BPOM: EG dan DEG dalam Obat Sirop Kemungkinan Besar Akibat Bahan Baku

Nasional | Kamis, 27 Oktober 2022 - 18:23 WIB

BPOM: EG dan DEG dalam Obat Sirop Kemungkinan Besar Akibat Bahan Baku
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny K Lukito memberikan konferensi pers penjelasan hasil pengawasan BPOM terkait sirup obat yang tidak menggunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol dan Gliserol, di Kantor BPOM, Jakarta, Ahad (23/10/2022). (MIFTAHUL HAYAT/JAWA POS)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menduga kasus cemaran Etilena Glikol dan Dietilena Glikol (EG dan DEG) dalam obat disebabkan oleh bahan baku. BPOM menduga adanya perubahan kualitas bahan baku dari supplier asal selama perjalanan pembuatan obat.

"BPOM mulai mendeteksi beberapa hal, masih dalam penyelidikan. Memang kemungkinan besarnya, ada indikasi konsentrasi tinggi dalam produk jadi ini, bisa dimungkinkan sangat kuat dari bahan bakunya," tukas Kepala BPOM Penny K Lukito kepada wartawan secara virtual, Kamis (27/10).


Menurutnya, sumber bahan baku bisa saja menyalahi aturannya yang tak dibolehkan. Batasannya adalah 0,1 persen tak boleh melebihi ambang batas.

"Ada indikasi, penggunaan bahan baku yang salah, yang tak sesuai syarat dari sumber bahan bakunya. Dari supplier bahan bakunya, bisa jadi malah gunakan EG dan DEG. Begitu tingginya hasil analisa yang kami telusuri," jelas Penny.

Bahkan EG dan DEG malah digunakan sebagai pelarut dalam obat tersebut sehingga temuan BPOM RI kandungan cemaran sangat tinggi. Jauh dari ambang batas aman menurut Farmakope di 0,1 persen. BPOM sedang menelusuri, ke mana saja bahan baku itu sudah disalurkan.

"Ke mana lagi bahan baku tersebut atau dibeli industri yang mana lagi. Digunakan di mana lagi itu? Kami sudah menggandeng polisi soal ini," katanya.

Sebelumnya Plh Deputi 1 BPOM Elin Herlina menegaskan industri farmasi harus bertanggung jawab terhadap khasiat mutu obat. Saat ditanya soal perubahan bahan baku yang menyebabkan perubahan kualitas dan mutu sampai mengandung cemaran berbahaya, Elin menegaskan, setiap perubahan bahan baku semestinya diajukan secara resmi oleh industri farmasi. Pasalnya 90 persen bahan baku obat Indonesia berasal dari luar negeri alias belum bisa produksi sendiri.

"Untuk penggunaan bahan baku itu, kami lakukan pendataan, bahan baku dari mana, sumber dari mana. Misalnya saat awal kasus India merebak kami memastikan tak ada produsen India tersebut. Kami koordinasi lebih intensif, bahan baku didata lagi," jelasnya.

"Dari ketentuannya, setiap industri farmasi wajib melaporkan ke BPOM setiap lakukan perubahan bahan baku. Lalu kami menilai kembali, harus memenuhi persyaratan yang baru. Demikian ketentuannya, sehingga seharusnya ada ketentuan yana dipenuhi jika ada perubahan bahan baku," tutupnya.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook