Sesekali dia melayangkan ingatannya ke masa-masa sebelum dia meninggalkan Afrika di usia yang masih cukup belia, 22 tahun. Dia bersedia mengembara ke Eropa demi memperbaiki taraf hidupnya yang sangat jauh dari kata sederhana. Kenekatannya pergi dari Lagos, Nigeria, ke Afrika Selatan juga dimulainya dengan susah-payah.
Sebelum dikontrak klub Mpumalanga Black Aces, pemain dengan sembilan golnya untuk Elang Super (julukan Timnas Nigeria) bahkan sampai harus hidup seperti gelandangan. Lantai di restoran bernama Pure Grace di Johannesburg menjadi saksi bisu di mana Emenike pernah jadi orang susah.
Karenanya, batinnya menangis begitu diperlakukan seperti seorang pelaku kejahatan saat di dalam penjara. ’’Sama sekali saya belum pernah terlibat dalam pelanggaran kriminalitas. Tapi di penjara itu saya bisa merasakan hidup seperti seorang kriminil, hidup hanya makan roti dan juga air putih,’’ ungkapnya.
Dituduh sebagai pelaku match fixing dan diperlakukan bak binatang di dalam tahanan itu baru satu hal yang membuat Emenike ingin pergi dari Turki. The Sun mencatat, banyak kejadian di Turki yang traumatis bagi Emenike. Sebelum kasus match fixing merebak saja dia sudah kena musibah.