Babak baru telah dimulai, proses mencari untuk tetap berkelanjutan sebagai respectful living terus bergulir mengikuti situasi sosial, budaya, politik, ekonomi, tetapi di akhir 2022 menggambarkan hal yang positif semoga ini pembuka pintu yang baik untuk kelangsungan di tahun 2023 ini.
Kecerian menutup tahun 2022 disambut gembira oleh masyarakat terlebih dengan adanya pengumuman pencabutan PPKM oleh Presiden RI, semua berdoa agar kehidupan ekonomi pulih kembali.
Pemerintah tentunya menyadari bahwa strategi bidang pariwisata yang lebih seasonability khususnya di Riau sudah barang tentu bergerak dari roadmap yang matang, dan ini adalah scara jitu menerjemahkan keperluan dalam perspektif behavioral science, konsep dan cara ini adalah langkah awal yang bagus, mengapa karena menjelang penutupan tahun banyak tempat-tempat wisata yang melakukan kegiatan sensional branding sebagai upaya memberi kesempatan masyarakat beraktivitas yang terukur untuk menikmati dan mengisi liburan dengan berbagai macam jenis acara dan kegiatan.
Situasi yang demikian itu menggambarkan dan menunjukkan bahwa harapan besar terhadap kehidupan ekonomi dapat lebih menggeliat di tahun 2023 sebagai keperluan bersama. Memang ada beberapa cacatan yang perlu menjadi perhatian di dalam menjalani, mengembangkan dan berekpresi pariwisata di tahun 2023.
Pertama, pandemi Covid-19 telah menumbuhkan staynomic melalui banyak sentra atau tempat-tempat wisata baru yang bermunculan, ini dikarenakan adanya pembatasan dan kecemasan sehingga menumbuhkan adanya cara memenuhi keperluan masyarakat untuk mendapatkan yang murah, yang dekat dan yang tidak merepotkan tetapi bisa terobati keinginan atau keperluannya. Hal ini terlihat dari menjamurnya tempat-tempat wisata di daerah baik itu kuliner, destinasi maupun akomodasi. Arti sesungguhpun ada pembatasan masyarakat tetap memerlukan pariwisata hanya saja berubah modelnya, baik berubah kapasitasnya, berubah metodologinya dan berubah ukuran kepuasannya. Dan ini secara nasional berarti boleh jadi adalah tumbuhnya ekonomi masyarakat di daerah.
Kedua, proses yang pertama telah mengalami percepatan melalui majunya pembangunan infrastrukutr tak terkecuali teknologi komunikasi. Hal ini telah mempercepat minat dan semangat masyarakat untuk tetap bisa melakukan kunjungan tak terkecuali keperkotaan, dan inilah saat dimana mampu menumbuhkan usaha jasa kepariwisataan, tentunya yang tetap besar seperti berkembangnya kuliner, ramainya pusat perbelanjaan, meriahnya tempat wisata, penuhnya perhotelan dan padatnya atau macetnya di perjalanan pada waktu liburan. Tertentu hal tersebut cenderung diisi oleh masyarakat yang berasal dari sekitar kota dalam provinsi atau luar provinsi. Situasi yang demikian merupakan tanda yang positif bagi geliat industri pariwisata. Dalam catatan, hampir 60 persen lebih industri kepariwisataan itu menyumbang PAD untuk Kota Pekanbaru. Ini mengambarkan arah positif yang harus disikapi oleh pelaku pariwisata maupun pemerintah dalam rangka menggerakkan perekonomian dan memajukan karakter kota.
Kemudian yang ketiga adalah munculnya perilaku baru sebagai keperluan yang cenderung sebagai budaya dalam kehidupan masyarakat. Pada pendemi Covid-19 dengan segala macam kerumitannya, segala macam tekanannya ternyata tidak menyusutkan keinginan orang untuk melakukan treveling, melakukan kegiatan pariwisata, tetapi yang terjadi sebaliknya, secara psikologi FoMo melalui kekutan digital telah mempengaruhi dan membentuk pola pikir akan kehidupan yang selalu membutuhkan rekreasi, karena rekreasi kini menjadi standar kehidupan masyarakat sejahtera.
Dengan demikian perilaku ini harus ditanggap sebagai suatu arah bahwa pariwisata sudah menjadi bagian keperluan dasar hanya saja ini perlu diterjemahkan lebih rinci kepada hal-hal yang spesifik seperti pelayanan, kategori dalam pelayanan, kategori dalam produk, kategori dalam proses penikmatan, kategori dalam konsep yang harus selalu diredefinisikan oleh para pebisnis dalam bidang pariwisata. Dari ketiga teori atau gagasan ini menggambarkan bahwa pariwisata tidak akan hilang, pariwisata akan mencari bentuk, tuntutan kehidupan pariwisata akan menyesuaikan dengan budaya perilaku tingkat ekonomi, sehingga menumbuhkan pintu-pintu baru berkembanya kehidupan pariwisata.
Oleh karenanya barangkali yang dapat penulis sampaikan di sini tentang bagaimana kita tetap berusaha menjadikan brandrelationship berkaitan erat dengan sumber bahan baku dan sumber pasar kita. Mari kita berdoa bersama.(nto/c)