Disampaikan Riski, pihaknya meminta Wali Kota Pekanbaru memediasi antara PT Go-Jek dengan para driver. Sebab, kata dia, ada kebijakan pemotongan bonus yang diterapkan perusahaan dinilai merugian dan tidak manusiawi bagi mitra Go-Jek.
Pemotongan itu diterangkannya, lebih dari 50 persen. Sebelumnya bonus yang diterima para driver mencapai Rp220 ribu per hari. Namun sekarang, turun menjadi Rp90 ribu. Jika dulu ditambahkannya, masing-masih driver mencapai 7 poin menerima bonusnya Rp70 ribu. Lalu 12 poin sebesar Rp150 ribu, sehingga totalnya Rp220 ribu. Tapi kini, turun. Kalau dapat 5 poin diberikan bonus cuma Rp40 ribu, 12 poin, Rp50 ribu. Jadi totalnya Rp90 ribu.
“Kami desak hari ini (kemarin, red) ada mediasi. Kami minta bonus itu dikembali seperti semua. Jika PT Go-Jek tidak memenuhinya, kami mendesak pemko yang memiliki kekuasan untuk menutup kantor operasionalnya,” jelas Korlap.
Dengan kondisi pemberian bonus sebesar Rp90.000 untuk 12 poin lanjut dia, tidak seimbang dengan biaya operasional yang mesti dikeluar driver. Selain itu di satu sisi, tarif biaya (ongkos) yang dibebankan kepada pelanggan dinilai sangat murah.
“Bonus dipotong, Go-Jek memberikan ongkos yang murah. Dari mana keuntungan dari pihak driver, ini tidak masuk logika. Kami diberikan insentif itu merupakan subsidi kepada masyarakat untuk kesimbangan bisnis. Masyarakat terbantu begitu pula dengan driver,” paparnya.
Menurut dia, kebijakan yang diberlakukan perusahaan tranportasi berbasis daring merupakan bukan suatu bisnis. Melainkan, penjajahan para driver demi mencari keuntungan semata. “Intinya ini, bukan bisnis. Tapi mengisap dan menjajah kami,” tambah Riski.