PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Banyaknya transportasi online online saat ini, berdampak pada usaha transportasi konvensional. Hal ini juga berdampak pada kondisi bisnis angkutan darat konvensional, khususnya oplet. Tidak hanya kesulitan cari penumpang, untuk memenuhi setoran dan juga keperluan dapur sangat sulit.
SIANG itu, Marjohan (49) salah seorang supir angkot tujuan HR Soebrantas-Tuanku Tambusai sambil melihat ke kanan dan ke kiri mencari penumpangnya. Sudah sekian menit opletnya berjalan, namun belum satupun penumpang yang didapat.
Sejenak ia menghentikan laju kendaraanya, ketika Riau Pos menghampirnya. Ia mengungkapkan bahwa jumlah oplet terus saja menurun, karena banyak yang gulung tikar akibat maraknya keberadaan transportasi online.
"Keberadaan oplet saat ini semakin menurun. Keberadaannya akan semakin lama semakin menghilang. Diperkirakan sekitar tahun 2010 itu masih ratusan oplet di Pekanbaru. Kalau saat ini mungkin sekitar 60 oplet saja yang masih beroperasi. Ibarat hidup segan, mati tak mau," ujarnya kepada Riau Pos, Ahad (1/3).
Marjohan, warga Simpang Tiga pengemudi angkot umum tujuan Panam-Sukajadi itu mengatakan, penghasilannya menurun setelah kalah bersaing dengan transportasi online. Biasanya, dirinya mendapatkan Rp150 ribu dalam sehari. Kini, untuk mendapatkan Rp150 ribu itu membutuhkan waktu selama sepekan. Terkadang malah kurang dan tidak menentu.
"Kini dalam sepekan itu hanya bisa terkumpul sekitar Rp150 ribu saja. Itu belum termasuk minyak. Kadang saya juga ada sampingan membawa mobil keluar kota dan sekali-kali mengantar anak sekolah," katanya.
Kalau per harinya pendapatan yang diperoleh sekitar Rp30-25 ribu belum termasuk minyak, kadang tidak dapat sama sekali. "Pernah saya narik dari pagi sampai malam dapat penumpang satu atau dua orang saja, bahkan tidak ada. Alhasil mau tidak mau saya harus tambahin pakai uang saya pribadi untuk membeli minyak," ucapnya.
Marjohan mengaku, hanya bisa pasrah dengan adanya persaingan tersebut. "Ya, harus bagaimana lagi, pasrah saja lah. Tentu harus dicukup-cukupkan saja untuk keperluan sehari-hari. Makan tidak makanlah ini. Palingan juga lama kelamaan angkot punah. Hilang satu persatu," sebut.
"Setoran saya kepada majikan dalam sebulan itu kadang Rp200 ribu sampai dengan Rp250 ribu. Tetapi majikan saya (bos, red) mengerti kalau saat ini sulit mendapatkan penumpang. Alhamdulillah-nya bos saya memahami itu," ucap Marjohan, mengeluh.
Sedangkan, Andi (38) salah seorang supir angkot jurusan Rumbai juga mengaku prihatin dengan kondisi supir oplet sekarang. Harus banting tulang mendapatkan uang lebih, karena masyarakat saat ini lebih memilih ojek online dari pada naik oplet.
"Ya, paling kita hanya mengandalkan penumpang anak-anak sekolah saja. Kalau mengandalkan penumpang umum sangat sepi dan ini tidak sebanding pendapatan dengan pengeluaran," ucapnya.
Ia berharap, pemerintah dapat memberikan solusi agar supir angkot ini tetap bertahan. Karena saat ini mencari pekerjaan sangat susah. Namun perhatian pemerintah tidak ada sama sekali terhadap nasib supir oplet seperti dirinya.
"Tentu harus cari uang tambahan dengan cara kerja sampingan, atau terkadang ada mengantar anak-anak sekolah ke sebuah acara. Kalau tak ada anak sekolah yang menumpang oplet kami, tentu kami tak jalan lagi," ucapnya sambil menyeka wajah yang berkeringat.(ksm)
Laporan: DOFI ISKANDAR