YASONNA APRESIASI BARESKRIM POLRI

Proses Peradilan Djoko Tjandra Harus Transparan

Nasional | Jumat, 31 Juli 2020 - 14:15 WIB

Proses Peradilan Djoko Tjandra Harus Transparan
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly (DOK JAWAPOS.COM)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly menyatakan, penangkapan buronan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra menjadi penegasan bahwa negara tak bisa dipermainkan oleh siapa pun. Penangkapan ini diharapkan menjadi momentum untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap upaya penegakan hukum di Indonesia.

"Penangkapan tersebut setidaknya bisa mengakhiri rumor atau teka-teki tentang keberadaan Djoko Tjandra. Hal ini juga menjadi pernyataan sikap yang tegas bahwa negara pada akhirnya tidak bisa dipermainkan oleh siapa pun yang mencoba-coba bersiasat mengangkangi hukum di negara ini," kata Yasonna dalam keterangannya, Jumat (31/7).


Politisi PDI Perjuangan ini menyebut, penangakapan Djoko Tjandra harus menjadi momentum untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dan aparat penegak hukum di Indonesia. Karenanya, keberhasilan penangkapan ini harus diikuti dengan proses peradilan yang transparan.

Secara khusus, Yasonna juga mengapresiasi Bareskrim Polri atas keberhasilan menangkap buronan yang kabur sejak 2009 tersebut. "Apresiasi tinggi tentu harus diberikan kepada jajaran Bareskrim Mabes Polri, terlebih karena proses penangkapan ini dimudahkan lewat pendekatan P2P (police to police)," tutur Yasonna.

Sebelumnya, Djoko Tjandra berhasil ditangkap di Malaysia, pada Kamis (30/7). Penangkapan dilakukan tim khusus bentukan Kapolri yang dipimpin Kabareskrim Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo dan bekerja sama dengan Polis Diraja Malaysia.

Adapun, Djoko Tjandra merupakan terdakwa kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung. Pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000, Kejaksaan pernah menahan Djoko. Namun hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatan itu bukan perbuatan pidana melainkan perdata.

Pada Oktober 2008, Kejaksaan mengajukan peninjauan kembali atau PK terhadap kasus ini ke Mahkamah Agung (MA). Pada 11 Juni 2009, MA menerima PK yang diajukan jaksa. Majelis hakim memvonis Joko 2 tahun penjara dan harus membayar Rp15 juta. Uang milik Djoko di Bank Bali sebesar Rp546,166 miliar dirampas untuk negara. Imigrasi juga mencekal Djoko.

Djoko Tjandra kabur dari Indonesia ke Port Moresby, Papua Nugini pada 10 Juni 2009, sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkaranya. Kejaksaan menetapkan Joko sebagai buronan.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook