JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Peneliti di Lembaga Molekuler Eijkman terus menjalankan riset tentang berbagai macam mutasi penyakit di Indonesia.
Khususnya mutasi virus SARS-CoV-2 pemicu wabah Covid-19. Wakil Kepala Lembaga Molekuler Eijkman Prof Herawati Supolo-Sudoyo menuturkan riset ini bisa dikaitkan juga dengan upaya membuat obat atau vaksin Covid-19.
Perkembangan riset soal virus SARS-CoV-2 itu menjadi bagian pidato Herawati dalam acara LIPI Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture XX di Jakarta, Jumat (28/8). Dia menuturkan untuk memahami pandemi baru Covid-19, ilmuwan harus belajar dari kejadian yang sama dan pernah terjadi sebelumnya.
"Yaitu pandemi influenza pada 1918," kata dia.
Herawati mengatakan saat ini ada 16 ribu sekuens virus SARS-CoV-2. Sementara itu sampai 31 Juli dari pangkalan data Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID) ada 69.607 data virus yang terekam. Seluruh data virus SARS-CoV-2 itu berasal dari lebih 80 negara. Termasuk dari Indonesia. Dari keloksi data virus itu bisa dibuat pohon kekerabatan.
"Gunanya untuk elihat genetik satu virus ke virus lainnya," tuturnya.
Hasilnya saat ini memperlihatkan ada tujuh clade atau kelompok taksonomi. Ketujuh kelompok clade itu adalah G, GH, GR, L, S, V, dan Other.
"Virus di Indonesia mayoritas masuk kelompok other," katanya.
Herawati mengatakan di Indonesia termasuk di wilayah Asia, keragaman virus SARS-CoV-2 sangat tinggi. Masih perlu kajian dan penelitian mendalam untuk mencari sebabnya.
Apakah disebabkan oleh lingkungan atau kondisi inangnya. Dia mengatakan para ilmuwan atau peneliti harus bisa mencari tahu, memahami, dan menganalisis kejadian saat itu. Kemudian diperdalam dengan situasi saat ini serta cara penanganannya. Dia menjelaskan yang dilakukan para ilmuan saat ini adalah mempelajari DNA dan RNA serta sintetis protein virus pemicu pandemi Covid-19.
Dengan mempelajarinya ilmuan dapat menganalisis spektrum berbagai macam mutasi sejumlah virus penyebab penyakit di Indonesia.
Termasuk mutasi virus Covid-19 itu sendiri. Dia mengatakan kategori virus SARS-CoV-2 yang ada di Indonesia dan Asia pada umumnya masih masuk kategori level 1. Meskipun begitu negara-negara saat ini harus sudah berlomba untuk membuat vaksin maupun obat. Tujuannya untuk menekan penularan serta pengobatan.
Herawati mengatakan saat ini ada dua jenis .
"Sejatinya tidak ada yang siap menghadapi pandemi," jelasnya.
Tetapi Herawati mengingatkan kita semua harus senantiasa berusaha mengetahui cara penanganannya. Dia menegaskan pandemi Covid-19 saat ini harus menjadi momentum mewujudkan kemandirian riset dan inovasi. Khususnya di bidang biologi molekuler atau virus.
Dalam kesempatan yang sama Menristek Bambang Brodjonegoro mengatakan pandemi Covid-19 membuat kita semua belajar untuk menilik sejarah lebih dalam lagi. Tidak hanya menilik sejarah mengenai perang saja.
"Jika kita mempelajari sejarah tentang kesehatan dan ekonomi juga penting. Barang kali kita dapat lebih waspada dan siap saat hal seperti (pandemi, red) Covid-19 terjadi," tuturnya.(wan/jpg)