satu kasus dan kekerasan dalam rumah tangga tiga kasus. Sehingga kekerasan anak mencapai 107 kasus.
Sementara itu, kasus kekerasan perempuan dewasa sebagai korban terdiri dari kekerasan berbasis gender tujuh orang dan kekerasan dalam rumah tangga 16 orang. Hasilnya kekerasan terhadap perempuan dewasa 23 kasus.
"Artinya, kasus anak di- dominasi pencabulan se- dangkan perempuan dewasa kekerasan dalam rumah tangga," jelasnya.
Riau Pos menghimpun data di Unit PPA Dinas PPA Kota Pekanbaru, didapat sejak 2017 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat. Kekerasan pada anak yang terlapor pada 2017 (59 orang) dan 2018 (70 orang). Sementara kasus kekerasan pada perempuan yang terlapor pada 2017 (15 orang) dan 2018 (23 orang).
Rincinya kasus kekerasan terhadap anak paling tinggi pada kategori pencabulan 2017 (19), 2018 (32) sementara pasus kekerasan pada perempuan paling tinggi pada kategori KDRT yang mana pada 2017 (12) dan 2018 (16).
Meningkatnya kasus ter-hadap perempuan dan anak diperjelas oleh Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Anak Dinas PPA yang bernama Sarkawi. Menurutnya, banyaknya kasus yang didominasi pencabulan kiranya kepada orangtua lebih memperhatikan lingkungan bermain anak perempuannya.
"Diimbau agar memperketat mainnya dan mengetahui siapa temannya. Supaya hal-hal kekerasan apalagi pencabulan bisa diminamalisir. Tak menutup kemungkinan orang terdekat pun bisa menjadi pelaku kekerasan, sehingga siapapun tetap harus diawasi," tuturnya.
Sementara itu Konselor PPA Herlia Santi mengatakan, perihal kasus pencabulan meningkat karena tren pergaulan bebas. "Faktor lainnya yaitu anak kurang perhatian dari orangtua atau pola pengasuhan. Sebab anak-anak sekarang beda dengan anak-anak 10 tahun lalu," ujarnya.
Dengan demikian, orangtua harus warning di jaman yang serba teknologi. "Orangtua dituntut lihai dalam mengasuh anak. Terkadang ketika orangtua keras anak lari ke negatif dan ketika anak dimanja juga bisa lari ke negatif. Balik lagi orangtua harus bisa membuat perjanjian-perjanjian atau sanksi dan reward pada anak," tuturnya.(s)