’’Ya, itu memang tugas saya. Kami mengkolaborasikan perkerjaan kami. Selama bertahun-tahun kami melakukannya, itulah mengapa jurnalis di Jerman menyebut saya sebagai Si Mata dan Zeljko sebagai Si Otak’, dan itu sampai sekarang masih dipakai,’’ kata Krawietz.
Dia menjabarkan, sebelum laga biasanya sudah mendata aspek apa saja yang perlu diamati. Misalnya melihat kelemahan defense di mana, atau mengetahui sisi mana yang belum mampu dieksplorasi pemain, atau apabila ada perubahan strategi lawan.
’’Analisis ini kami gunakan dalam mengembangkan permainan, terutama pasca babak pertama. Itu momen yang penting untuk bereaksi lebih baik,’’ paparnya. ’’Kalau memungkinkan, kami juga menempatkan kamera di setiap sisi lapangan ketika latihan,’’ lanjutnya.
Krawietz mengakui, kinerjanya semakin terbantu di Liverpool. Sebab, fasilitas di dressing room Anfield lebih komplet. Tidak seperti di Signal Iduna, di dressing room Anfield menyediakan unit komputer lengkap dengan proyektor dan layarnya.
Dari paparan Buvac dan Krawietz itu, jelas peran mereka lebih besar di belakang sukses Klopp. Tapi, sosok termuda di antara Klopp dann Buvac ini tidak mempersoalkan perannya yang jarang terekspos ini. Usia Krawietz 44 tahun.
Bagi pria berkebangsaan Jerman itu, yang perlu terlihat hanya Klopp. ’’Ibaratkan grup musik, dia (Klopp) itu pentolannya. Sedangkan saya dan Buvac berada di belakangnya saja, bisa memegang gitar ataupun drum,’’ ucapnya merendah.
Layak ditunggu bagaimana ending lagu yang akan dimainkan “grup musik” pimpinan Klopp ini. Apakah dia mampu mengubah Liverpool dari ulat menjadi kupu-kupu yang terbang mendulang banyak trofi musim ini?(ren/das)
Editor: Deni Andrian