SOLO (RIAUPOS.CO) - Belum lama ini Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengancam akan memberikan sanksi kepada para rektor yang gagal mencegah mahasiswanya turun ke jalan. Namun, ancaman tersebut ditanggapi dengan santai oleh Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Jamal Wiwoho.
Seperti dilansir dari Jawa Pos Radar Solo, Ahad (29/9), Ia tak mau ambil pusing akan ancaman Menristekdikti. Sebab menurutnya, mahasiswa UNS yang mengikuti aksi pada 24 September lalu tidak dikerahkan oleh pihak kampus.
Hal ini diperkuat dengan surat edaran yang menegaskan kalau kampus tidak terlibat dalam aksi tersebut. Bahkan, ungkap Jalam, surat edaran tersebut telah dikeluarkan pada 23 September, sehari sebelum aksi Bengawan Melawan terjadi.
“Dalam surat itu, kami memerintahkan kepada mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan bahwa kegiatan akademik tetap berjalan seperti biasa. Sehingga tetap melakukan aktivitas seperti biasa. Dalam aksi tersebut, kami juga meminta agar tidak melibatkan UNS dalam bentuk apapun,” terang Jamal pada Jumat (27/9).
Maka dengan adanya surat tersebut, lanjut Jamal, segala hal yang dilakukan atas aksi tersebut menjadi tanggung jawab pribadi. Sebab, aksi tersebut bukan atas nama universitas. Karena itu, ketika menristekdikti memberi warning kepada rektor terhadap aksi tersebut, Jamal tidak khawatir.
Namun, Jamal menyatakan, ia tetap memandang demo itu bisa dilakukan sepanjang sebagai saluran informasi. Ia pun meyakini, mahasiswan UNS yang turun ke jalan tidak akan bersikap anarkistis.
“Kalau sebagai saluran informasi, pada prinsipnya, saya setuju. Tapi yang tidak saya setujui adalah cara-cara anarkistis. Itu tidak bisa kami toleransi. Karena kami tidak mendidik mahasiswa untuk itu,” tukasnya.
Sebelumnya, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir meminta para rektor untuk mencegah mahasiswa melakukan demo. Jika gagal, dia mengancam akan memberi sanksi.
Nasir mengatakan, sanksi bagi rektor tergantung pada kondisinya. Jika terbukti melakukan pengerahan, sanksinya akan keras.
“Sanksi keras ada dua, bisa SP (Surat Peringatan) pertama, SP dua. Kalau sampai menyebabkan kerugian pada negara dan sebagainya ini bisa tindakan hukum,” ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (26/9).
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman