Menjalani profesi buruh lepas selama bertahun-tahun, membuat pasangan suami istri di Jalan Garuda Sakti merasa hidupnya tak mengalami perkembangan. Selain karena penghasilannya tidak mencukupi, menjadi buruh juga dirasa terlalu menguras tenaga mereka.
----------------------------------------------------------------------------
(RIAUPOS.CO) - "Suami buruh kerja, saya buruh lepas di kebun orang. Capek dan nggak tahan tenaganya karena pukul 07.00 WIB sudah harus pergi dan jam istirahat juga sudah ada yang mengatur. Hasilnya juga hanya cukup untuk makan saja," ujar Mak Putri kepada Riau Pos.
Beruntung, sejak awal 2017 lalu ada orang yang mempercayakan suaminya untuk mengelola lahan kosong. Jadilah ia menyusul sang suami ke Pekanbaru untuk membantu mengelola kebun bersama.
Orang tua dari empat anak ini menikmati hidupnya menjadi seorang petani. Meski bukan lahan milik sendiri, namun lahan seluas dua hektare tersebut sudah diamanahkan sang pemiliknya untuk dikelola mereka. Tanpa ada biaya apapun, dan hasilnya juga untuk mereka sendiri. "Dari pagi kami sudah bersihkan ladang, dan mempersiapkan tanah untuk penanaman terong sehabis lebaran nanti. Kadang sampai sore, kalau capek ya kami tidur - tidur dulu, istirahat. Begitulah enaknya kalau jadi petani di ladang sendiri," ujarnya.
Di kebun itu, ada banyak jenis tanaman yang mereka tanam. Mulai dari cabai merah, cabai rawit, terong, rimbang, ubi kayu, ubi jalar, hingga pepaya madu. Namun hasil yang paling menjanjikan adalah pepaya madu dan terong. "Tapi di antara itu semua, teronglah yang paling diperhatikan karena perawatannya harus rutin," katanya.
Menurutnya, di kawasan tersebut ada beberapa petani yang menanam berbagai jenis tanaman. Tapi, hanya ia dan suami yang menanam terong. Meski begitu, ia mengakui baru bisa menanam 500 batang terong. Dari jumlah itu, tidak semuanya berhasil tumbuh. Beberapa diantaranya ada yang terserang hama dan juga terkena jamur tanah.
Di awal penanamannya, Mak Putri mengalami gagal panen. Dari kegagalan itu, ia dan suaminya mencari tahu penyebab busuknya batang pohon terong miliknya lewat rekan sesama petani dan internet. "Waktu itu ada 259 batang terong yang gagal, mungkin karena penyemprotannya tidak teratur. Saya menyemprotkan sekali dalam seminggu, harusnya kan dua hari sekali. Alhasil ya dimakan ulat. Ya saya tahunya dari internet itu," ceritanya.