”Dari sisi asumsi makro tidak ada update. Karena kita lebih melihat kepada kondisi yang menjelaskan, terutama dinamika yang meningkatkan kewaspadaan kita terhadap pelaksanan APBN 2018, karena ada beberapa indiaktor yang mengalami perubahan,” jelasnya di Gedung Kemenkeu, kemarin.
Menurut mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu, fluktuasi harga minyak dipengaruhi banyak hal, tidak hanya karena adanya serangan terhadap Suriah.
”Kalau masalah harga minyak itu banyak faktor. Suriah is one thing. Kedua, berhubungan dengan OPEC (organisasi negara eksporter minyak), kerja sama Arab Saudi dan Rusia untuk bisa menjaga disiplin dari produksinya. Ketiga, momentum pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan permintaan terhadap energi meningkat,” jelasnya.
Sri Mulyani menyebut, semua faktor itu akan terus dicermati pemerintah. Sebab, harga minyak tetap bisa meningkat dari berbagai faktor yang objektif dan tidak ada satupun yang bisa memproyeksi secara pasti pergerakannya. ”Yang harus kita jaga itu pengaruhnya terhadap daya beli masyarakat dan APBN kita,” katanya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira Adhinegara mengatakan, penurunan harga minyak terjadi lantaran perusahaan minyak di Amerika Serikat menambah 8 rig pengeboran per 13 April kemarin. Penambahan rig ini mencerminkan potensi peningkatan produksi. ”Jadi, total 815 rig tertinggi sejak Maret 2015 atau naik 20 persen dari tahun lalu,” ungkapnya kemarin (16/4).
Hal ini pun membuat indikasi pasokan minyak dunia berpotensi meningkat. Pengaruh harga minyak juga terdorong oleh spekulasi di pasar komoditas minyak. Setelah indeks harga minyak Brent naik hingga 72 dolar AS per barel, para spekulan pun melakukan profit taking.
Aksi jual ini lah membuat harga minyak dunia turun. ”Masih fluktuatif harga minyak dunia. Kelanjutan serangan AS juga penting. Jika ada serangan kedua, harga minyak naik lagi,” ujarnya. (far/ken/vir/ang/jpg)