JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Polisi Militer Kodam Jaya/Jayakarta (Pomdam Jaya) telah memeriksa delapan saksi dalam kasus dugaan penculikan, pemerasan, dan penganiayaan yang menyebabkan Imam Masykur kehilangan nyawa. Termasuk diantaranya seorang saksi yang sempat diculik bersama pemuda berusia 25 tahun itu.
Komandan Pomdam Jaya Kolonel Cpm Irsyad Hamdie Bey Anwar menyampaikan hal tersebut kepada awak media di Jakarta pada Selasa (29/8). Irsyad menjelaskan bahwa saat penculikan terjadi, Praka Riswandi Manik (RM) bersama Praka HS (personel Direktorat Topografi TNI AD ), dan Praka J (personel Kodam I/Iskandar Muda), membawa dua korban.
”Sebenarnya yang diculik itu dua orang. Tapi, yang satu dilepas di sekitar Tol Cikeas,” ungkap dia. Korban tersebut termasuk salah seorang saksi yang sudah dipanggil dan diperiksa oleh penyidik. Selain itu, mereka juga sudah memeriksa tiga orang keluarga Masykur dan saksi lainnya.
Saat penculikan terjadi, mereka sempat berusaha menghalangi Praka RM dan kawan-kawannya membawa Masykur. ”Jadi, mereka (Praka RM dan kawan-kawan, red) datang kemudian berusaha mengambil korban. Tapi, sebelumnya warga sekitar toko mencoba memberikan perlawanan,” jelas Irsyad.
Namun perlawanan tersebut kandas lantaran Praka RM, Praka HS, dan Praka J mengaku sebagai polisi. ”Pelaku berpura-pura sebagai aparat kepolisian yang melakukan penangkapan terhadap korban karena korban diduga pedagang obat ilegal,” tambahnya.
Tidak hanya Praka RM, Praka HS, dan Praka J, penculikan itu juga melibatkan seorang warga sipil bernama Zulhadi Satria Saputra (MS). Yang bersangkutan masih punya hubungan keluarga dengan Praka RM. ”Kakak ipar,” ujar Irsyad.
Sebelum ditangkap dan diserahkan kepada Polda Metro Jaya untuk diproses hukum, MS sempat melarikan diri. Yang bersangkutan kemudian dikejar dan dicari oleh Pomdam Jaya sampai berhasil ditangkap di sekitar Cikeas.
Serupa dengan Masykur, para pelaku berasal dari Aceh. Meski berbeda tempat bertugas, tiga pelaku yang berlatar belakang TNI menjadi prajurit melalui angkatan yang sama. ”Mereka satu angkatan, mereka juga latar belakangnya adalah orang-orang dari Aceh yang sama-sama berdinas dan berada di Jakarta,” beber Irsyad.
Namun, perwira menengah dengan tiga kembang di pundak itu memastikan para pelaku dan korban tidak saling kenal. Sehingga tidak ada motif dendam. Menurut Irsyad, para pelaku hanya mengetahui aktivitas Masykur dan komunitas penjual kosmetik asal Aceh.
”Tidak saling kenal. Tapi, tahu bahwa korban berasal dari Aceh, (tahu) komunitas orang-orang Aceh di tempat itu apa kegiatannya,” beber orang nomor satu di Pomdam Jaya tersebut.
Berdasar pemeriksaan dan penyidikan yang masih berlangsung sampai kemarin, Masykur diduga menjual obat-obatan terlarang. Persisnya tramadol dan obat sejenisnya. Diakui oleh Irsyad, aktivitas Masykur sebelum diculik juga masih didalami oleh Pomdam Jaya.
Selain itu, pendalaman yang dilakukan oleh Pomdam Jaya adalah menggali peran para tersangka. Termasuk kemungkinan para tersangka pernah melakukan tindak kejahatan serupa sebagaimana disampaikan oleh keluarga Masykur.
”Apakah pembunuhan berencana atau penculikan yang direncanakan itu masih kami dalami. Kalau memang pembunuhannya berencana, tentunya harus ada bukti lain. Misalnya ada satu HP tersangka yang belum kami temukan,” beber Irsyad.
Di tempat yang sama, Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen TNI Hamim Tohari menyampaikan bahwa Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman turut memberi perhatian terhadap proses hukum tiga personel Angkatan Darat dalam kasus yang tengah ditangani oleh Pomdam Jaya. ”KSAD telah memerintahkan Puspomad untuk mengusut tuntas masalah tersebut dan menjerat pelaku dengan hukuman seberat-beratnya,” kata dia.
