Sementara dilanjutkan Sondia, rekomendasi Gubri 2010 itu melibatkan dua kepala daerah yaitu Wali Kota Pekanbaru saat itu Herman Abdullah dan Bupati Kampar saat itu Burhanuddin. Sondia menyayangkan masyarakat setempat tidak pernah dilibatkan untuk berdiskusi soal tapal batas ini. ”Ini persoalannya. Terus sekarang muncul lagi sekarang. Dasarnya ya rekomendasi 2010 itu, “ ujar Sondia.
Dilanjutkannya, di sinilah masyarakat tidak mau terima karena Permendagri Nomor 18/2015 itu disebutkan masyarakat bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19/1987. ”Di PP menyatakan, warga masuk Pekanbaru, tapi ketika terbit Permendagri mereka masuk Kampar,’’ ujar Sondia.
Hal inilah yang menjadi dasar warga menggugat Permendagri . Karena tak mungkin PP kalah dari Permendagri. ”Lucunya lagi, Permendagri ini masyarakat terima bukan dari pemko, tetapi dari searching internet. Yang muncul pada 15 Januari 2015,” paparnya.
Dari persoalan ini, kata Sondia, seharusnya Pemko tidak pasrah begitu saja, apalagi masalah tapal batas ini cukup sensitif. ”Statemen satker pemko itu yang mengecewakan, harusnya pemko membela masyarakatnya, bukan pimpinan pusat,” tutupnya.(sol/cr2/gus)