PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Delapan wali murid mendatangi kantor Ombudsman Riau di Jalan Diponegoro, Rabu (5/2). Mereka didampingi LBH Pekanbaru, Fitra Riau dan HMI. Mereka menyampaikan persoalan ijazah anak mereka yang masih ditahan pihak sekolah hingga sekarang.
Para wali murid tersebut mengaku anaknya pernah bersekolah di SMKN 2, SMKN 1, SMK Labor, SMAN 5, SMPN 25, SMK Muhamadiah 1, dan SMP Swasta Setia Dharma (Sedhar).
Salah seorang wali murid berinisial E mengaku ijazah anaknya ditahan sekolah karena ia tidak mampu membayar uang sekolah. "Di tempat anak saya sekolah, tidak ada bayar uang tetek bengek. Hanya membayar uang sekolah. Saya lupa rincinya, tapi itu sekitar Rp7 jutaan. Sehingga anak saya yang lulus pada 2018 itu hingga kini belum keluar ijazahnya dari SMK Labor," sebutnya.
Ia berharap ada solusi terbaik dari pertemuan dengan Ombudsman. Katanya, jika memang harus dicicil, ia bersedia melakukan. “Tidak masalah harus dicicil. Saya orang kecil. Suami saya kerja sebagai buruh angkat di pasar pusat. Seharinya (upah, red) Rp70 ribu,” terangnya.
Kini anaknya bekerja di salah satu toko baju. “Alhamdulillah dapat bekerja. Tapi harapan orang tua bisa tetap sekolah lagi,” kata ibu tiga anak itu.
Kemudian, Riau Pos mencoba menghubungi salah satu dari perwakilan siswa yang mana ijazah SMP dan SMA pun tertahan pihak sekolah. “Ditahan karena tidak bayar uang SPP,” singkatnya.
Ia adalah RL yang pernah sekolah di SMPN 25. Untuk melanjutkan sekolah, ia terpaksa hanya miliki legalisir ijazah saja. Ia diterima masuk di SMAN 5.
"Diterima, namun lagi-lagi ijazahnya pun tertahan sampai sekarang, karena tak dapat lunasi SPP," ujarnya singkat.
menanggapi aduan dari delapan orang wali murid yang Ijazah anaknya masih ditahan oleh pihak sekolah, Kepala Ombudsman Riau Achmad Fitri menegaskan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut.
"Laporan ini akan kami terima dulu. Nanti kami akan cek kembali kelengkapan dokumen seperti biasa karena menyangkut SOP Ombudsman. Tentunya nanti kami akan menindaklanjuti sesuai dengan kewenangan Ombudsman," jelasnya kepada media.
Lebih jauh, pihaknya akan menindaklanjuti terhadap pihak yang dilaporkan oleh para wali murid tersebut. "Dalam hal ini sekolah masing-masing, kemudian akan kordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kota Pekanbaru," ucapnya.
Sedangkan dari LBH Pekanbaru yang diwakili Kadiv Ekonomi Sosial dan Budaya (Ekosob) Rian Sibarani mengatakan akan mengontrol dan mendampingi wali murid untuk mencapai itu. "Berdasarkan SOP dari Ombudsman, ada waktu 30 hari kerja untuk melengkapi dokumen kalau ada yang kurang, setelah berkas lengkap ada waktu 14 hari untuk verifikasi apakah ini merupakan pelanggaran atau bukan," sebutnya.
Lebih lanjut, pria yang disapa Rian itu menguraikan berdasarkan pengakuan dari para orang tua yang ijazah anaknya ditahan oleh pihak sekolah, para orang tua tersebut juga sudah pernah mendatangi sekolah yang bersangkutan guna mempertanyakan penahanan ijazah anaknya.
"Dari situ para wali murid mengetahui apa yang menjadi masalah. Entah itu tunggakan dan total tunggakan berupa uang baju, buku dan uang bulanan," ungkapnya.
Ia pun menegaskan bahwa pihak sekolah tidak berhak menahan ijazah anak didiknya dengan alasan apapun, termasuk dengan alasan muridnya belum menyelesaikan segala administrasi di tempatnya bersekolah.
"Regulasi yang kita ketahui tidak ada hak atau kewenangan yang memperbolehkan pihak sekolah menahan ijazah. Termasuk administrasi dan segala macamnya, karena negara didalam Undang-Undang Republik Indonesia dan Sisdiknas bahwasanya biaya pendidikan peserta didik ditanggung oleh negara," tukasnya.
Dirinya berharap tidak ada lagi penahanan ijazah yang dilakukan oleh pihak sekolah dimanapun. Jika masih ada laporan terkait penahanan ijazah yang dilakukan pihak sekolah, LBH Pekanbaru akan siap mengawal.
Di balik kejadian orangtua yang mengadu ke Ombudsman Riau, ada sosok Afrianti. Ia adalah seorang wali murid yang pada 2017 mengalami kejadian rapor anaknya ditahan pihak sekolah. "Waktu itu rapor anak saya saat kenaikan kelas XI SMP ditahan. Dengan alasan belum melunasi uang baju. Saya pun mencoba mendatangi ke sekolah, setidaknya bisa melihat nilai rapor. Namun sekolah bersikeras tidak memberi tahu," jelasnya, kemarin.
Atas dasar itu, ibu dua anak itu pun mengadu ke pihak Ombudsman Riau. "Alhamdulillah tanggapan saya diterima Ombudsman Riau. Lalu melapor ke LBH Pekanbaru. Dan akhirnya pihak sekolah memberi rapor anak saya," ulasnya.
Lalu, pada November 2019 lalu, Gubernur Riau menggaungkan pendidikan gratis di Riau untuk 2020. Fitra Riau kemudian mengangkat dalam sebuah diskusi pada Januari 2020 dengan tema "Pendidikan Gratis, Wacana atau Nyata?" Fitra mendatangkan narasumber Joyo Esman dari Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Ade Hartati Rachmat dari Komisi V DPRD Riau dan Fitra Riau dan HMI.
Afri yang datang ke diskusi tersebut dengan mengatasnamakan masyarakat langsung unjuk bicara. "Jika gratis, itu wacana atau nyata? Soalnya saya pernah mengalami," katanya pada forum waktu itu.
Dirinya kemudian diminta memberikan bukti. "Akhirnya saya buktikan dan saya bawa ibu-ibu ini ke Fitra Riau dan LBH Pekanbaru," ulasnya.
Awalnya, Afri berhasil mengumpulkan 10 wali murid. Namun, dua orang mundur. "Dua lainnya mundur, karena takut terjadi pada dirinya. Sudah saya bilang tidak akan ada itu dan jangan takut. Karena kita juga dilindungi hukum. Dan pasti nantinya akan ada wali murid lain yang banyak melapor. Sebab mereka yang ijazah atau dokumen lainnya ditahan sekolah adalah orang-orang yang benar tidak mampu," tukasnya.
Belum lagi dengan sistem zonasi, yang mau tidak mau, membuat orangtua harus menyekolahkan anaknya ke swasta. "Kalau dia mampu tidak masalah. Kalau tidak mampu, bagaimana? Sudahlah miskin seperti saya harus pula tidak berpendidikan," keluhnya.
Kadisdik: Bisa Selesai di Disdik Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Pekanbaru Abdul Jamal memastikan pihaknya merespon polemik ijazah pelajar yang ditahan pihak SMP negeri di Pekanbaru karena masalah tunggakan, dia menyebut, hal tersebut tak perlu dilaporkan ke Ombudsman karena akan langsung disikapi Disdik.
Dijelaskan Jamal pada Riau Pos, Rabu (5/2), dia langsung menyampaikan instruksi pada sekolah bersangkutan begitu mendapatkan kabar. "Saya sudah tindak lanjuti. Awak (kamu, red) kirim (informasi, red) ke saya, saya jawab, saya sudah kirim ke sekolah. Saya perintahkan tidak ada tahan ijazah. Kalau sudah saya kasih tahu sekolah, insya Allah lah. Besok pagi sudah bisa. Walaupun tidak bayar tak apa. Yang penting kejujuran," kata dia.
Dia menyebut, pada dasarnya masalah ini bisa diselesaikan dengan cepat bila dilaporkan ke Disdik. "Sebenarnya tidak perlu ke Ombudsman, langsung ke Disdik saja. Kami harus memilah, kalau tidak selesai di Disdik, baru ke Ombudsman. Kalau masalah ijazah dan rapor itu ke Disdik saja. Kalau ada informasi, kasih tahu ke saya," imbuhnya.
Ditegaskan dia, pihaknya akan mencari solusi jika mendapatkan laporan-laporan dari masyarakat. "Kami coba selesaikan, walaupun utang piutang urusan orang tua. Misalnya utang baju, setelah tamat walau tiidak dibayar, ijazah tidak boleh ditahan. Anak tidak boleh dikeluarkan, tidak boleh anak tidak ikut ujian dan raport ditahan. Kalau ada yang tidak bayar, ya ikhlaskan saja," pintanya.
Masalah ijazah yang ditahan, sambung dia pada dasarnya adalah hal yang bersifat teknis. Karena itu lebih baik jika terjadi dilaporkan ke Disdik. "Laporkan ke yang tepat. Selama ini kami cepat tangani. Itu kan teknis. Kasihan juga Ombudsman banyak kerja besar. Kalau ada utang ditahan ijazah, itu dua-duanya salah. Tapi tidak boleh ditahan ijazah. Intinya kami cepat respon," singkatnya.(s/ali/yls)
Laporan: TIM RIAU POS