Tindakan yang dilakukan oleh Praka RM, Praka HS, dan Praka J, lanjut Hamim, telah mencederai semangat yang selama ini dibangun oleh KSAD. Yakni memastikan seluruh prajurit TNI AD selalu dicintai dan mencintai rakyat. Jenderal bintang satu TNI AD itu memastikan, proses hukum terhadap ketiga prajurit tersebut bakal berjalan sampai tuntas. Setiap perkembangannya akan disampaikan kepada publik secara transparan.
Berdasar data yang diperoleh Hamim, kasus tersebut berawal dari laporan masyarakat kepada Polda Metro Jaya pada 14 Agustus 2023 lalu. Setelah pengembangan dan Polda Metro Jaya mendapati dugaan keterlibatan personel TNI AD, kasus itu langsung dilimpahkan kepada Pomdam Jaya. ”Setelah dilakukan penyidikan lanjutan, (tiga prajurit TNI AD) akhirnya ditetapkan sebagai tersangka kasus penculikan, pemerasan, dan penganiayaan,” beber dia.
Sampai kemarin, penyidik Pomdam Jaya masih melakukan pendalaman. Mereka memanggil dan memeriksa saksi-saksi serta mengumpulkan alat bukti untuk menyelesaikan kasus tersebut. Puspomad yang sudah mendapat perintah dari KSAD juga melakukan supervisi selama proses hukum berjalan. ”Dan juga dikonsultasikan dengan pejabat dari oditur militer,” terang Hamim.
Semua itu dilakukan agar proses hukum berjalan dengan benar. Perhatian panglima TNI dan KSAD terhadap kasus yang sudah menarik atensi publik itu, masih kata Hamim, merupakan bukti bahwa TNI tidak pandang bulu. ”Institusi TNI menjamin tidak ada impunitas apabila ada prajurit yang melakukan pelanggaran pidana,” ujarnya.
Bahkan hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku bisa jadi sangat berat. Sebab, ada penerapan pasal-pasal pidana militer dan pidana umum dalam penanganan kasus tersebut.
Berkaitan dengan keterlibatan kakak ipar Praka RM, Hamim menyampaikan bahwa proses hukum yang bersangkutan langsung ditangani oleh Polda Metro Jaya. Sebab, MS bukan TNI. ”Tersangka dari sipil sekarang sudah dalam proses ditahan di Polda Metro Jaya,” ujarnya.
Berdasar penyidikan yang sudah berlangsung, MS berperan sebagai sopir ketika Praka RM dan kawan-kawannya menculik, memeras, dan menganiaya Masykur hingga meninggal dunia.
Saat dikonfirmasi, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi menyampaikan bahwa pihaknya tidak hanya menangkap dan menahan MS. Dia mengungkapkan, ada dua masyarakat sipil lainnya yang juga sudah ditahan oleh Polda Metro Jaya. ”Total tiga orang sipil ditahan Polda Metro Jaya terkait kasus ini,” ujarnya.
Dua orang lainnya berinisial AM dan H. Hengki memastikan, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan Pomdam Jaya dalam penanganan kasus tersebut.
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendorong reformasi peradilan militer segera dilakukan. Presiden dan DPR dinilai punya tanggung jawab konstitusional untuk melakukan penegakan prinsip negara hukum. Di mana dalam prinsip tersebut ada asas persamaan di hadapan hukum (equality before the law). ”Tidak boleh ada warga negara yang diistimewakan dihadapan hukum,” kata M Isnur, kemarin.
Koalisi menegaskan, reformasi peradilan militer dengan agenda utama persamaan hukum bisa menjadi pintu masuk untuk mengadili aparat TNI di peradilan umum. ”Mereka (oknum aparat, red) yang terlibat kejahatan wajib diadili dalam peradilan umum,” ujarnya.
Isnur menambahkan, agenda reformasi peradilan militer sejatinya adalah mandat rakyat yang telah dituangkan dalam TAP MPR Nomor VII/2000 dan mandat UU Nomor 34/2004 itu sendiri. Tepatnya di pasal 65 UU TNI. ”Jadi, tidak ada alasan bagi presiden dan DPR untuk tidak melakukan pembahasan revisi UU Nomor 31/1997 (tentang Peradilan Militer),” jelasnya.(syn/tyo/jpg)