JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) terbaru menunjukkan 47 persen warga menganggap kerjasama Indonesia dan RRC adalah murni bisnis yang saling menguntungkan, tidak ada kaitan dengan paham komunisme atau PKI.
Temuan itu disampaikan Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas, PhD, saat mempresentasikan hasil survei nasional SMRC bertajuk Sikap Publik atas Isu Kebangkitan PKI, Rabu (30/9/2020) di Jakarta. Survei Nasional tersebut dilakukan pada 23-26 September 2020 dengan melibatkan 1.203 responden yang diwawancara per telepon yang terpilih secara random. Margin of error diperkirakan lebih kurang 2,9 persen.
Menurut Abbas dalam keterangan resmi yang diterima Riaupos.co Raby malam, hal ini menunjukkan bahwa kampanye negatif untuk membangun citra bahwa peningkatan hubungan perdagangan Indonesia dengan RRC adalah sesuatu yang berdampak buruk karena akan menghidupkan kembali komunisme tidaklah efektif.
Survei SMRC menunjukkan persentase warga yang setuju dengan pendapat kerjasama Indonesia dan Tiongkok dapat menghidupkan kembali paham komunisme dan PKI di Indonesia hanyalah 26 persen. Namun demikian, Abbas menyatakan angka ini tidak bisa dianggap remeh.
“Kita harus ingat bahwa menurut survei ini sebenarnya warga yang percaya dengan isu kebangkitan PKI hanya 14 persen. Dan yang percaya kebangkitan PKI sudah menjadi ancaman lebih kecil lagi,” ujar Abbas.
Jadi, sambungnya, kalau ada 26 lersen warga yang menganggap kerjasama dengan Tiongkok dapat membangkitkan kembali paham komunisme, itu menunjukkan bahwa kekhawatiran itu sebenarnya masih hidup dan sangat mungkin dieksploitasi.
Pandangan yang setuju dengan pendapat kerjasama Indonesia dan Tiongkok dapat menghidupkan kembali paham komunisme dan PKI berbeda antara kelompok demografis.
Persentase pria yang setuju dengan pendapat tersebut sekitar 29 persen, sementara 24 persen perempuan setuju. Adapun warga kota yang setuju dengan pendapat tersebut 26 persen, sementara di desa 27 persen.
Yang setuju dengan pendapat tersebut lebih banyak pada warga yang tinggal di Bali pkus Nusa Tenggara (53 persen) Jawa Barat (39 persen) dan Kalimantan (38 persen). Di daerah lain, persentasenya di bawah 30 persen.
Dari sisi agama, yang beragama Islam yang setuju dengan pendapat tersebut hanya 26 persen, sementara yang beragama lainnya 33 persen. Dilihat dari faktor suku, yang setuju dengan pendapat tersebut lebih banyak pada yang berdarah Minang (55 persen) dan Sunda (37 persen).
Dari sisi usia, kelompok berumur 21 ke bawah paling tinggi yang percaya dengan pendapat tersebut (37 persen). Kelompok umur lainnya di bawah 26 persen. Dari sisi pendidikan, yang berpendidikan SLTA paling tinggi yang setuju dengan pendapat tersebut, 29 persen. Kelompok pendidikan lainnya di bawah 26 persen.
Dari sisi pendapatan, kelompok berpendapat Rp 1-2 juta dan Rp 2-4 juta lebih banyak yang setuju dengan pendapat tersebut, 31 persen. Kelompok berpendapat selain itu, persentasenya jauh lebih kecil, di bawah 23 persen.
Abbas juga melihat tingkat kesetujuan dengan pendapat kerjasama Indonesia dan Tiongkok dapat menghidupkan kembali paham komunisme dan PKI ini berhubungan dengan pembelahan masyarakat terkait Pemilihan Presiden 2019. Yang setuju dengan pendapat tersebut lebih banyak di kalangan pendukung Prabowo dibandingkan di kalangan pendukung Jokowi.
Survei SMRC menunjukkan, 40 persen pemilih Prabowo pada Pilpres 2019 setuju dengan pendapat tersebut, sementara hanya 21 persen pemilih Jokowi yang setuju.
Dari sisi pilihan partai politik, yang setuju dengan pendapat tersebut lebih banyak ditemukan pada pemilih PKS (54 persen), pemilih NasDem (53 persen), dan pemilih Gerindra (41 persen).
Editor: Eka G Putra