KELUARGA MISKIN JAUH DARI SEKOLAH

Anak Terancam Putus Sekolah

Pekanbaru | Jumat, 05 Juli 2019 - 10:15 WIB

(RIAUPOS.CO) -- Sistem zonasi yang diterapkan pemerintah untuk penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ini menuai kritikan dari masyarakat. Sistem zonasi dianggap hanya menguntungkan bagi anak-anak yang tinggal tak jauh dari sekolah negeri. Sementara untuk anak-anak yang tinggal jauh dari sekolah harus gigit jari. Apalagi

anak dari keluarga tidak mampu  (miskin) dan tinggal jauh dari sekolah, mereka terancam putus sekolah. Pasalnya, mereka tak bisa masuk sekolah negeri dan tak ada biaya untuk masuk ke sekolah swasta.

Masnuni, warga Jalan Merak ujung, Kelurahan Tangkerang Labuai, Kecamatan Bukit Raya termasuk yang khawatir anaknya akan putus sekolah. Perempuan paruh baya ini bercerita betapa susahnya memasukkan anaknya ke SMP negeri. Di mana SMP negeri yang paling dekat dengan tempat tinggalnya adalah SMPN 22 Pekanbaru di Jalan Sidodadi, Kelurahan Tangkerang Utara, Kecamatan Bukit Raya yang memiliki jarak dua kilometer lebih.
Baca Juga :Evaluasi PPDB Zonasi, Jangan Dihapus

“Yang paling dekat itu SMPN 22 Pekanbaru. Ada lagi SMPN 34 Pekanbaru, itu lebih jauh lagi,” ungkap Masnuni, Kamis (4/7).

Masnuni menuturkan, ia memiliki dua anak yang masuk sekolah tahun ini. Satu ke SMA dan satunya lagi ke SMP. Ia adalah tulang punggung keluarga dan bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART). Ia sangat berharap anak-anaknya bisa bersekolah di sekolah negeri karena ia keluarga tidak mampu.

Namun ia pesimis karena anak-anaknya bisa diterima di sekolah negeri karena tidak ada lagi jalur keluarga tidak mampu. Penerimaan terbanyak adalah dari jalur zonasi. Sementara rumah tempat tinggal ia jauh dari sekolah negeri.

 “Di SMPN 22 tidak ada jalur kurang mampu. Jadi anak saya dan anak-anak lainnya yang jauh dan tidak mampu ini mau sekolah di mana?” tanyanya.

Masnuni mengatakan, jika di sekitar tempat tinggalnya, tidak ada satu pun anak yang berhasil masuk ke SMP Negeri karena sistem zonasi. Ia juga mengeluhkan betapa banyak biaya yang harus dikeluarkannya agar untuk menyekolahkan anaknya di sekolah swasta.

Ibu-ibu yang rata-rata bekerja sebagai asisten rumah tangga ini merasa kebingungan jika anak mereka tidak dapat bersekolah di sekolah negeri. Pasalnya biaya untuk masuk ke sekolah swasta terbilang berbeda jauh dengan sekolah negeri.

Masnuni mengungkapkan anaknya terancam tidak dapat melanjutkan ke sekolah tingkat SMP karena alasan biaya. 

“Sekolah swasta kan biayanya besar, saya berjuang berhari-hari biar anak saya bisa masuk SMP Negeri tapi kenyataanya tidak bisa karena zonasi. Kalau begini anak saya terancam tidak bisa lanjut sekolah,” ujar Masnuni.

Ia berharap pemerintah memberikan solusi terbaik bagi anak-anak kurang mampu yang tinggal di zona jauh dari sekolah. Sehingga ia dan ibu-ibu yang lain yang mengalami hal serupa mendapatkan keadilan dan merasakan pemerataan pendidikan.

“Tolonglah dibantu kami yang tidak mampu ini. Bisa dilihat, kerja kami ini hanya ART, suami sakit-sakitkan,” tutur Masnuni lagi.

Hal yang sama juga diungkapkan wali murid lainnya Hormainin Damanik dan Hendra. Anak mereka tidak diterima di sekolah negeri dengan alasan zona yang jauh. 

Hormaini berada di batas Tangkerang Selatan. Pihak sekolah tidak menerima jalur kurang mampu padahal baik Hormainin mau pun Masnuni memiliki surat-surat lengkap seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) atau Kartu Keluarga Harapan (PKH).

Hal tersebut sangat berbeda dengan PPDB tingkat SMA di mana memiliki jalur kurang mampu sehingga zonasi tidak menghalangi siswa untuk dapat bersekolah di sekolah negeri.

“Kalau SMA tidak seribet di SMP. Anak saya sudah diterima di SMAN 8 pakai jalur kurang mampu. Yang SMP ini kok gak bisa?” kata Hormainin.(*2/yls)

Laporan MARRIO KISAZ, Pekanbaru









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook