April Masuk Musim Kemarau, Pemerintah Waspada Karhutla

Nasional | Minggu, 31 Maret 2019 - 13:12 WIB

April Masuk Musim Kemarau, Pemerintah Waspada Karhutla
PENDINGINAN: Tim Satgas Karhutla Pelalawan melakukan upaya pendinginan lahan gambut yang telah terbakar di Desa Pangkalan Terap, Kecamatan Teluk Meranti, baru-baru ini. (MUH AMIN/RIAU POS)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau sudah terjadi di bulan April. Diprediksi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) akan terjadi mengingat pada bulan ini cenderung lebih kering. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pun sudah bersiap akan hal ini.

Kepala Bidang Analisis Variabilotas Iklim BMKG Indra Gustari menyatakan bahwa kemarau dimulai pada April. Nusa Tenggara dan Sumatera merupakan wilayah yang lebih awal mengalami kemarau. ”Puncak musim kemarau terjadi Agustus,” tuturnya.

Baca Juga :Malam Pergantian Tahun Dimeriahkan Wali Band

Masa transisi musim dari penghujan menuju kemarau tersebut ditandai dengan fenomena musim pancaroba dengan ciri-ciri di antaranya terjadi perubahan cuaca ekstrem, dari terik menjadi hujan lebat, angin kencang hingga suhu yang berubah-ubah. Kendati demikian, tidak semua wilayah mengalami perubahan musim kemarau secara bersamaan.

Kebakaran hutan menjadi bencana yang diantisipasi saat kemarau datang. Menurut pemetaan BMKG, daerah Riau dan kalimantan merupakan daerah rawan titik api. Hal tersebut dikarenakan banyaknya lahan gambut di wilayah tersebut.

Menurut data yang dihimpun BNPB perluasan kebakaran hutan dan lahan mencapai 2.830 hektare per 1 Januari-28 Maret 2019. Adapun kasus terbesar dalam karhutla tersebut adalah meluasnya kebakaran lahan gambut yang berada di 12 kota/kabupaten di Provinsi Riau.

”Wilayah terluas adalah di Bengkalis, dengan total area terbakar hingga 1.277,8 hektare,” ujar Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho.

BNPB beserta instansi lain, menurut Sutopo, telah melakukan beberapa antisipasi. Antara lain menyiapkan 12 helikopter dan pesawat untuk melakukan hujan buatan. ”Total 36,8 ton NaCl untuk ditabur di awan yang potensial hujan,” ucapnya.

Yang perlu diwaspadai adalah munculnya titik api pada lahan gambut yang sudah dilakukan pembasahan. Sebab ketebalan gambut mencapai 36 meter. Di dalam tumpukan gambut diduga masih ada bara api. Di sisi lain, sumber air juga sulit.

”Terik matahari dan kencangnya angin juga mempengaruhi munculnya titik-titik api pascapemadaman,” ucapnya.(lyn/jpg)

Editor: Eko Faizin









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook