JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) telah mendengarkan keterangan saksi ahli yang meringankan terdakwa Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E) pada Senin (26/12) Lalu. Selanjutnya, Selasa (27/12) mereka mendengarkan saksi ahli yang meringankan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. Tim penasihat hukum Sambo dan Putri menghadirkan Elwi Danil, ahli hukum pidana dari Universitas Andalas ke muka sidang yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin.
Dalam sidang tersebut, Rasamala Aritonang sebagai penasihat hukum Putri sempat bertanya soal bisa atau tidaknya seseorang yang mengetahui rencana pembunuhan dijerat Pasal 338 dan 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lantaran tidak mencegah peristiwa pembunuhan itu terjadi.
''Pasal 338 dan 340 KUHP adalah pasal-pasal yang mengatur tindak pidana menghilangkan nyawa orang lain dengan pembunuhan. Dua pasal itu merumuskan aspek kesalahan dalam bentuk sengaja,'' ujar Ahli hukum pidana, Elwi Danil.
Meski kedua pasal memiliki kesamaan dalam kesengajaan menghilangkan nyawa seseorang, namun Pasal 340 dilanjutkan dengan perencanaan terlebih dahulu. Atas pertanyaan tersebut, Elwi menjelaskan bahwa seseorang kena kedua pasal itu bila terlibat aktif dalam peristiwa pidana pembunuhan.
Menurut Elwi, itu sesuai ketentuan dalam KUHP. Utamanya Pasal 338 dan 340. Bila tidak ada keterlibatan aktif, dia menilai seseorang tidak bisa dijerat dengan kedua pasal tersebut, termasuk ketika seseorang mengetahui akan terjadi tindak pidana namun tidak melaporkan hal itu kepada pihak berwenang. ''Menurut saya tidak bisa dikategorikan telah melakukan atau turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan,'' ungkap dia.
Pria yang juga guru besar hukum pidana di Universitas Andalas itu mengungkapkan bahwa hal tersebut masuk dalam asas legalitas di Indonesia. Bahwa hukum pidana di Indonesia tidak menyebut orang yang mengetahui rencana pembunuhan dan tidak melaporkan rencana itu masuk kategori pelaku aktif. Dia menegaskan, dalam KUHP tidak disebut seseorang yang tidak mencegah atau tidak melaporkan tindak pidana dinilai melakukan tindak pidana. ''Tidak ada satupun,'' ujarnya.
Di muka sidang yang sama, Elwi menjelaskan soal hasil tes menggunakan poligraf atau lie detector tidak serta merta bisa dijadikan sebagai alat bukti. Selain masih menjadi perdebatan, tes itu harus dipastikan sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku. Apabila tes dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dan prosedur tersebut, hasil tes itu tidak bisa dijadikan alat bukti. ''Tentu hasil (tes lie detector yang dilakukan tidak sesuai ketentuan) tidak bisa diterima sebagai bukti,'' jelas dia.
Lebih lanjut, Elwi menyampaikan soal kesaksian Bharada E sebagai justice collaborator dalam perkara pembunuhan Yosua. Saat ditanya bobot kesaksian Eliezer, dia menjawab tegas bahwa nilai kesaksian seorang terdakwa yang menjadi justice collaborator setara dengan keterangan saksi lainnya dalam sidang. ''Sekalipun dia adalah JC (justice collaborator, red) keterangannya itu sama nilainya dengan keterangan saksi lain yang bukan JC,'' kata dia.(syn/jpg)